Koreri.com, Timika – Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Mimika, Pertius Wenda angkat suara terkait insiden penembakan terhadap tiga warga sipil di Mile 60, area steril milik PT Freeport Indonesia (PTFI).
Ia mengutuk keras dan meminta aparat kepolisian berani membongkar siapa aktor di balik peristiwa berdarah tersebut.
“Kalau tidak ada yang korek api, maka tidak akan ada api. Siapa yang bawa mereka ke sana? Itu yang harus dibongkar,” tegas Pertius dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (11/7/2025).
Pertius mendesak aparat untuk menyelidiki siapa yang memfasilitasi dan membawa ketiga korban masuk ke wilayah yang di jaga ketat itu.
Ia menyebut pergerakan warga ke dalam area Freeport yang sangat terbatas sehingga tidak mungkin terjadi tanpa bantuan dari pihak dalam atau jaringan tertentu.
“Korban harus bisa menjelaskan siapa yang mengantar mereka ke TKP. Karena ini bukan lagi rahasia. Kami tahu ada pihak-pihak yang membantu akses mereka ke sana. Harus diusut siapa yang atur, siapa yang suruh, dan kenapa mereka sampai bisa tertembak,” desaknya tajam.
Dalam pernyataannya, Pertius juga mengutuk keras aksi brutal penembakan oleh oknum aparat yang dianggap melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM).
Menurutnya, dalam situasi apapun, oknum aparat keamanan seharusnya memberikan peringatan, bukan peluru.
“Ini area steril, ya. Tapi kalaupun diduga ada pelanggaran, aparat harus tangkap, interogasi, bukan main tembak. Nyawa manusia jauh lebih mahal dari emas yang dijaga,” cetusnya.
Pertius menyebut tindakan penembakan ini sebagai pelanggaran serius dan berjanji akan membawa kasus ini hingga ke Mabes Polri.
“Kami akan dorong kuasa hukum untuk lapor ke Kapolri langsung. Kalau kejahatan ini ditutup-tutupi terus, maka tidak akan pernah ada keadilan,” tegasnya lagi.
Sebagai representasi pemuda Mimika, Pertius menyatakan sikap tegas:
“Kami berdiri bersama korban. Kami lawan segala bentuk kekerasan dan pembungkaman.” pungkasnya.
Sementara itu, berdasarkan keterangan tertulis yang diterima Koreri.com menyebutkan kronologi penembakan bermula pada Sabtu (5/7/2025) sebanyak enam orang pendulang sedang berada dalam tenda/camp di Mile 60 dan tidak sedang mencuri.
Tiba-tiba terdengar bunyi tembakan hingga membuat para pendulang kaget dan melarikan diri. Dan saat melarikan diri itu, satu pendulang inisial RR di tembak sebanyak 9 kali tembak mengenai bagian paha kiri dan kanan. Kemudian satu pendulang lainnya ditembak sebanyak satu kali mengenai lengan, sedangkan satu pendulang inisial M terjatuh.
Setelah ditembak, ketiga korban diduga dianiaya oleh personel Satgas Amole yang bertugas mengamankan lokasi itu. Selanjutnya dibawa ke RSUD Mimika untuk menjalani perawatan.
Keluarga Dilarang Ketemu Korban
Masih di hari yang sama, Sabtu (5/7/2025), pihak keluarga yang hendak membesuk para korban mempertanyakan sikap aparat keamanan bersenjata lengkap yang sempat menghalangi mereka ketika hendak melihat kondisi korban yang sedang dirawat di RSUD Mimika.
“Keluarga klien kami dicegat oleh anggota Satgas Amole. Kami tidak diperbolehkan mengunjungi korban. Kami kemudian menanyakan legalitas mereka menjaga klien kami,” ungkap Kuasa Hukum korban Agli Harto Elkel, SH.
Adapun korban RR menjalani perawatan setelah menderita sejumlah luka tembak. RR juga harus menjalani operasi lantaran salah satu amunisi bersarang di tubuhnya.
“Kami menanyakan status klien kami, kalau sebagai tersangka mungkin tidak masalah dijaga begitu ketat. Kami mengerti prosedur hukumnya. Tetapi status klien kami ini bahkan tidak jelas,” sambungnya.
Setelah terjadi perdebatan panjang, Kuasa Hukum Agli Harto Elkel kemudian diizinkan memasuki ruang perawatan korban. Namun, ia merasa tak nyaman dengan adanya dua orang anggota Satgas Amole menenteng senjata laras panjang di ruang perawatan.
“Kami keberatan. Namun kami apresiasi pihak RSUD melalui juru bicaranya Lucky Mahakena yang kemudian berkoordinasi sehingga pasukan bersenjata itu dikeluarkan dari ruang perawatan,” ujarnya.
Laporan Ditolak
Pada Senin (7/7/2025), Tim Kuasa Hukum korban mendatangi Polres Mimika bermaksud membuat Laporan Polisi (LP) terkait kasus penembakan itu. Namun, laporan ditolak.
“Kami justru diarahkan ke Dumas (pengaduan masyarakat). Kami terlibat perdebatan selama hampir satu jam. Polisi kemudian menyampaikan bahwa laporan tidak bisa diterima karena perintah pimpinan (Kasi Propam). Kami bermaksud melaporkan kasus ini untuk menguji kebenaran dari dua versi kronologis kejadian yang berbeda. Ini yang menurut kami harus dipastikan dan diuji melalui jalur hukum. Apakah korban yang benar ataukah versi Satgas Amole. Mari kita uji kebenarannya, itu maksud kami,” tegasnya.
Pihaknya menilai, Polres Mimika telah melanggar Pasal 108 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) mengatur tentang hak setiap orang untuk melaporkan tindak pidana.
Pasal ini memberikan wewenang kepada setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan, atau menjadi korban tindak pidana untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik atau penyidik, baik secara lisan maupun tertulis.
Polisi juga dinilai telah melanggar Pasal 12 Huruf A dan F Peraturan Kapolri No 7 tahun 2022.
Pasal 12 Setiap Pejabat Polri dalam Etika Kemasyarakatan, dilarang: a. menolak atau mengabaikan permintaan pertolongan, bantuan, atau Laporan dan Pengaduan masyarakat yang menjadi lingkup tugas, fungsi dan kewenangannya; f. mempersulit masyarakat yang membutuhkan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan.
Laporan Diterima
Pada Senin (7/7/2025), Tim Kuasa Hukum korban mendatangi Polres Mimika bermaksud membuat Laporan Polisi (LP) terkait kasus penembakan itu. Sesampai di Polres Mimika, kembali terjadi perdebatan antara Tim Kuasa Hukum Agli Harto Elkel, S.H, Kepala SPKT dan Kasi Propam.
Setelah melewati perdebatan panjang, akhirnya laporan bisa dibuat oleh pihak korban dan terbitlah dua laporan polisi terkait penembakan dan penganiyaan.
Adapun Laporan Polisi (LP) tersebut masing-masing teregister dengan nomor : TBL/B/ 241 / VII /2025/SPKT/POLRES MIMIKA/POLDA PAPUA TENGAH tertanggal 10 Juli 2025 tentang Dugaan Tindak Pidana Penganiayaan UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 351 yang dilaporkan oleh Afisa Rumakat.
Dan LP nomor : TBL/B/ 242 / VII /2025/SPKT/POLRES MIMIKA/POLDA PAPUA TENGAH tertanggal 10 Juli 2025 tentang Dugaan Tindak Pidana Penganiayaan UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 351 yang dilaporkan oleh Umi Riski Syafii.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Mimika AKP. Rian Oktaria yang dikonfirmasi Koreri.com melalui telepon selulernya, Sabtu (12/7/2025) membenarkan adanya laporan tersebut.
“Oh, laporan dari keluarga korban penembakan mungkin masih di SPKT, nanti di disposisi baru dikerjakan,” responnya singkat.
EHO