Opini  

Surat Terbuka Untuk Presiden Jokowi, DPR-RI dan Mendagri

IMG 20220822 WA0002
Anggota Fraksi Otsus DPR-PB, Agustinus R. Kambuaya,S.IP.(Foto : Istimewa)

Presiden Republik Indonesia melalui Menteri Dalam Negeri membuka alasan hukum dan alasan sosial apa yang melatarbelakangi penunjukan Pj Bupati Maybrat yang bukan orang asli Papua (OAP).

Pro kontra keberlanjutan Otsus Jilid II nyaris terjadi, bentrok sesama OAP pada saat rencana revisi terbatas Otsus pada tahun 2021 yang lalu. Masing-masing pihak yang menolak maupun menerima punya argumentasi tersendiri terkait Implementasi Otsus selama 20 Tahun.

Masyarakat yang menolak mempunyai argumentasi bahwa implementasi Otsus belum maksimal memprotesksi hak OAP dalam berbagai ruang publik.

Sebagai contoh ruang politik OAP justru tereliminasi atau tersingkir dalam proses ruang politik hasil Pemilu 2014 dan 2019 serta 2019-2024.

Orang Papua mulai dari Sorong sampai Merauke banyak tersingkir dari pemilu terbuka.

Saya Agustinus R. Kambuaya anggota fraksi Otsus DPR Papua Barat melihat aspek politik belum memaksimalkan UU Otsus.

Perintah UU Otsus, salah satunya kewenangan mendirikan partai politik atau pertimbangan MRPB kepada parpol.

Meski ada delegasi kewenangan tersebut yang diberikan, namun lanjutnya harus menyesuaikan UU Sektoral lainnya.

Ini merupakan proses reduksi makna karena harusnya UU Otsus sama kedudukannya dengan UU Sektoral seperti partai politik dan UU Pemerintahan Daerah N0 23, kecuali Undang-undang Dasar yang kedudukannya lebih tinggi.

Sehingga UU Otsus hanya bisa menyesuaikan dengan UUD bukan perintah UU Otsus harus menyesuaikan dengan UU Sektoral seperti UU Pemerintahan Daerah No 23 karena sifatnya yang spesialis atau khusus.

Demikian juga pada bidang lain seperti UU tentang kepegawaian atau ASN termasuk UU No 10 Tahun 2016 yang menjadi dasar penunjukan pejabat kepala daerah Saat ini.

Bahwa kewenangan kepegawaian atau manajemen ASN UU No.2 Tahun 2021 dan PP 106 Pasal  27,28, 29,30 Tentang Kewenangan Pemerintah Daerah dalam bidang ASN yang memprioritaskan OAP.

Meskipun selama ini dalam urusan ASN tidak sepenuhnya merujuk kepada UU Otsus tetapi lebih banyak menyesuaikan dengan UU ASN dan UU pemerintahan secara umum.

Berdasarkan latar belakang penolakan itu, pemerintah kita telah meyakinkan masyarakat bahwa mari dukung dan terima Otsus sebagai payung hukum bagi OAP dalam kehidupannya di Republik Indonesia.

Semua kepentingan kita baik politik, ekonomi, budaya, HAM semua akan dijamin di dalam UU Otsus yang baru ini.

UU No 2 menjadi jaminan kepastian hukum bagi kepentingan OAP.

Penunjukan Pejabat Bupati Maybrat yang bukan OAP yang berasal dari putra putri daerah asli Maybrat atau suku-suku asli Papua tentu bertentangan dengan semangat revisi Otsus satu tahun lalu yang menjanjikan jaminan kepastian hak OAP.

Mestinya Presiden dan Mendagri menunjukan komitmen implementasi Otsus sebab proses revisi yang menuai protes dan penolakan ini mesti dibuktikan dengan Implementasi yang berpihak pada OAP.

Dan sudah seharusnya ada penjelasan apa dasar hukum dan landasan penunjukan Pj Bupati Maybrat yang terkesan tidak merujuk dan menghormati UU Otsus yang di bahas dengan bersusah payah oleh DPRI RI dan KEMENDAGRI sendiri agar kebijakan yang seperti ini tidak terulang lagi.

Ini bentuk pengingkaran terhadap UU Otsus dan akan mencoreng wajah Indonesia di mata dunia sebab Otsus menjadi ikon, simbol dan bahan kampanye internasional terkait cara penanganan Papua dengan pendekatan pembangunan, kesejahteraan dan perlindungan Kepada OAP.

Apirasi yang kami sampaikan adalah bagian dari mengingatkan pemerintah untuk mewujudkan perintah UU Otsus yang notabene merupakan kebijakan hukum pemerintah sendiri yang usia UU Otsus Revisi ini belum sampai 2 tahun.

Apakah dengan menyampaikan kebenaran saya harus jadi musuh anda?

Exit mobile version