Opini  

Menanti Ujung Cerita 4 Perkara UU ITE Tersangka Panji Agung Mangkunegoro

Oleh : Panji Agung Mangkunegoro

Panji Agung Mangkunegoro web

Koreri.com – Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau yang sering disingkat UU ITE kini kembali menjadi momok yang menakutkan.

Apalagi di perhelatan Pemilu 2024, UU itu marak digunakan untuk mengkriminalisasi dan mendelegitimasi para lawan politik.

Menyimak kronologi histori Pilkada 2024 lalu saya akui terasa sangat panjang dan melelahkan bagi dua tim sukses pasangan calon Kepala Daerah Papua setelah duet Matius D. Fakhiri – Aryoko Rumaropen yang khas dikenal dengan jargon MARI-YO ini menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) hingga berujung pembatalan keputusan KPU Provinsi yang memenangkan pasangan Benhur Tomi Mano – Yermias Bisai (BTM-YB).

Di kontestasi sebelumnya, duet BTM-YB ini tampil sebagai pemenang dengan raihan suara terbanyak. Namun kemudian dibatalkan karena proses administrasi pasca gugatan MARI-YO di MK hingga berujung keputusan pemungutan suara ulang (PSU) pada Agustus 2025 mendatang.

Masih berkaitan dengan pengantar awal tulisan ini, saya ingin mengajak publik untuk bersama-sama mengulas kembali kronologi drama berjudul Sinetron Pilkada 2024 yang telah berlalu.

Mulanya KPU Provinsi Papua membuka pendaftaran paslon pada tanggal 30 Agustus 2024 hingga penetapan paslon pada tanggal 23 September 2024.

Di rentang waktu tersebut, salah satu bakal calon Gubernur atas nama Matius D. Fakhiri melepas jabatannya sebagai Kapolda Papua pada 3 September 2024.

Berselang lebih kurang sebulan kemudian munculah rekaman suara Christian Sohilait yang saat itu berposisi sebagai Penjabat Wali Kota Jayapura.

Rekaman berdurasi 9.36 menit ini langsung viral hingga menuai pro dan kontra publik karena isi percakapannya di tuding mengandung konteks dan strategi politik terhadap salah satu paslon Pilgub Papua atas nama Matius D. Fakhiri alias MDF yang langsung tersebar luas.

Tak sampai disitu, rekaman tersebut kemudian direspon relawan hingga para loyalis BTM – YB yang langsung melakukan aksi demo pada beberapa titik diantaranya di kantor Wali Kota Jayapura dan kantor Gubernur Papua.

Mereka menuntut dan menyuarakan soal UU Netralitas ASN dan TNI-Polri hingga akhirnya suara rekaman Pj Wali Kota Jayapura diperdengarkan saat berlangsung rapat di Parlemen RI yang saat itu dihadiri Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.

Gelombang kritik publik pun semakin tak terbendung di media sosial hingga hari pencoblosan 27 November 2024.

Dan bersamaan di bulan itu pula, hasil investigasi saya selaku Ketua LSM Gempur Papua menemukan fakta status Matius D. Fakhiri yang ternyata belum resmi mengundurkan diri dari Kepolisian.

Temuan ini langsung direspon dan kemudian dipublis secara masif ke ruang-ruang publik sebelum hari H pencoblosan.

Laporan Pelanggaran UU ITE

Kritikan pedas serta bukti fakta yang saya tuangkan di media sosial ini tak ayal membuat geram kubu MDF hingga sang Pj Wali Kota Jayapura yang tak terima dengan semua itu.

Singkatnya dan sesuai perkiraan, saya kemudian dilaporkan ke Polda Papua pada Januari 2025 bersamaan dengan proses gugatan sengketa Pilkada oleh paslon MARI-YO di MK hingga berujung putusan digelarnya PSU di Provinsi Papua induk.

Ternyata senjata UU ITE ini kembali menjadi produk hukum yang kental bernuansa politik digunakan oleh para pejabat anti-kritik yang bertujuan untuk membungkam orang-orang seperti saya dan mereka-mereka yang bersuara keras mengkritiisi penyelenggara dan paslon Pilgub Papua.

Kita semua tahu, momen Pilkada 2024 berujung PSU 2025 ini semakin seru karena partisipasi publik di media sosial Facebook masih menjadi acuan utama dalam mengolah informasi dan tempat berlangsungnya debat hingga adu argumen antar pendukung masing-masing paslon Pilgub.

Sehingga menurut saya tidaklah fair ketika ada salah satu paslon kepala daerah yang melaporkan Panji Agung Mangkunegoro alias saya sendiri ke Polda Papua.

Dan perlu publik ketahui, bahwa saya telah berstatus TERSANGKA!!!

Tak tanggung-tanggung status TERSANGKA saya ini untuk tiga laporan polisi (LP) terkait dugaan pelanggaran UU ITE tepat di momen Pilkada Papua 2024.

Padahal diperhelatan Pilkada ini adalah momennya berdebat atau adu argumentasi dalam mempertahankan opini dan kritikan terhadap nuansa dinamika politik antar pendukung dua kandidat paslon.

Fakta lainnya yang perlu publik ketahui juga, saya bahkan dua kali diburu pihak aparat Kepolisian Polda Papua hingga ke Pulau Jawa.

Pengejaran pertama itu terjadi di Cirebon, Provinsi Jawa Barat tepat pada tanggal 12 Maret 2025 namun gagal karena saya keburu kabur.

Saya kabur melalui atap rumah tetangga dan kemudian lompat ke sawah demi menyelamatkan diri dari kejaran polisi.

Tapi nasib berbeda saya alami di pengejaran kedua. Karena saya akhirnya tertangkap di Solo, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 18 Maret 2025.

Saya diamankan oleh tim Siber Polda Papua dan diterbangkan langsung ke Jayapura.

Tak hanya itu, dalam proses penetapan tersangka UU ITE, sebanyak 8 unit HP dan laptop saya disita tim Siber Polda Papua termasuk akun Fb atas nama Panji Agung Mangkunegoro II yang diklaim telah digunakan memviralkan semua pelanggaran dan berbagai fakta selama momen Pilkada Papua berlangsung.

Namun anehnya, Tim Siber Crime Polda Papua hingga saya menulis opini ini belum juga melakukan press rilis sekaligus menjelaskan ke publik mengenai status tersangka saya dan siapa pelapor kasus pencemaran nama baik UU ITE Panji Agung Mangkunegoro.

Seharusnya itu dilakukan agar ada kepastian dan kejelasan kepada publik atas semua proses penangkapan yang telah diviralkan di media sosial oleh tim MDF.

Publikpun sedang menunggu penjelasan Kapolda Papua terkait penerapan UU ITE di Pilgub Papua yang disangkakan kepada Panji Agung Mangkunegoro alias saya sendiri.

Kita semua tidak bisa pungkiri kalau menjelang PSU Agustus 2025 mendatang, publik disuguhkan banyak kasus pelaporan ke Polda Papua oleh Calon Gubernur MDF.

Dan publik menilai pula bahwa jelas-jelas penetapan status tersangka Panji Agung Mangkunegoro sangat kental dan bernuansa politik.

Ada apa dengan Polda Papua? Hingga harus bekerja keras menggiring saya menjadi tersangka UU ITE.

Padahal selama Pilkada berjalan, semua kritikan sesuai kenyataan dan fakta yang terjadi di lapangan.

Perdebatan politik para pendukung kedua paslon selama momen Pilkada menjadi ajang uji nyali dan penggodokan mental bagi dua kontestan Pilgub Papua BTM – (YB) CK dan MDF – AR.

Dan dari arena ini publik akan menilai figur siapa yang tahan banting dan tidak anti-kritik. Maka dialah yang akan mendapatkan simpati publik.

Efek publik hingga elektabilitas paslon dalam PSU Pilgub Papua tergantung sikap dan gestur politik masing-masing kandidat dalam menyikapi setiap ktitikan masyarakat selama Pilkada berlangsung.

Hati-hati jika kepentingan politik ada dibalik penerapan UU ITE selama Pilkada Papua bermodus pembungkaman publik.
Saya meyakini jika aroma politis dibalik modus keberpihakan ini akan berdampak pada nama baik institusi Polri di mata masyarakat.

Akankah institusi Polri akan memaparkan dan mengklarifikasi ke publik terkait dugaan kriminalisasi dibalik penangkapan Panji Agung Mangkunegoro?

Perlu juga saya sertakan daftar 4 LP tersangka UU ITE atas nama TERSANGKA Panji Agung Mangkunegoro.

1. MDF sebagai pelapor berupa 3 postingan terkait Pilkada 2024, Visi-misi MDF, Mobilisasi masa MDF di Sarmi dan Video Live Fb yang di edit oleh Tim MDF.

2. Cristian Sohilait sebagai pelapor berkaitan Suara Rekaman Penjabat Wali Kota Jayapura durasi 9.36 menit dan postingan Video Audio yang pernah saya laporkan ke Bawaslu Provinsi Papua.

3. Komisioner KPU Kota Jayapura berkaitan kritikan saya tentang suara Japsel 9000 fiktif, MDF dan penyebutan kodok KPU.

Dan satu lagi,

LP Kepala SMU Negeri 1 Keerom berkaitan saya membela para guru SMU 1 Keerom dengan menyebutkan kepala sekolah wajib diperiksa Inspektorat karena ada temuan dugaan korupsi Dana BOS selama menjabat.

Ke 4 LP ini diproduksi secara masif dalam waktu 4 hari, saya berstatus saksi hingga tersangka UU ITE. Dan setelah Lebaran , berkas dilimpahkan ke Kejaksaan.

Jadi 3 LP adalah murni tentang Pilkada Papua 2024 dan 1 LP karena membela hak-hak guru SMU 1 Keerom yang sedang saya hadapi.

Mari kita nantikan bersama alur akhir cerita Sinetron PSU Pilgub Papua 2025.

Salam Demokrasi !
Manusia Biasa

Exit mobile version