Koreri.com, Jayapura – Polda Papua melalui Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) tetap memproses laporan masyarakat terkait kasus dugaan dokumen sertifikat tanah palsu yang digunakan anak-anak almarhum Rahman Baco untuk mengklaim tanah 100 hektar di Kampung Bibiosi, Dusun Bate, Kabupaten Keerom, Provinsi Papua.
Hal ini disampaikan penyidik Ditreskrimum saat audiens dengan masyarakat adat kampung Bibiosi, Dusun Bate di Mapolda Papua, Kota Jayapura, Selasa (23/4/2024).
Menanggapi hasil audiens dengan penyidik, Kuasa Hukum masyarakat adat Kampung Bibiosi mengapresiasi langkah penyidik Ditreskrimum Mapolda Papua dalam menangani laporan masyarakat terkait penyerobotan tanah menggunakan dokumen sertifikat palsu.
Kuasa Hukum masyarakat adat kampung Bibiosi, Festus Muara Melle mengatakan tujuan masyarakat adat menyurati Kapolda Papua ini hanya satu yaitu ingin pastikan kasus dugaan pemalsuan dokumen sertifikat tanah tetap diproses.
“Jadi setelah ketemu, penyidik memberikan beberapa arahan terkait dengan isi surat dari masyarakat adat Kampung Bibiosi bahwa terkait dengan kasus penyerobotan tanah menggunakan sertifikat palsu sementara on the track,” kata Festus Muara Melle kepada wartawan di Mapolda Papua, Kamis (25/4/2024).
Termasuk juga soal laporan pemotongan dana desa kampung Bate tahun 2017 yang dilakukan oknum Bendahara BPMK Keerom.
“Dalam audiens juga penyidik menyarankan agar laporkan kasus pemotongan dana desa sesuai RAB palsu oknum bendahara BPMK Kabupaten Keerom tahun 2017 untuk dilaporkan ke bagian Tipikor Kriminsus Polda Papua,” ujar Festus.
Sementara laporan masyarakat terkait bekingan oknum anggota Polres Keerom yang merupakan suami dari anak almarhum Rahman Baco agar dilaporkan ke Propam Polda Papua.
Terkait dengan proses hukum kasus dugaan penggunaan dokumen palsu, lanjut Festus, penyidik mendapatkan beberapa bukti terkait dengan dugaan pemalsuan.
“Menurut penyidik itu ada 20 sertifikat yang ditemukan saat berkoordinasi dengan BPN Kanwil Papua,” sambungnya.
Oleh karena itu, berdasarkan pernyataan penyidik bahwa jika dugaan sertifikat itu palsu itu benar maka penyidik langsung tetapkan tersangka oknum yang menggunakan sertifikat palsu itu.
Kendati demikian, kata Festus, penyidik belum menyampaikan 20 sertifikat itu palsu atau bukan karena itu materi penyidikan dan masih dalam proses penyelidikan.
“Jadi, kasus ini tetap diproses lanjut sampai dimana mereka (penyidik) terkendala akan berkoordinasi dengan masyarakat adat melalui kuasa hukum,” jelasnya.
Penyidik juga meminta waktu untuk mencari fakta-fakta baru guna mendukung pengungkapan dugaan sertifikat palsu dimaksud.
Festus kembali menegaskan, agar kasus yang dilaporkan masyarakat ini diharapkan tidak sampai mandek. Dan LBH Papua tetap mengawal kasus ini sampai tuntas hingga para pelaku dijebloskan ke dalam penjara.
“Harapan kami mewakili masyarakat kemarin itu bahwa kasus ini dilanjutkan artinya bahwa masyarakat percaya Kepolisian untuk bisa melihat kasus ini dan cepat diproses,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Kampung Bate Ateng, mengatakan pihaknya ke Polda Papua menanyakan proses hukum atas laporan penyerobotan tanah menggunakan sertifikat palsu, pemotongan dana desa dan bekingan oknum anggota Polres Keerom yang menyebabkan laporan masyarakat mandek.
Dijelaskan, kronologis kasus tersebut bermula dari tahun 2010 dimana almarhum Rahman Baco menawarkan jasa pemasangan listrik di kampung Bate dan Kwimi, Kabupaten Keerom.
Seiring berjalannya waktu, kata Ateng, masyarakat Kampung Bate dan Kwimi bersepakat dengan Rahman Baco untuk pemasangan listrik menggunakan genset milik almarhum Rahman Baco sementara masyarakat memberikan 10 hektar tanah.
Kesepakatan kedua belah pihak terealisasi dimana Rahman Baco pasang listrik di rumah warga dan mendapatkan fee atau imbalan pemasangan listrik berupa 10 ha tanah.
“Jadi, dana desa kampung Bibiosi/Bate dan Kwimi dipotong sebesar Rp. 715 juta dimana setiap tahap pencairan dipotong Rp216 juta lebih untuk biaya pemasangan listrik oleh CV. Ilham Jaya Putra yang anak dari almarhum Rahman Baco dan saudara oknum bendahara BPMK Kabupaten Keerom,” sambung Ateng.
Ternyata, aliran listrik yang dipasang Rahman Baco adalah hasil curian aliran listrik PLN dan bukan dari genset sesuai kesepakatan bersama.
Hasilnya PLN memanggil kedua belah pihak dan menegur Rahman Baco dan meminta untuk dihentikan sehingga Rahman Baco terima teguran PLN dan tidak lanjut pemasangan listrik.
“Nah, dalam kesepakatan itu kami tidak membuat pelepasan tanah sehingga kesepakatan itu batal demi hukum,” katanya.
Kemudian, kata Ateng, tahun 2016 Rahman Baco meninggal dunia sehingga semua kesepakatan batal.
Namun tahun 2017 muncul ketiga anak almarhum Rahman Baco yaitu ilham, Imran dan Is mengklaim tanah 100 ha milik orang tua Rahman Baco dengan menggunakan sertifikat palsu.
“Disinilah masalah muncul sampai sekarang dan masih diproses di Polda Papua, semoga dalam waktu dekat penyidik sudah tetapkan tersangka,” ujarnya.
EHO