Begini Alasan Forum Masyarakat Adat Moi Tolak Konferensi LMA Pimpinan Silas Kalami

IMG 20240113 WA0008
Maret Malibela pemilik hak wilayat Malibela Klawalu sedang melakukan penggembokan pintu masuk Gedung Keik Mala Moi, Sabtu (13/01/2024)

Koreri.com, Sorong – Forum Masyarakat Adat Suku Moi menolak dengan tegas konferensi luar biasa yang dilakukan Silas Kalami karena dianggap ilegal.

Penolakan tersebut disampaikan oleh seluruh komponen masyarakat adat suku Moi yang diwakili alumni Himpunan Mahasiswa Moi se-Indonesia (Himamsi) Jhon Malibela dan Ketua Generasi Muda Moi (GMM) Paulus Sufan serta para tokoh lainnya.

Jhon Malibela menyampaikan alasan penolakan tersebut karena konferensi tersebut digelar tanpa melibatkan 7 pilar masyarakat adat suku Moi yang tergabung didalam wadah LMA Malamoi.

“Dan masyarakat adat juga menyampaikan mosi tidak percaya terhadap saudara Silas Kalami dan Ketua Panitia Cartex Malibela cs plus panitia musyawarah besar masyarakat adat Suku Moi baru-baru ini,” tegasnya.

Dikatakan Jhon Malibela, konferensi masyarakat adat Suku Moi (Sabalo) merupakan musyawarah besar pengambilan keputusan masyarakat adat 7 sub suku besar Moi yang mana merupakan agenda rutin 5 tahun sekali untuk memilih Ketua LMA Malamoi.

“Namun kali ini mendapat protes dari masyarakat adat 7 sup suku Moi karena disinnyalir sarat kepentingan,”bebernya.

Desakan itu datang dari masyarakat adat yakni dari pilar-pilar LMA Malamoi, sebagai berikut :

1. Pilar Mahasiswa Moi (Himamsi)
2. Pilar Perempuan Moi (Kebang Saluk
Nelagi Moi)
3. Pilar Intelektual Moi
4. Pilar Pemuda Adat
5. Pilar Generasi Muda Moi (GMM)
6. Pilar Tokoh Masyarakat Moi
7. Pilar Dewan Adat

Pilar-pilar ini, tegas Paulus Sufan, tidak sepakat dengan konferensi luar biasa sehingga kemudian memicu kemarahan masyarakat adat Moi.

Akibatnya, mereka melakukan mosi tidak percaya terhadap Ketua LMA Malamoi Silas Kalami dan Ketua Panitia Cartex Malibela. Alasan mendasarnya yaitu,

1. Sabalo jangan dulu di lakukan karena bertabrakan dengan perayaan hari Natal

2. Ada desakan dari tokoh-tokoh besar Malamoi bahwa Sabalo diundurkan ke Januari 2024 saja.

3. Masyarakat adat menilai Sabolo yang dilakukan ini terindikasi ada boncengan politik dari orang lain yang bukan suku Moi.

4. Proses demokrasi memilih Ketua LMA Malamoi sudah tidak benar dan tidak berdasarkan AD – ART LMA Malamoi. Padahal dalam proses Sabalo tahun-tahun sebelumnya, Ketua LMA Malamoi dipilih oleh pilar-pilar masyarakat adat tadi.

Fakta ini kemudian memicu kemarahan mahasiswa, generasi muda dan perempuan Moi serta elemen lainnya.

“Sabalo ini sarat dengan kepentingan kelompok yang ingin mengacaukan adat istiadat suku besar Moi. Inilah pemicu sehingga terjadi perselisihan,” pungkas Paulus.

ZAN

Exit mobile version