Hakim PTUN Kabulkan Gugatan Dewi Ningsih, Proses Pidana Kadis PUPR Kota Tetap Lanjut 

IMG 20231118 WA0019
Gedung PTUN Jayapura / Foto : Ist

Koreri.com, Jayapura – PTUN Jayapura menolak untuk seluruhnya bantahan atau eksepsi Kepala Dinas PUPR dan KP Kota Jayapura sebagi Tergugat terkait Surat Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Pemukiman Kota Jayapura Nomor: 650/305/DPUPRP&KP/2023 tanggal 4 April 2023 hal Rekomendasi Tata Ruang yang ditujukan kepada Dewi Ningsih selaku Penggugat.

Hal itu terungkap dalam amar putusan pada sidang yang berlangsung secara e-court, Jumat (17/11/2023). Hakim PTUN Jayapura  menolak  seluruh eksepsi Tergugat.

Kemudian dalam pokok perkara Hakim mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya, menyatakan batal surat Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Perumahan dan Kawasan Pemukiman Kota Jayapura Nomor 650/305/DPUPR&KP/2023 tanggal 4 April 2023 hal rekomendasi tata ruang yang ditujukan kepada Dewi Ningsih selaku Penggugat.

Majelis Hakim yang diketuai  Jusak Sindar SH didampingi dua Hakim Anggota yakni Yusuf Klemen, SH dan Ratna Jaya, SH juga mewajibkan Tergugat untuk mencabut Surat Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Perumahan dan Kawasan Pemukiman Kota Jayapura Nomor 650/305/DPUPR&KP/2023 tanggal 4 April 2023 hal rekomendasi tata ruang yang ditujukan kepada Dewi Ningsih.

Tak hanya itu saja, hakim juga menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp.2.565.000,-

Dengan keputusan ini, kepada awak media, Kuasa Hukum Penggugat Yulius D. Teuf, SH menegaskan sebagai obyek sengketa Surat Kepala Dinas PUPR dan KP Kota Jayapura selaku Tergugat harus dicabut, dinyatakan batal dan tidak sah.

“Apalagi dia secara sempurna menggunakan surat palsu dan juga dia melanggar Peraturan Daerah Kota Jayapura No, 1 tahun 2014 tentang rencana Tata Ruang Kota daerah Jayapura. Seperti yang tercantum dalam kesimpulan Penggugat,”kata Yulius.

Untuk itu sebagai Kuasa hukum berharap agar yang bersangkutan (Kadis PUPR – KP) tidak lagi menghalangi Pembangunan dari kliennya Dewi Ningsih. Karena pembangunannya dibangun atas tanah milik sendiri. Sesuai sertifikat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Jayapura sebagai Pejabat negara.

Maka hal itu sudah merupakan hak asasi dari kliennya yang sudah tidak bisa diambil alih atau dirampas secara sewenang – wenang dan melawan hukum oleh siapapun. Termasuk Pemerintah yang harus melindungi hak asasi dari warga negara.

“Oleh karena itu putusan Majelis Hakim PTUN Jayapura harus dihargai, dihormati dan ditaati oleh tergugat,” tukasnya.

Proses Pidana Tetap Jalan

Tergugat Kadis PUPR dan KP Kota Jayapura dalam kasus TUN ini punya hak untuk melakukan upaya hukum selanjutnya yakni banding.

“Tetapi proses pidana tetap berjalan. Karena sudah dilaporkan di Polda Papua. Karena dia sempurna, sangat sempurna menggunakan surat palsu,”tekannya.

Kasus pidana ini, sebagai pelapor adalah suami dari Penggugat Dewi Ningsih, yang diharapkan proses hukum pidananya juga harus jalan.

“Karena ini merupakan tindak pidana menggunakan surat palsu. Lepas dari putusan pengadilan TUN. Itu kejahatan dan harus segera diproses, tidak boleh dibiarkan. Nanti kita akan pertanyakan ke Polda mengenai tindak lanjutnya,”tegasnya.

Mantan Jaksa ini memastikan bahwa kliennya juga mengalami kerugian materiil. Dimana biaya yang dikeluarkan untuk proses hukum di PTUN Jayapura. Kemudian tertunda atau terkatung – katungnya proses penerbitan IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) yang diharapkan oleh kliennya.

Sebagai warga negara dan Masyarakat merasa sangat tertekan, karena kliennya membangun diatas tanah miliknya sendiri. Akan tetapi malah dihalangi dengan alasan itu ruang terbuka hijau.

Sementara tanah tersebut diperoleh dari pemilik pertama pada tahun 1986 dan sudah dipagar keliling. Didepannya ada bangunan ruko – ruko. Diatas tanah itu sejak tahun 2006 – 2007, dibangun rumah tinggal dan kos – kosan. Tidak ada tanah kosong disitu.

“Bagaimana dinyatakan sebagai ruang terbuka hijau. Sementara tidak ada orang lain yang bisa masuk secara bebas di lokasi itu. Karena harus melalui pintu yang untuk akses masuk tidak bisa bebas masuk kesitu,”bebernya.

Kalaupun dinyatakan sebagai ruang terbuka hijau. Maka itu merupakan pelanggaran hak asasi kliennya. Pasalnya dalam sertifikat tanah tidak ditulis bahwa tanah tersebut merupakan lahan ruang terbuka hijau.

Diketahui Kasus ini bermula saat Penggugat memiliki sebidang tanah sesuai Sertifikat Hak Milik  No. 00949 tanggal 16 April 2010 seluas 549 meter persegi  yang terletak di Kelurahan Awiyo, yang mana Penggugat mohonkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ditujukan kepada Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu pada tanggal 09 Februari 2023.

Tetapi justru Tergugat diluar kewenangannya menerbitkan objek sengketa, sehingga Penggugat tidak mendapatkan IMB untuk membangun gudang dan rumah tinggal di atas tanah milik Penggugat sendiri.

RLS

Exit mobile version