Sidang Lanjutan Kasus Pesawat-Helikopter, JPU Hadirkan 2 Saksi Ahli

Sidang Kasus JR2 Saksi Ahli 2 Periksa Online
Sidang lanjutan kasus Dugaan Korupsi Pengadan Pesawat Cessna Grand Caravan C 208 B EX dan Helikopter Airbus H 125 milik Pemkab Mimika dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli (Online) kembali digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Klas IA Jayapura, Papua, Selasa (25/7/2023) / Foto : EHO

Koreri.com, Jayapura – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi  pengadan pesawat Cessna Grand Caravan C 208 B EX dan Helikopter Airbus H 125 milik Pemkab Mimika kembali digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Klas IA Jayapura, Papua, Selasa (25/7/2023).

Sidang dengan agenda mendegar pendapat saksi ahli dipimpin Hakim Ketua Thobias Benggian, SH, didampingi  Hakim Anggota Linn Carol Hamadi, SH dan Andi Asmuruf, SH, MH dimulai pukul 14.00 WIT.

Sidang kali ini dilakukan secara online (Zoom) karena ketiga saksi ahli berada di luar Jayapura.

Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mengikuti sidang secara online, Raymond Bierre, Hendro Wasisto, Yeyen Erwino, Viko Purnama.

Sementara terdakwa Johannes Rettob dan Silvi Herwaty juga hadir mengikuti sidang secara online didampingi tim kuasa hukum diantaranya, Juhari, Iwan Niode, Emelia Lawalata, Imanuel Barru dan Roby Teppy.

Kesempatan pertama majelis hakim memberikan kesempatan kepada JPU untuk bertanya kepada saksi Chotibul Umam, yang bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara.

Saksi dihadirkan JPU dalam kapasitas sebagai ahli kepabeanan, ahli impor barang dan penyelesaian terhadap barang impor dan penyelesaian barang yang tidak dikuasai.

Selain Chotibul Umam, JPU Kejati Papua juga hadirkan Toni Karlinda berstatus ASN, sebagai saksi ahli untuk memberikan pendapat dalam persidangan kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat dan helikopter milik Pemkab Mimika.

Sebelumnya, JPU juga menghadirkan tiga saksi ahli melalui sidang online masing-masing Sales Manager Marketing Airbush Indonesia Sussy Kusumawardhani dan mantan Kepala Bea Cukai Jayapura Eddy Susanto serta Direktur PT Citra Madhani Cakrawala Dwi Hartanto.

Sidang dimulai pukul 10.30 WIT diawali pemeriksaan saksi Sussy Kusumawardhani, Sales Manager Marketing Airbush Indonesia hingga pukul 12.00 WIT kemudian diskorsing dan dilanjutkan pada pukul 13.30 WIT.

Menaggapi kesaksian tersebut, Juru Bicara Tim Kuasa Hukum Iwan Niode, SH, MH membenarkan bahwa saksi Susi Kusumawardani adalah dari Airbus dan mengetahui secara jelas proses pembelian pesawat.

“Intinya ibu Susi membenarkan bahwa ada pembelian pesawat langsung dilakukan oleh Pemda Mimika dan atas pembelian pesawat itu ada beberapa dokumen yang di terbitkan seperti bill of self,  invoice kemudian sertifikat-sertifikat lain,” ungkapnya.

Diakui pula, bahwa ada perjanjian jual beli antara Pemda Mimika dan Airbus serta banyak hal yang dia jelaskan.

Sidang sementara mendengarkan keterangan saksi ahli / Foto : EHO

“Dan memang Pemda Mimika harus beli di Airbus karena Pemda Mimika sudah ke Dirgantara dan Indonesia tidak produksi heli itu. Dan kemudian Pemda Mimika membeli heli itu ke Airbus dengan total kurs dolar pada waktu itu totalnya 42 Miliar 300 juta sekian. Itu sesuai dengan platform anggaran yang ada di DPA. Jadi tidak ada pengurangan atau tidak ada kelebihan bayar atau lainnya,” urainya.

Saksi juga lanjut Iwan, meluruskan soal leasing seolah-olah helikopter ini adalah leasing antara Asian One Air dan Airbus.

“Tadi bahkan dari Jaksa memperlihatkan surat itu dan oleh saksi di katakan bahwa Airbus tidak pernah mengeluarkan surat itu. Artinya menjadi jelas, kami sudah mempertanyakan dan kami sudah mendalami tadi bahwa saksi bilang Airbus tidak pernah keluarkan surat itu,” bebernya.

“Dan juga yang menjadi aneh buat kami bahwa mana mungkin Airbus mengetahui bahwa pembelian ini langsung oleh Pemda Mimika dengan ada bukti-bukti kepemilikan dan kemudian ada leasing? Kalau ada leasing berarti ada sewa menyewa. Nah, tadi itu menjadi jelas bahwa Airbus tidak mengetahui surat itu,” sambungnya.

Saksi juga, terang Iwan, menjelaskan soal pembiayaan fery flight yang seolah-olah dibiayai oleh Malaysia.

“Jadi pembiayaan fery flight seolah-olah dibiayai oleh Malaysia kemudian kita disini mengada-adakan. Tapi kemudian saksi jelaskan bahwa pembelian fery flight sesuai dengan kesepakatan perjanjian. Tetapi pembiayaan fery flight itu hanya avtur (bahan bakar). Karena pilot kita yang tanggung tentu kita yang bayar. Dan mereka itu tanggung Avtur dari Malaysia ke Pekanbaru. Dan dari Pekanbaru melewati beberapa bandara sampai ke Timika itu Pemerintah daerah yang tanggung,” terangnya.

Kemudian yang paling penting adalah proses pembayaran.

“Seolah-olah pembayaran dilakukan oleh Asian One Air, jadi seolah-olah barang itu milik Asian One Air ternyata saksi bilang tidak. Ini keterangannya saksi bahwa Pemda tidak langsung melakukan proses pembayaran karena Pemda punya uang ada di Bank Papua yang bukan bank devisa karena Bank Papua tidak bisa membayar ke luar Malaysia. Dan kemudian Pemda menggunakan Asian One Air karena ada perjanjian KSO dan Pra Operasi maka Pemda pakai Asian One Air untuk melakukan pembayaran. Clear tadi,” tandasnya.

EHO

Exit mobile version