Koreri.com, Jayapura – Pimpinan dan seluruh Ketua fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) telah menyikapi aspirasi mahasiswa Papua atas tuntutan pasal makar terhadap 7 terdakwa rusuh Kota Jayapura.
Wakil Ketua DPRP, Yunus Wonda, mengatakan aksi demo yang dipimpin Buchtar cs di Kota Jayapura 2019 lalu itu terkait permasalahan rasisme yang terjadi di Surabaya bukan tindakan makar.
“Ya, hari ini kami pimpinan dan seluruh ketua fraksi DPRP menyikapi aspirasi mahasiswa Papua yang sudah dua kali hadir di lembaga legislatif ini untuk melihat sikap kami terkait tuntutan terhadap 7 terdakwa rusuh Kota Jayapura, Buchtar cs,” terangnya kepada wartawan di gedung DPRP, Kamis (11/6/2020).
Menurut Yunus, dalam pernyataan sikap yang segera dikirim ke Presiden Joko Widodo minta Pemerintah Pusat untuk mempertimbangkan tuntutan yang diberikan kepada buchtar cs.
“Intinya kami minta Presiden Joko Widodo mempertimbangkan melihat kondisi yang ada di Papua sekarang ini dan intervensi pasal makar terhadap Buchtar cs,” tegasnya.
Yunus mengatakan jika tidak ada intervensi Pemerintah Pusat maka akan terjadi gelombang ketiga di Papua.
“Kami berharap Presiden memberi kebijakan dengan melihat kondisi di Papua agar dari proses hukum yang sedang berjalan tidak menimbulkan persoalan baru,” harapnya.
Ditegaskan Yunus, semua Ingin adanya rasa damai di negara Indonesia. Untuk itu, Presiden sebagai pimpinan tertinggi dapat mengintervensi tuntutan tersebut dan yang ada di Papua terutama pihak kepolisian untuk tidak lagi membuat narasi yang akhirnya melahirkan protes warga.
Sekali lagi, kata Yunus, tuntutan pasal makar kepada Buchtar cs tidak sesuai permasalahan yang terjadi.
“Sekarang ini kita jangan melihat latar belakang mereka, tapi permasalahan yang terjadi saat itu karena kasus rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya,” kata Yunus.
Diketahui, tim Jaksa Penuntut Umum menuntut 7 pelaku rusuh Kota Jayapura dengan pasal makar 5 – 17 tahun penjara di Pengadilan Negeri Balik Papan, Kalimantan Timur.
Ketujuh terdakwa di tuntut pasal makar karena diduga melakukan penghasutan dan otak tindakan anarkis saat kerusuhan di Kota Jayapura 2019 lalu.
PIET