Tolak AFU OAP, DAS Maya: MRP Telah Lecehkan Kami Suku Besar di Raja Ampat

Sekretaris DAS Maya Raja Ampat Fatra Soltif
Sekretaris DAS Maya Raja Ampat Fatra Soltif / Foto : Ist

Koreri.com, Sorong – Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Barat Daya (PBD) telah resmi menyampaikan pertimbangan persetujuan yang tertuang dalam Surat Keputusan MRPBD Nomor : 10/MRP.PBD/2024 tentang Pemberian Pertimbangan dan Persetujuan Terhadap Bakal Calon Gubernur dan Bakal Calon Wakil Gubernur Provinsi Papua Barat Daya yang Memenuhi Syarat Orang Asli Papua pada Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024.

Keputusan ini disampaikan dalam Rapat Pleno Luar Biasa yang dipimpin Ketua Alfons Kambu dan dihadiri 33 Anggota MRPBD bertempat di Rylich Panorama Hotel Sorong, Jumat (6/9/2024) malam.

MRPBD dalam persetujuannya menyatakan 4 pasangan Bakal Cagub – Cawagub PBD periode 2024-2029 yang memenuhi syarat sebagai orang asli Papua berdasarkan hasil verifikasi faktual yaitu,

1. Bernard Sagrim (Bakal Cagub) – Sirajudin Bauw (Bakal Cawagub)

2. Elisa Kambu (Bakal Cagub) – H. Ahmad Nausrau (Bakal Cawagub)

3. Gabriel Asem (Bakal Cagub) – Lukman Wugaje (Bakal Cawagub)

4. Joppy Onesimus Wayangkau (Bakal Cagub) – Ibrahim Wugaje (Bakal Cawagub)

Sementara satu pasangan lainnya dinyatakan tidak disetujui sebagai Orang Asli Papua yaitu Abdul Faris Umlati (Bakal Cagub) dan Petrus Kasihiw (Bakal Cawagub).

Atas hal itu, Dewan Adat Suku Maya langsung angkat bicara.

Majelis Rakyat Papua Barat Daya dinilai telah melanggar undang-undang otonomi khusus dengan tidak mengakomodir Abdul Faris Umlati, sebagai OAP yang mempunyai garis keturunan dari ibu.

Sekretaris DAS Maya Raja Ampat Fatra Soltif mengaku bahwa putusan MRPBD yang menolak AFU sebagai anak asli Papua garis keturunan perempuan Papua menyalahi UU Otsus Papua.

Dalam UU Otsus Papua menyebutkan bahwa orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua, dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua.

Kata Fatra, pihaknya tak terima dengan Putusan MRP yang menolak Abdul Faris Umlati sebagai anak asli Papua.

Verifikasi faktual yang dilakukan oleh MRP PBD menurutnya tidak adil, karena ada tendensi kepentingan kelompok yang ingin menghalang AFU sebagai Calon Gubernur PBD.

“Verifikasi yang dilakukan MRP PBD itu tidak maksimal, seharusnya verifikasi faktual tersebut melihat AFU ini adalah marga asli Sanoy atau bukan, tapi yang terjadi MRP PBD mengklarifikasi ke semua suku yang ada, harusnya verifikasi antara AFU ke marga Sanoy. Bukan marga Sanoy ke suku-suku lain,” tutur Fatra kepada wartawan, Sabtu (7/9/2024)

Mirisnya, Tim Verifikasi Faktual MRP PBD pun tidak hadir di Kampung Waigama Kabupaten Raja Ampat untuk mengklarifikasi AFU sebagai anak Papua garis keturunan Ayah.

Padahal, kelompok masyarakat adat Maya di Kampung Waigama telah menuggu kedatangan MRPBD untuk dimintai keterangan.

Tak hanya itu, proses verifikasi yang dilakukan MRP juga dinilai tak benar, karena DAS Maya yang mengeluarkan rekomendasi AFU sebagai anak Papua tidak diberitahukan sebelumnya, Bahkan, Tim Sukses dari pasangan Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw pun tak diberitahukan perihal verifikasi faktual keaslian OAP.

“MRP juga tidak verifikasi di kampung Waigama dari garis keturunan ayah. MRPB juga tidak memberitahukan Dewan Adat Suku Maya terkait verifikasi, padahal DAS Maya yang merekomndasikan AFU sebagai OAP,” tegas Fatra.

Ia juga mengaku bahwa Tim Verifikasi Faktual MRPBD sudah tidak steril karena tim yang ikut bersama melakukan verifikasi faktual, bukanlah orang atau anggota MRPBD, melainkan masyarakat yang diduga akan mengintervensi warga kampung selama verifikasi berlangsung.

“Harus steril dalam melakukan verifikasi, tidak boleh ada orang lain dalam tim verifikasi, karena dampaknya akan memprovokasi masyarakat yang ada di kampong Kabare. MRP telah melecehkan kami suku besar di Raja Ampat, padahal kami dilindungi oleh UU Otsus. Tidak ada klausal yang menjatuhkan AFU sebagai OAP” tegasnya.

Oleh karena itu, Fatra menegaskan kepada KPU PBD agar dalam menetapkan bakal Cagub PBD menjadi Calon Gubernur harus merujuk pada Peraturan KPU, UU Otsus maupun Peraturan Dalam Negeri.

“KPU dalam menetapkan calon besok ditanggal 22 September 2024, harus merujuk pada aturan di Indonesia seperti PKPU, UU Otsus maupun Permendagri. Tidak boleh pakai keputusan semu yang disepakati oleh MRP se tanah Papua. Ingat MRP ada karena ada rekomendasi masyarakat adat,” tegas Fatra.

TIM

Exit mobile version