Koreri.com, Saumlaki – Di sebuah desa bernama Amdasa, di Kecamatan Wertamrian, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku berdiri megah sebuah bangunan yang kini menjadi kebanggaan masyarakat setempat.
Namanya Gereja Santa Maria Bunda Allah atau yang akrab disebut “Gereja Batu.”
Resmi diberkati dan digunakan pada Sabtu (28/12/2024), bangunan ini bukan sekadar tempat ibadah, tetapi juga simbol persatuan, gotong royong, dan harapan baru bagi komunitasnya.
Kehadiran Uskup Diosis Amboina, Mgr. Seno Inno Ngutra, dan Penjabat Bupati Kepulauan Tanimbar Alawiyah Fadlun Alaydrus menjadi momen bersejarah dalam peresmian gereja ini.
Lebih dari 3.000 umat hadir, memenuhi lokasi dengan semangat doa dan syukur.
Dalam sambutannya, Uskup Seno mengingatkan bahwa meskipun gereja ini tersusun dari batu-batu mati, sejatinya umatlah yang menjadi batu-batu hidup yang memancarkan keindahan iman.
“Anda sekalian sungguh sangat luar biasa, telah menunjukkan persatuan, cinta, dan saling memaafkan. Ini adalah pondasi kuat sehingga batu-batu mati ini bisa tersusun rapi menjadi sebuah bangunan yang indah,” ujar Uskup Seno penuh haru.
Gereja Santa Maria Bunda Allah dirancang dengan arsitektur unik berbentuk salib, memadukan gaya tradisional dan modern yang menyatu harmonis dengan lingkungan sekitarnya.
Berdiri di atas lahan seluas 3.100 meter persegi, gereja ini memiliki luas bangunan 1.000 meter persegi dengan tinggi 13 meter. Sebuah patung Santa Maria Bunda Allah setinggi 3 meter dari tembaga menjadi daya tarik utama di depan gereja, menyambut umat yang datang untuk berdoa.
Gotong Royong di Balik Keajaiban Arsitektur
Proses pembangunan gereja ini adalah kisah gotong royong yang menggugah hati.
Tujuh relawan dari Jakarta, termasuk dua keturunan asli Desa Amdasa, bersama masyarakat setempat bahu-membahu mengumpulkan material seperti batu dan kayu. Bertahun-tahun lamanya, kerja keras dan doa mereka akhirnya membuahkan hasil.
“Gedung gereja ini adalah simbol doa dan kerja keras yang telah kami lakukan bersama. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama proses pembangunan,” ungkap Edoardus Enrico F. Refwalu, Ketua Panitia Pembangunan Gereja cabang Jakarta.
Fasilitas gereja ini juga tak kalah istimewa. Terdapat taman doa, jalan salib, Goa Maria, dan menara lonceng setinggi 7,3 meter, menjadikannya tempat yang ideal untuk kegiatan rohani dan refleksi.
Lebih dari Sekadar Tempat Ibadah
Penjabat Bupati Alawiyah Fadlun Alaydrus melihat Gereja Batu ini sebagai bukti nyata persatuan dalam keberagaman.
Dalam sambutannya, ia berharap gereja ini tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga pusat pembinaan rohani, pendidikan, dan pelayanan sosial yang memberi manfaat bagi seluruh masyarakat tanpa memandang perbedaan.
Desa Amdasa, dengan populasi sekitar 775 jiwa yang mayoritas bekerja sebagai nelayan dan petani, kini memiliki ikon baru yang membawa semangat baru.
Kehadiran Gereja Batu diharapkan menjadi pusat kegiatan rohani, sosial, dan budaya, sekaligus tujuan wisata rohani bagi umat Katolik di seluruh Indonesia.
Harapan yang Tertanam di Desa Amdasa
Melalui dedikasi dan doa yang melandasi pembangunan ini, Gereja Santa Maria Bunda Allah kini berdiri sebagai simbol harapan. Sebuah bangunan yang tidak hanya mencerminkan keindahan fisik, tetapi juga kekuatan cinta, persatuan, dan kebersamaan.
Di tengah hiruk-pikuk dunia modern, Gereja Batu di Desa Amdasa menjadi pengingat bahwa dengan gotong royong dan semangat persatuan, tidak ada mimpi yang terlalu besar untuk diwujudkan.
NKTan