Nilai JR-SH Pantas Dibebaskan, Praktisi: JPU yang Rugikan Keuangan Negara

IMG 20230912 WA0028
Sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan pesawat dan helicopter, dengan terdakwa Johannes Rettob dan Silvia Herawati di Pengadilan Negeri Tipikor Jayapura Kelas I A, Selasa (12/9/2023) / Foto: EHO

Koreri.com, Jayapura – Sidang peradilan perkara kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat Cessna Grand Caravan C 208 B EX dan Helikopter Airbus H 125 milik Pemkab Mimika masih berlangsung di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Kelas IA Jayapura, Kota Jayapura, Papua.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang pada Selasa (12/9/2023) telah menyampaikan tanggapan (replik) secara tertulis atas pledoi terdakwa Johannes Rettob (JR) dan Silvi Herawaty (SH) serta tim kuasa hukum.

Sidang dipimpin Hakim Ketua Thobias Benggian, SH, didampingi Hakim Anggota Linn Carol Hamadi, SH dan Andi Matallata, SH, MH dimulai pukul 10.30 hingga 12.45 WIT.

Majelis Hakim telah menetapkan sidang putusan atas perkara dimaksud yang dijadwalkan akan berlangsung pada 26 September 2023 mendatang.

Publik kini tinggal menantikan apa keputusan Majelis Hakim atas perkara yang persidangannya disiarkan secara luas melalui channel Youtube ini.

Di lain pihak proses hukum atas penanganan perkara ini sejak mulanya telah menjadi perhatian publik secara luas hingga memicu berbagai kalangan angkat bicara merespon persoalan ini.

Menyinggung soal putusan akhir dari perkara ini, Praktisi Hukum Yosep Temorubun, SH berpendapat bahwa JR dan SH yang dijadikan terdakwa dalam perkara ini sudah sepantasnya dibebaskan Majelis Hakim dari dakwaan JPU Kejati Papua.

Ia kemudian menyampaikan beberapa alasan yang mendasari penilaiannya itu.

“Yang pertama, dalam kasus yang didakwakan kepada JR dan SH ini dalam fakta persidangan baik itu ahli pidana, ahli penerbangan maupun keterangan keterangan saksi yang dihadirkan JPU, tidak ada satu pun yang mampu membuktikan adanya unsur kerugian Negara,” ungkap dia dalam keterangannya kepada Koreri.com, baru-baru ini.

Praktisi Hukum Yosep Temorubun, SH yang juga Direktur YLBH Papua Tengah / Foto : Ist

Kedua, lanjut Direktur YLBH Papua Tengah ini, tidak ditemukan adanya indikasi mark-up maupun fiktif dalam kasus proses pembelian pesawat dan helikopter milik Pemda Mimika itu.

Dan ketiga, tidak ditemukan adanya unsur yang menguntungkan kepada terdakwa JR maupun SH sehingga dapat membuktikan bahwa apa yang didakwakan JPU Kejati Papua tidak mampu dibuktikan dalam persidangan di pengadilan.

“Sehingga menurut saya selaku Direktur YLBH Papua Tengah, surat dakwaan JPU tersebut batal demi hukum. Harus dalam putusan nanti Majelis Hakim membebaskan kedua terdakwa JR maupun SH demi hukum dan mengembalikan harkat dan martabat serta merehabilitasi nama baik kedua terdakwa untuk memulihkan nama baik kedua terdakwa di mata publik,” tegasnya.

Siapa Rugikan Keuangan Negara?

Pertanyaannya sekarang, dalam kasus pengadaan pesawat dan helikopter ini siapa yang merugikan keuangan Negara, Jaksa atau PT Asian One Air?

“Jadi kita lihat dengan tidak beroperasinya helikopter Airbus dan pesawat Cesna Grand Caravan milik Pemda Mimika maka seharusnya yang merugikan keuangan negara akibat dari penyitaan ini adalah Jaksa,” klaimnya.

Temorubun beralasan, karena Jaksa menyita dalam proses sewa-menyewa sementara berjalan sedangkan proses pembelian pesawat milik Pemkab Mimika yang dilakukan oleh PT Asian One Air itu jelas barangnya ada dan sudah beroperasi melakukan pelayanan kepada masyarakat di pesisir gunung dan pantai.

Bahkan, pesawat milik Pemda Mimika yang dioperasikan oleh PT Asian One Air ini telah mendatangkan income bagi daerah dengan total 43 miliar lebih yang sudah disetor ke khas daerah dengan kata lain telah mendatangkan keuntungan.

“Andaikan saja kasus ini tidak diproses hukum, maka sudah tentu semua biaya yang dikeluarkan Pemda Mimika untuk membeli pesawat dan helikopter yang sudah disita Kejaksaan Tinggi Papua sudah bisa dikembalikan. Jadi kalau mau kita lihat dalam kasus ini terdakwa JR dan SH tidak merugikan negara karena pesawat dan helikopter ada, tidak fiktif, tidak ada mark-up atau tidak memberikan keuntungan bagi pejabat dan kelompoknya,” klaimnya.

Helikopter Airbus H 125 milik Pemkab Mimika yang kini berstatus sitaan Kejaksaan Tinggi Papua sementara ditempatkan di hanggar / Foto : Istimewa

Sebaliknya, dengan proses penyitaan yang dilakukan penyidik Kejati Papua sehingga telah menimbulkan  kerugian keuangan Negara. Karena apa? Pesawat dan helikopter tersebut tidak beroperasi.

“Kemudian, dengan tidak beroperasinya pesawat dan helikopter tersebut hampir 6 bulan ini maka potensi kerusakan sparepart pun bisa terjadi sebagaimana keterangan Ahli di persidangan. Di situlah semakin menambah kerugian yang dialami Pemda Mimika. Lalu siapa yang merugikan? Jaksa Kejati Papualah yang menjadi aktor dari kerugian daerah,” tegasnya.

Untuk itu, YLBH Papua Tengah mengingatkan agar penegakan hukum dan penegakan keadilan dilakukan secara fair, bukan penegakan hukum karena ada pesan-pesan sponsor dari pihak lain menjelang musim politik 2024.

“Kami menilai bahwa dalam kasus ini bukan menegakkan hukum bukan pula menegakkan keadilan tapi kasus yang sengaja diadakan karena kepentingan politik 2024 yang dimainkan oleh orang-orang tertentu,” pungkasnya.

Sementara itu, Kasie Penkum Kejati Papua Aguwany yang dikonfirmasi Koreri.com melalui pesan singkat WhatsApp tidak merespon meski status pesannya cek list dua.

Kru Koreri.com kemudian juga berinsiatif untuk mendatangi kantor Kejati Papua untuk menemui yang bersangkutan namun informasi yang diperoleh Kasie Penkum tidak berada di tempat.

“Pak Aguwany tidak ada, mungkin belum masuk kantor karena mobilnya belum ada di parkiran,” kata salah satu staf di PTSP Kejati Papua.

EHO

Exit mobile version