Koreri.com, Saumlaki – Meningkatnya kekhawatiran akan penyebaran HIV/AIDS di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku mulai memunculkan desakan dari masyarakat terhadap Pemerintah.
Salah satu suara kritis datang dari Fidelis Samponu, seorang tokoh pemuda asal Desa Olilit Barat, Kecamatan Tanimbar Selatan, yang mempertanyakan keseriusan Pemerintah setempat dalam mengawasi aktivitas tempat hiburan malam (THM) yang kian menjamur di Saumlaki.
Dalam wawancara eksklusif dengan media ini, Samponu menyuarakan keprihatinannya atas lemahnya pengawasan terhadap para pekerja malam, khususnya ladies atau pramuria wanita, yang bekerja di sejumlah tempat karaoke.
Ia mendesak Pemda untuk menghentikan sementara aktivitas THM, setidaknya hingga Dinas Kesehatan melakukan pemeriksaan medis menyeluruh kepada semua pekerja malam.
“Ini soal kesehatan masyarakat. Kalau dibiarkan, kita sedang membiarkan bom waktu meledak di tengah kota,” ujarnya di salah satu rumah kopi di Saumlaki, Jumat (13/6/2025).
Desakan ini bukan tanpa alasan, karena berdasarkan informasi yang dihimpun menunjukkan bahwa mayoritas THM di Saumlaki belum memberlakukan pemeriksaan kesehatan rutin bagi para pekerjanya. Bahkan, beberapa sumber menyebut adanya dugaan pembiaran dari oknum aparat pemerintah setempat yang mestinya bertugas melakukan pengawasan dan penertiban.
Pernyataan Samponu diperkuat oleh pengakuan Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Satpol PP Kepulauan Tanimbar, Frangky Lambiombir.
Ia mengakui bahwa sejumlah tempat hiburan malam belum memenuhi standar kesehatan, termasuk tidak adanya pemeriksaan terhadap para pekerja.
“Ini jelas berisiko tinggi dalam penyebaran penyakit, terutama HIV/AIDS,” ungkapnya.
Patut dicatat, HIV/AIDS bukan hanya ancaman kesehatan biasa. Menurut data Kementerian Kesehatan RI pada 2022 lalu, lebih dari 500.000 kasus HIV/AIDS tercatat secara nasional. Penyebaran virus ini dapat terjadi melalui hubungan seksual tanpa pengaman, penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi, transfusi darah yang tidak aman, hingga penularan dari ibu ke anak selama kehamilan atau persalinan.
Lalu, mengapa hingga saat ini Pemda belum bertindak tegas? Apakah ada kepentingan tertentu yang bermain di balik lemahnya pengawasan terhadap THM di Saumlaki? Dugaan ini masih perlu ditelusuri lebih lanjut, namun fakta lemahnya pengawasan sudah cukup menjadi alarm bagi seluruh pemangku kepentingan.
Sebagai tokoh masyarakat, Samponu menilai perlu adanya tindakan nyata, bukan hanya wacana.
“Dinas kesehatan tidak bisa hanya duduk di balik meja. Harus turun langsung, periksa semua pekerja malam, dan beri edukasi kepada masyarakat,” tegasnya.
Opini publik pun mulai terbentuk. Banyak warga yang merasa resah, namun tidak tahu kepada siapa harus mengadu.
Sementara itu, aktivitas di THM terus berjalan, mengabaikan ancaman yang nyata dan menanti waktu untuk menciptakan krisis kesehatan yang lebih besar.
Jika Pemda benar-benar peduli dengan masa depan generasi muda dan kesehatan masyarakat Tanimbar, maka sudah saatnya mengambil langkah berani dan tegas. Jangan sampai keterlambatan mengambil keputusan menjadi penyesalan yang tidak termaafkan.
NKTan