Koreri.com (30/12) – Pangkalan udara Australia disiagakan ketika pesawat pengebom strategis Russia melakukan latihan di wilayah netral lepas pantai Indonesia, yang menurut beberapa pengamat adalah sebuah usaha yang ditujukan untuk memperluas pengaruh negara itu di wilayah Pasifik.
Pangkalan militer Australia di Darwin pada Desember lalu diperintahkan untuk berjaga-jaga selama latihan yang dilakukan Russia, yang mana, menurut Kementerian Pertahanan Russia, melibatkan dua pesawat berkemampuan nuklir, Tu-95MS yang mengangkut sekitar 100 personel.
Saluran berita berbahasa Inggris yang didukung oleh Kremlin, RT, melaporkan bahwa misi itu adalah merupakan patroli udara Russia pertama di wilayah Pasifik yang dilakukan dari wilayah Indonesia.
Salah satu pengamat militer berpengalaman dari Australia, Peter Jennings dari Institut Kebijakan Strategis Australia, mengatakan bahwa latihan tersebut menunjukan bahwa Russia sedang memperluas pengaruhnya ke penjuru dunia.
“Hal itu adalah pertanda bahwa Russia ada di Pasifik dan berkeinginan untuk menjadi pemain utama dalam keamanan Pasifik dan tak segan menggunakan kekuatan militer untuk mendemonstrasikannya,” jelas Jennings kepada Media ABC.
Pesawat Tupelov yang digunakan lepas landas dari Bandar Udara Biak, Papua dan menjelajahi wilayah udara netral selama lebih dari 8 jam menurut militer Russia.
“Penerbangan di area netral seperti perairan Arctic dan wilayah bagian utara Artic, Laut Hitam dan Kaspia, serta wilayah Pasifik dilakukan secara rutin dengan menggunakan pesawat penjelajah jarak jauh. Semua misi Angkatan Udara Russia dilakukan dengan mengikuti aturan hukum internasional,” demikian pernyataan yang dikeluarkan Kementerian Pertahanan Russia.
Kedua pesawat Tupelov yang dikenal dengan sebutan “Beruang” yang memiliki daya jelajah sekali terbang sekitar 15.000 km itu tiba di Biak setelah terbang dari Amur, sebuah wilayah sisi tenggara Russia.
Militer Russia mengatakan bahwa kedua bomber jarak jauh itu melakukan pengisian bahan bakar di atas wilayah Samudera Pasifik dalam perjalanannya ke Indonesia.
Angkatan Bersenjata Australia membenarkan adanya “status peningkatan kesiapan perang” pada awal bulan Desember kepada Media Guardian, tetapi menjelaskan bahwa semua tetap berjalan secara normal pada pangkalan tersebut.
“Angkatan Bersenjata Australia memantau dengan kesiapan penuh pada level yang tepat terhadap kemungkinan yang bisa ditimbulkan. Pada awal Desember ada periode dimana kita diminta untuk meningkatkan kesiapan perang. Pada masa itu segala jadwal penerbangan asing dipantau dengan teliti,” kata juru Angkatan Bersenjata Australia.
Latihan itu bukan yang pertama kali dilakukan oleh Russia yang sedang meningkatkan pengaruhnya di Pasifik.
Tahun lalu, Russia diketahui mengirimkan kapal dalam misi rahasia yang membawa sekitar 20 peti kemas berisi senjata dan peralatan militer bagi Fiji yang dianggap negara sahabat barunya di Pasifik.
Pengiriman itu juga diikuti oleh beberapa personel militer Russia yang dipersiapkan khusus untuk melakukan pelatihan penggunaan perangkat militer tersebut bagi angkatan bersenjata Fiji.
Pada tahun 2014, kapal perang Russia melakukan pergerakan di perairan di bagian utara Australia, beberapa hari sebelum pertemuan G20 di Brisbane, Australia dan menyebabkan ketegangan meningkat antara Moscow dan Canberra.
Dalam sebuah artikel pada 2015, Alexey Muraviev, seorang ahli militer dan analis strategis di Curtin University, Perth mengatakan bahwa Russia sedang melakukan peningkatan perannya di wilayah Asia Pasifik yang sudah mereka canangkan sejak tahun 2000.
Muraviev menyatakan bahwa ketegangan yang terjadi di Ukraina pada 2014 lalu dan perlunya tindakan diversifikasi perdangan telah membuat Russia untuk melakukan pendekatan kembali dengan Asia dan Pasifik.
Secara ekonomis, Moscow sedang mulai menyikapi kebangkitan kawasan Asia-Pasifik sebagai sebuah mesin bagi ekonomi global. Secara politis, Moscow melihat ada potensi kemitraan untuk menjadikan dunia dengan kutub baru, yang dalam hal ini adalah China. Selain itu, dalam dunia militer, Russia sangat sensitif terhadap potensi perang di kawasan timur wilayahnya.
Seorang pemimpin oposisi Australia, Tanya Plibersek, mengatakan bahwa Russia mengikuti hukum dan norma internasional selama latihan yang dilakukan.
Ia juga tidak memberi komentar lebih lanjut sebagai respon terhadap pernyataan Angkatan Bersenjata Australia.
“Saya berpikir bahwa adalah sangat penting bagi setiap negara melakukan latihan militer berdasarkan hukum dan norma yang berlaku, terutama hukum dan norma internasional dan laporan yang ada menunjukan Russia mengikuti aturan yang ada,” kata Plibersek.
Jennings juga mengatakan bahwa angkatan bersenjata mencurigai bahwa pesawat pengebom tersebut digunakan untuk mengumpulkan informasi intelijen.
“Dunia akan kuatir jika intelijen Russia melakukan misi itu untuk mengumpulkan informasi intelijen karena mereka tidak akan melakukan hal itu jauh-jauh ke selatan tanpa adanya kerja sama yang signifikan antara AS dan Australia di wilayah Pasifik, terutama di Darwin dan pangkalan RAAF Tindal di wilayah yang jauh ke Selatan. Jadi jelas bahwa ada sesuatu sehubungan dengan pengumpulan informasi intelejen yang bisa kita gunakan untuk menolak misi tersebut, ” jelasnya kepada ABC.
ARD
Sumber: theguardian.com