Permasalahan (Issue)
Pasal 1 ayat 22 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 masih berlaku dan belum dicabut. Beberapa pihak berpendapat bahwa frasa dalam pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, khususnya mengenai definisi “Orang Asli Papua adalah mereka yang berasal dari rumpun Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai Orang Asli Papua oleh masyarakat adat Papua.”
Kritik terhadap poin “orang yang diterima dan diakui sebagai Orang Asli Papua” muncul dengan alasan bahwa hal tersebut rentan terhadap multitafsir dan berpotensi dimanfaatkan oleh pihak luar Papua untuk meraih kekuasaan. Namun, Majelis Rakyat Papua (MRP) menegaskan bahwa filosofi Otonomi Khusus (Otsus) adalah kebijakan afirmatif untuk melindungi penduduk asli Papua. Otsus seharusnya hanya berlaku bagi Orang Asli Papua, dan calon gubernur atau wakil gubernur yang bukan Orang Asli Papua harus didiskualifikasi dengan pertimbangan dari MRP.
Definisi “orang yang diakui sebagai Orang Asli Papua” atau yang “diangkat oleh suku Papua” sering dianggap ambigu. Kekhawatiran muncul bahwa status ini bisa dimanipulasi oleh mereka yang mendapatkan naturalisasi sebagai Orang Papua, sebagaimana yang diperdebatkan saat ini.
Dasar Hukum (Rules)
– UUD 1945 Pasal 18B ayat (2)
– UUD 1945 Pasal 28D ayat (1)
– Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, Pasal 1 ayat 22
– Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, Pasal 5 ayat 2
– Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 43
– Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 81/PUU-XIV/2016 terkait pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat hukum adat
Analisa Hukum (Analysis)
Majelis Rakyat Papua (MRP) memiliki peran strategis dalam memberikan pertimbangan dan persetujuan terkait keaslian seseorang sebagai Orang Asli Papua. Sesuai dengan mandat undang-undang, dokumen yang menyatakan seseorang diakui sebagai Orang Asli Papua harus diverifikasi oleh MRP. Verifikasi ini krusial untuk menjaga keaslian pengakuan tersebut dan melindungi hak-hak dasar suku-suku asli di Tanah Papua.
MRP bertanggung jawab memastikan bahwa hak-hak masyarakat adat Papua dilindungi dari interpretasi yang menyimpang dari perintah undang-undang. Salah tafsir terhadap pengakuan keaslian Orang Asli Papua dapat melukai hati masyarakat adat Papua yang memberikan pengakuan berdasarkan asal-usul historis. Selain itu, dalam menjalankan perannya, MRP wajib untuk tidak bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus). Setiap keputusan atau pertimbangan yang diambil oleh MRP harus selaras dengan semangat dan tujuan Otsus, yang dirancang untuk melindungi dan memberdayakan masyarakat asli Papua.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 menegaskan bahwa status Orang Asli Papua (OAP) umumnya diwariskan melalui garis patrilineal, sesuai kebiasaan masyarakat adat Papua. Namun, keturunan OAP melalui garis matrilineal sering menjadi bahan perdebatan terkait hak-hak khusus yang diberikan oleh UU Otsus.
Penting diperhatikan bahwa status OAP juga dapat diberikan berdasarkan pengakuan dari masyarakat adat di Papua. Ini menunjukkan bahwa masyarakat adat memiliki peran penting dalam menentukan keaslian seseorang sebagai Orang Asli Papua.
Kesimpulan (Conclusion)
Kewenangan dan hak masyarakat hukum adat Papua, yang jumlahnya sangat beragam, harus dihormati. Hanya mereka yang memiliki otoritas untuk menentukan keaslian seseorang sebagai Orang Asli Papua. Majelis Rakyat Papua, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 Pasal 5 ayat 2, memiliki kewenangan untuk memberikan pertimbangan terkait calon gubernur atau wakil gubernur yang keasliannya sebagai Orang Asli Papua harus dijaga dengan baik, sesuai amanat UUD 1945 Pasal 18B ayat (2).
Sebagai representasi kultural Orang Asli Papua, MRP memiliki peran penting dalam melindungi hak-hak Orang Asli Papua berdasarkan penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama.
Dalam menjalankan peran tersebut, MRP tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) yang merupakan dasar hukum utama dalam perlindungan hak-hak Orang Asli Papua.
MRP harus menjadi garda terdepan dalam melindungi hak masyarakat adat terkait pengakuan seseorang sebagai Orang Asli Papua oleh masyarakat adat Papua.
Hal ini juga dipertegas dalam UUD 1945 Pasal 28D ayat (1), yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Penulis :
* Direktur Eksekutif Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Sisar Matiti