Koreri.com, Jayapura – Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Provinsi Papua lantaran satu peserta Pilkada yakni Yeremias Bisai (YB) yang menjadi Calon Wakil Gubernur dari Benhur Tomi Mano (BTM) didiskualifikasi karena dianggap melanggar aturan administrasi saat melakukan pendaftaran ke KPU.
Keputusan ini lantas menunda kemenangan BTM – YB saat itu yang unggul suara atas pasangan Matius D. Fakhiri dan Aryoko Rumaropen (MARI-YO) hingga membuat banyak kalangan terutama para konstituen pendukungnya kecewa berat.
Bahkan BTM sendiri seperti tampak dalam video yang beredar luas sedang menguatkan para konstiuennya yang tampak murung dan kecewa.
Namun tak berselang beberapa hari, langkah politik pun diambil dengan cepat. Seolah BTM sangat siap dengan segala keputusan yang ada.
Menunjukkan sikap politisi kelas wahid, ia pun segera berkoordinasi dengan partai pendukung yakni PDI Perjuangan untuk membahas calon wakil gubernurnya.
Dari berbagai kesempatan BTM menyampaikan bahwa ia “Dilamar” oleh lebih kurang 30 tokoh untuk mendampinginya sebagai Wakil Gubernur. Dan dari 30 nama itu, kemudian ditapis hingga tersisa 3 nama.
Dalam kurun waktu tak sampai seminggu, Ibu Megawati Soekarno Putri, Ketua Umum PDIP memutuskan nama Constant Karma sebagai Calon Wakil Gubernur Papua mendampingi BTM sebagai Paslon Nomor Urut. 1
Dalam beberapa kesempatan BTM menyebut bahwa pilihan dia kenapa bisa jatuh kepada Constant Karma? Selain karena itu keputusan Megawati Soekarno Putri selaku Ketua Umum DPP PDIP, BTM tentu mendalami profil calon Wakil Gubernurnya itu.
Ia yang juga seorang politisi “lurus” menyebut Constant Karma (CK) adalah Birokrat “Lurus” dan “Bersih” semasa baktinya tiada henti memberi diri dan hadir di tengah masyarakat Papua. Hal lainnya tentu CK merupakan putra terbaik yang pernah dilahirkan di Tanah Saireri.
Wakil yang Tepat di Momen yang Tepat
Pemilihan nama Constant Karma, sebagai calon Wakil Gubernur bukan keputusan amatir sebagaimana dikomentari banyak orang, yang meng-isu-kan pria bergelar dokter hewan itu terlalu tua, tidak produktif, dan terkesan hanya “Dompleng” nama.
CK mungkin tidak populer di kalangan sebagian Gen Z dan sebagian milenial yang menyinyir. Ketokohannya di Tanah Papua ini adalah cerita fenomenal bagi beberapa tokoh Papua terutama di kalangan birokrat.
Karirnya bersih dan cemerlang, teruji ketika menjadi Sekda Papua, Wakil Gubernur hingga Pejabat Gubernur Papua. Diakhir masa baktinya sebagai birokrat, ia diamanahkan sebagai pengurus Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Provinsi Papua. Prestasinya menekan angka persebaran HIV/AIDS dengan program sirkumsisi.
Pelibatan dan keaktifanya dalam kegiatan sosial – keagamaan pun tak luput, CK merupakan aktivis gereja yang seumur hidupnya dihabiskan untuk pelayanan kepada umat.
Selain itu, kiprahnya di politik pun bukan perkara sepeleh. CK adalah tokoh senior partai Golkar, yang saat ini menjabat Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Papua sejak 2023 hingga sekarang.
Sebelum diberlakukannya UU ASN terbaru yang melarang ASN berpolitik, CK adalah salah satu tokoh yang menghadirkan dan membesarkan partai berlambang pohon beringin itu di Papua atau dahulu dikenal dengan Provinsi Irian Jaya.
Proyeksi Pemimpin Papua
Pemilihan Gubernur Provinsi Papua “Episode Kedua” menghadirkan iklim yang berbeda dengan pemilihan sebelumnya. Perang para “Buzzer” dan para kreator media sosial semakin panas dan beringas.
Terutama menyoal perkara – perkara yang sebetulnya adalah Fakta Empirik semisal tuduhan paslon BTM – CK yang menggunakan Politik Identitas, dengan terus menarasikan soal kalimat “Anak Asli” Tabi – Saireri.
Bagaimana bisa seorang yang berangkat dari identitas tersebut harus menafikan Indentitas Budaya dan Kedaerahanya hanya untuk membuat puas hati para tim “abal – abal” dari MDF-AR ??
Sementara kita ketahui bersama, kontur dan kultur peradaban masyarakat Papua tidak terlepas dari subjektifitas budaya dan kesukuan, yang itu saling terakulturasi dan terartikulasikan dengan baik sehingga terjalin komunikasi antar budaya yang epik, mengharmonisasi hubungan sosial dan mendukung jalannya pembangunan.
Jika itu kemudian yang mendaratkan hati rakyat Papua terutama yang berada di pelosok, dan pedalaman – pedalaman hutan kepada calon nomor urut 1 ini bukanlah hal berdosa ataupun melanggar konstitusi, ibarat pelatah “Dimana Bumi Dipijak, Disitu Langit Dijunjung” ungkapan yang relevan dengan sosial-budaya masyarakat Papua.
Papua butuh kepemimpinan berdaya dan berbudaya, sebuah terma utuh yang menggambarkan pembangunan yang berpihak kepada kemajuan namun berlandas pada kearifan lokal. tentu menuju pada visi tersebut, dapat diukur lewat rekam jejak para calon pemimpinnya.
BTM hadir dengan berbagai prestasi semasa ia menjabat sebagai Wali Kota Jayapura selama dua periode, bagaimana ia mengubah wajah negeri berjuluk Port Numbay itu menjadi modern, bersih, membentuk budaya birokrasi yang inovatif, berintegritas dan melayani.
Tentu dibuktikan dengan beberapa kali ibukota Provinsi Papua Induk itu mendapatkan opini WTP dari BPK RI terhadap penataan keuangan. Begitu juga tahun 2020 dan 2021, dua tahun berturut-turut mendapat penghargaan Harmoni Award, dari Kementerian Agama Republik Indonesia karena berhasil menjaga toleransi umat beragama.
Membangun harmonisasi masyarakat Kota Jayapura yang heterogeny, kedekatan BTM dengan seluruh kalangan agama dan suku jelas terpampang pada timeline media semasa ia menjabat, meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat terutama UMKM dan pelaku usaha kecil lainnya.
BTM – CK adalah Samudera dan Daratan Papua. Saling terhubung secara harmoni dan saling melengkapi untuk memberi hidup bagi seisi alam raya Papua.
Papua tidak butuh pemimpin yang formalistik, pemimpin yang berada di ruang-ruang tertutup, pemimpin yang elitis. Papua butuh pemimpin yang bersama – sama rakyatnya membangun dan memajukan peradaban masyarakatnya.
Penulis :
Aktivis Muslim dan Pemerhati Pembangunan Papua