Bupati Rettob: Nama Dua Distrik Baru Masih Sementara, Tunggu Kajian Resmi

Bupati JR 2 Distrik Baru2
Bupati Johannes Rettob usai bertatap muka dengan masyarakat dari empat suku besar Moni, Mee, Amungme, dan Kamoro di kawasan perbatasan Jalan Trans Timika - Wagete, Kabupaten Mimika, Papua Tengah, Kamis (30/10/2025). / Foto : EHO

Koreri.com, Timika – Bupati Johannes Rettob menegaskan bahwa penamaan dua distrik hasil pemekaran, yakni Mimika Gunung dan Mimika Utara, masih bersifat sementara dan belum menjadi keputusan resmi Pemerintah daerah.

Hal itu disampaikan Bupati Rettob usai bertatap muka dengan masyarakat dari empat suku besar Moni, Mee, Amungme, dan Kamoro di kawasan perbatasan Jalan Trans Timika–Wagete, Kabupaten Mimika, Papua Tengah, Kamis (30/10/2025).

as

Menurut Bupati Rettob, setiap usulan pembentukan dan penamaan wilayah baru di Kabupaten Mimika wajib mengikuti ketentuan hukum yang berlaku serta mempertimbangkan nilai budaya dan kearifan lokal masyarakat setempat.

“Penamaan wilayah harus sesuai aturan pemerintah dan memperhatikan sejarah, adat, serta kesepakatan masyarakat adat yang mendiami daerah tersebut,” tegasnya.

Ia menjelaskan, Pemerintah Kabupaten Mimika berpedoman pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2018 tentang Kecamatan yang mengatur tata cara pembentukan dan penataan wilayah.

Dalam regulasi tersebut, penamaan wilayah baru dapat menggunakan nama lama atau nama baru hasil musyawarah masyarakat setempat.

Selain itu, Bupati juga merujuk pada Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 900.1.15.5-3406 Tahun 2024, yang menjadi acuan bagi Pemda dalam menentukan nama kampung, kelurahan, dan distrik agar selaras dengan sistem data kependudukan nasional.

“Semua penetapan harus melalui mekanisme resmi, baik peraturan daerah maupun peraturan bupati. Kami tidak bisa asal menamai wilayah tanpa kajian hukum, karena nama itu akan tercatat di sistem nasional,” ujarnya.

Lebih lanjut, Bupati Rettob menyoroti aspirasi masyarakat terkait pemekaran distrik dan kampung di kawasan PT PAL yang telah diperjuangkan sejak tahun 2015.

Menurutnya, pemekaran wilayah merupakan jawaban atas perkembangan penduduk dan meningkatnya kebutuhan pembangunan di berbagai sektor.

“Yang paling penting, pemerintah harus hadir menjawab aspirasi masyarakat yang sudah diperjuangkan bertahun-tahun. Ini demi kemajuan daerah dan sejalan dengan visi dan misi Bupati dan Wakil Bupati, yakni membangun dari kampung ke kota,” kata Rettob.

Ia juga menekankan pentingnya pelibatan masyarakat adat dan tokoh lokal dalam setiap proses penamaan wilayah.
Nama-nama yang bersumber dari bahasa dan sejarah adat, lanjutnya, memiliki makna mendalam serta memperkuat identitas masyarakat Mimika.

“Kita harus menghormati sejarah dan identitas masyarakat setempat. Jangan sampai nama wilayah justru menimbulkan perbedaan pandangan. Pemerintah akan memfasilitasi musyawarah agar semua pihak bisa sepakat,” ujarnya.

Saat ini, Pemerintah Kabupaten Mimika tengah melakukan kajian penataan wilayah perbatasan serta evaluasi terhadap sejumlah usulan pemekaran distrik.

Kajian tersebut diharapkan menghasilkan penataan wilayah yang adil, tertib administrasi, dan tetap menghormati nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Mimika.

EHO