Sorotan : MRP PBD Gagal Fokus dan Tak Miliki Landasan Hukum yang Kuat

Direktur Eksekutif YLBH Sisar Matiti Yohanes Akwan, SH, MAP / Foto : Ist
Direktur Eksekutif YLBH Sisar Matiti Yohanes Akwan, SH, MAP / Foto : Ist

Koreri.com, Sorong – Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Barat Daya (PBD) menggugat pencalonan pasangan Abdul Faris Umlati (AFU) dan Dr. Ir. Petrus Kasihiw, MT.

Upaya hukum yang dilakukan oleh lembaga kultur adat Papua ini menuai kritik tajam.

Direktur Eksekutif YLBH Sisar Matiti Yohanes Akwan, SH, MAP menyebut langkah tersebut tidak berdasar hukum yang kuat dan dapat memicu kegaduhan publik.
Menurutnya, MRP seharusnya fokus pada perjuangan hak-hak dasar masyarakat adat ketimbang terseret dalam urusan politik praktis.

Ia menegaskan bahwa MRP bukanlah peserta Pemilu sehingga tidak ada alasan untuk merasa dirugikan oleh pencalonan AFU-Piet.

“Semakin mereka menempuh upaya hukum, semakin kuat dugaan bahwa mereka berupaya menghilangkan hak asal-usul dan hak konstitusional dari calon yang sah. Ini justru membuka tabir adanya niat untuk merongrong keabsahan pencalonan yang sudah sesuai aturan,” beber Yohanes dalam keterangannya.

Yohanes juga mengingatkan MRP untuk menghormati proses hukum dan aturan main yang telah ditetapkan, merujuk pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 11 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilihan.

Ketentuan ini menegaskan bahwa masa 14 hari kerja untuk mengajukan sengketa sudah terlewati, sehingga MRP seharusnya tidak lagi melakukan upaya hukum yang bersifat menggagalkan tahapan pemilu.

KPU Sudah Sesuai Aturan
Dalam pernyataannya, Yohanes juga menyinggung kinerja KPU Papua Barat Daya yang dianggapnya telah menjalankan tugas sesuai aturan yang berlaku.

Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, KPU PBD dinilai sudah bertindak cermat dan sesuai dengan peraturan yang ada.

“KPU sudah mempertimbangkan segala aspek, termasuk putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29/2011 yang menyangkut syarat keaslian Orang Asli Papua (OAP) dengan dua pendekatan: garis keturunan dan pengakuan. Ini selaras dengan putusan MK Nomor 93/PUU-XXII/2024 yang mengatur syarat keaslian OAP dalam UU Otonomi Khusus Papua,” tambahnya.

Pesan untuk MRP: Kembali pada Tupoksi
Yohanes mengimbau agar MRP Papua Barat Daya kembali pada tugas pokok dan fungsinya. Menurutnya, MRP di wilayah lain tetap tenang dan tidak terlibat dalam kegaduhan seperti yang terjadi di Papua Barat Daya.

“MRP harus independen karena yang maju dalam pilkada ini adalah anak-anak asli Papua. Mari dorong pendidikan politik dan demokrasi yang sehat, bukan provokasi yang justru memicu keresahan publik. Tahapan dan jadwal pemilu sudah jelas, biarkan KPU menjalankan tugasnya,” tegas Yohanes.

Ada Apa di Balik Kegaduhan MRP PBD?
Kritik dari Yohanes Akwan ini menimbulkan pertanyaan besar: apa yang sebenarnya terjadi di balik sikap MRP Papua Barat Daya yang seolah ingin mengganggu proses pemilu? Publik diminta untuk tidak terprovokasi dan tetap tenang menyikapi situasi yang berkembang.

“Publik jangan mudah terpancing isu sesat yang mengaburkan fakta. Biarkan penyelenggara pemilu bekerja sesuai kewenangannya,” tutup Yohanes Akwan.

RED

Exit mobile version