Koreri.com, Manokwari – Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPR Papua Barat (PB) telah merespon berbagai hal yang berkaitan dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Anggaran.
Sikap tersebut lantaran adanya aspirasi dari berbagai kalangan di Provinsi Papua Barat termasuk juga membangun komunikasi strategis dengan para kolega di DPR se-Tanah Papua.
“Ini sikap kita terhadap berbagai aspirasi yang disampaikan oleh teman-teman dari elemen masyarakat, Parjal, mahasiswa dan teman-teman dari Asosiasi Pengusaha Papua itu yang beberapa waktu lalu menyampaikan aspirasinya di DPR Papua Barat,” terang Ketua Bapemperda DPR PB Amin Ngabalin, S.Pi kepada Koreri.com di Manokwari, Rabu (5/3/2025).
Kemudian menindaklanjuti itu, pihaknya sementara menyusun draft kajian-kajian terkait dengan Inpres Nomor 1 Tahun 2025 yang diakuinya telah berdampak sangat luar biasa terhadap berbagai sektor.
Ngabalin secara khusus menyinggung soal program makan bergizi gratis.
“Jadi berkaitan dengan Inpres itu ada dalam kajian kita,” lanjutnya.
Hal itu mengingat sikap DPR PB terhadap Inpres tadi sehingga harus ada langkah-langkah strategis yang memang harus dilakukan.
“Langkah pertama kita akan berkoordinasi dengan teman-teman di Provinsi Papua Barat Daya. Dan yang selanjutnya, saya belum bisa menyampaikan secara terbuka karena memang masih dalam proses biar tidak mengganggu hal-hal yang lain,” sambungnya.
Tapi yang paling penting, dari semua penyampaian teman-teman DPR PB secara keseluruhan khusus terkait dengan Inpres 1 Nomor 2025 ini telah sampai pada sebuah kesepakatan.
“Kita akan meminta Pemerintah dalam hal ini Presiden dan Menteri Dalam Negeri kemudian Menteri Keuangan untuk paling tidak meninjau kebijakan Inpres ini. Dan pastinya akan ada langkah-langkah stategis yang selanjutnya akan kami informasikan kepada teman-teman dan masyarakat Papua Barat,” tegasnya.
Ngabalin mengakui hingga saat ini pihaknya masih dalam pembahasan internal. Juga termasuk ada langkah-langkah strategis dan komunikatif yang sementara dibangun dengan teman-teman di DPR se-Tanah Papua.
“Karena bagaimanapun kita ada pada sebuah wilayah yang diberikan negara sebuah karunia Undang-undang Otonomi Khusus sehingga perlakuan negara kepada Tanah Papua itu harus mengacu pada perlakuan khusus,” pungkasnya.
Perlu diketahui, di seluruh Tanah Papua diberlakukan UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus sebagaimana perubahan atas UU No 21 Tahun 2001.
Dalam rangka pelaksanaan Otsus untuk melakukan percepatan program dan kegiatan di wilayah Papua, maka ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2023 tentang Rencana Induk Percepatan Pembangunan (RIPP) Papua Tahun 2022-2041
Sebagaimana dimaksud pada Pasal 2, RIPP Papua berlangsung dalam jangka waktu 20 tahun dengan diselaraskan dan disinkronkan dengan RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang).
RIPP ini juga menjadi pedoman bagi Badan Pengarah Papua (BP3OKP), Menteri/kepala lembaga, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi Papua, MPR, DPRP, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, DPRK, dunia usaha dan masyarakat sebagaimana dimaksud pada Pasal 3.
Kaitannya dengan itu maka pemberlakuan Inpres Nomor 1 Tahun 2025 sangatlah bertentangan dengan UU Otsus 2 Tahun 2021 dan turunannya yaitu Perpres 24 Tahun 2024.
KENN