Rekomendasi Bawaslu PBD Terhadap Paslon ARUS Dipersoalkan

Yohanes Akwan 10
Pengamat hukum dan Direktur Eksekutif YLBH Sisar Matiti, Yohannes Akwan, S.H., M.AP / Foto : Ist

Koreri.com, Sorong – Polemik tentang prosedur penyidikan Tindak Pidana Pemilihan (TP Pemilihan) oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Papua Barat Daya masih terus berlanjut.

Bawaslu dianggap melampaui prosedur dalam mengeluarkan rekomendasi terhadap pasangan calon (Paslon) ARUS yang bertarung dalam pemilihan gubernur.

Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2015, penghitungan hari dalam aturan pemilihan dinyatakan sebagai “hari kalender,” yang berbeda dengan pengaturan Peraturan Bersama Bawaslu, Polri, dan Jaksa (PERBER) No. 1, 5, dan 14 Tahun 2020 yang mendefinisikan hari sebagai “hari kerja.”

Perbedaan interpretasi ini dinilai menyebabkan ketidakpastian waktu penyidikan yang bertentangan dengan hierarki hukum.

Pengamat hukum dan Direktur Eksekutif YLBH Sisar Matiti, Yohannes Akwan, S.H., M.AP., menyoroti tindakan Bawaslu memberikan rekomendasi pelanggaran administrasi terhadap pejabat terkait penunjukan pelaksana tugas (Plt) kepala kampung di Kabupaten Raja Ampat tidak didukung bukti kuat.

“Jika tidak ditemukan unsur pidana, rekomendasi Bawaslu semestinya tidak dikeluarkan,” jelas Akwan.

Dia menegaskan bahwa rekomendasi seharusnya berdasarkan pelanggaran nyata terhadap aturan Pemilu.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), seseorang yang diduga melakukan pelanggaran ringan hanya dapat dipanggil satu kali. Namun, tindakan Bawaslu yang menerbitkan rekomendasi administratif berulang dianggap melanggar etika dan prosedur hukum yang berlaku.

Menurut Akwan, tindakan ini tergolong sebagai pelanggaran kode etik, karena tim penegakan hukum terpadu (Gakkumdu) tidak menemukan unsur pidana setelah proses klarifikasi selama 14 hari.

KPU Tidak Terikat pada Rekomendasi Bawaslu yang Cacat Prosedural

Komisi Pemilihan Umum (KPU) PBD memiliki kewenangan independen untuk tidak menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu jika dinilai cacat prosedur atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sesuai prinsip independensi penyelenggara pemilu, rekomendasi Bawaslu bersifat saran yang tidak mengikat, dan KPU berhak menolak rekomendasi yang dianggap tidak sesuai.

Jika rekomendasi tersebut tidak berdasarkan bukti kuat atau bertentangan dengan ketentuan hukum yang lebih tinggi, KPU dapat menolak rekomendasi tanpa kewajiban memberikan penjelasan resmi.

Hal ini sejalan dengan prinsip yang diatur dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Polemik Penunjukan Plt Kepala Kampung

Terkait polemik penunjukan Plt kepala kampung di Darumbab, Kabilol, dan Kalisade, Bawaslu menilai terdapat pelanggaran administrasi dalam surat penunjukan yang dikeluarkan oleh Bupati.

Berdasarkan Surat Edaran (SE) Badan Kepegawaian Negara No. 1 Tahun 2021, Plt hanya boleh diangkat jika pejabat definitif berhalangan tetap, sedangkan Pelaksana Harian (PLH) diangkat jika berhalangan sementara.

Ketentuan ini bertujuan menjaga jabatan kepala kampung yang seharusnya diisi oleh figur yang dipilih rakyat, kecuali ada alasan hukum untuk mengganti pejabat seperti kematian atau pengunduran diri.

Keputusan Bupati Abdul Faris Umlati dalam menunjuk Pelaksana Tugas (PLT) kepala kampung di Darumbab, Kabilol, dan Kalisade mendapatkan dukungan dari sejumlah pihak yang menilai langkah ini sebagai solusi tepat di tengah polemik hukum.

Penunjukan tersebut dilakukan dengan alasan mendesak terkait tugas pejabat desa yang dianggap tidak berjalan optimal, mengingat adanya dugaan penyalahgunaan anggaran dan ketidakhadiran dalam tugas.

Menurut Surat Edaran BKN No. 1 Tahun 2021, Plt diperbolehkan untuk mengisi jabatan kosong apabila pejabat definitif tidak mampu melaksanakan tugasnya karena alasan yang jelas.

Keputusan ini dianggap sesuai dengan prinsip dalam Undang-Undang Desa yang mengatur agar roda pemerintahan desa tetap berjalan dalam kondisi tertentu.

Langkah ini juga sejalan dengan Permendagri No. 82 Tahun 2015, yang memperbolehkan pengisian Plt untuk masa waktu terbatas, sehingga tidak mengganggu pelayanan masyarakat.

Bawaslu PBD Akan Dilaporkan ke DKPP

Berdasarkan tuduhan pelanggaran prosedur, pihak yang merasa dirugikan berencana melaporkan anggota Bawaslu PBD ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Langkah ini diambil untuk menjaga integritas proses Pemilu dan memastikan tugas Bawaslu berjalan sesuai peraturan.

Rekomendasi Bawaslu yang meminta KPU mendiskualifikasi pasangan ARUS dianggap tidak sah berdasarkan Pasal 71 ayat (5) dalam UU No. 10 Tahun 2016, yang hanya memperbolehkan diskualifikasi jika unsur pelanggaran sebagaimana dalam Pasal 71 ayat (2) dan (3) terpenuhi.

Dalam hal ini, Bupati yang menunjuk PLT kepala kampung bukanlah petahana yang mencalonkan diri kembali, sehingga tidak merugikan pasangan calon lain. Penunjukan PLT dilakukan karena pejabat distrik dan kepala kampung di wilayah terkait diduga melanggar tugasnya, sehingga tindakan Bawaslu mengeluarkan rekomendasi diskualifikasi terhadap pasangan ARUS dianggap tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

Tindakan ini menunjukkan perlunya peningkatan konsistensi prosedur dan kepatuhan terhadap hierarki peraturan, sehingga integritas pemilu dapat terjaga.

RED

Exit mobile version