Dipidana Kasus Dana Pelantikan Wali Kota Sorong, Abner : Saya Sudah Jalani Hukuman

Abner Reinal Jitmau

Koreri.com, Sorong – Berdasarkan PKPU nomor 8 tahun 2024 tentang pencalonan Gubernur/ Wakil Gubernur, Bupati/ Wakil Bupati dan Wali Kota/ Wakil Wali Kota, dimana pasal 14 point 2 huruf F menegaskan tentang mantan terpidana yang telah melewati waktu 5 tahun setelah selesai menjalani hukuman pidana penjara sesuai dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, secara jujur dan terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai eks terpidana dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.

Sesuai penjelasan ini maka Abner Reinald JItmau yang saat ini mencalonkan diri sebagai Wali Kota Sorong menyampaikan kepada seluruh rakyat bahwa dirinya pernah dihukum oleh pengadilan Tipikor Manokwari dengan ancaman hukum 1 tahun 6 bulan dan divonis majelis hakim 1 tahun 3 bulan yang tertuang putusan Pengadilan dengan nomor perkara 1/Pid.sus-TPK/2016/PN Mnk, Abner terbukti melakukan tindak pidana korupsi dana pelantikan Wakil Kota dan Wakil Wali Kota Sorong, Drs Ec. Lamberthus JItmau,M.M – dr Hj Pahimah Iskandar tangga 11 Juni 2012.

Abner menjelaskan bahwa pelantikan tersebut tidak sesuai aturan dan mekanisme petunjuk Mendagri yang seharusnya agenda pelantikan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Sorong periode 2012-2017 digelar di ruang sidang utama DPRD Kota Sorong. Namun atas permintaan Wali Kota Sorong terpilih Drs Ec. Lamberthus Jitmau sehingga dilaksanakan di halaman kantor Wali Kota Sorong dengan anggaran yang bersumber dari APBD tahun 2012 sebesar Rp 1.800.000.000,-

Namun panitia pelantikan yang sesuai dengan keputusan DPRD Kota Sorong nomor : 06/ KPTS.PIM/DPRD Kota Sorong yang dipimpin Markus Iek, S.Sos, Sekretaris Fanik Theopiori kemudian Bendahara I Hanok Talla dan Bendahara II Arience Sarah Kondjol yang mengajukan permohonan kepada Wali Kota.

Persetujuan DPRD Kota Sorong dengan dana sebesar Rp 5.000.000.000, dana tersebut dibagi Rp 1.500.000.000 kepada 3 pimpinan dan 27 anggota DPRD Kota Sorong yakni,

1. Wilson R. Jumame (alm) (Ketua)

2. Petrus Fatlolon (Wakil ketua 1)

3. Abner R. JItmau (Wakil II)

4. Petronela Kambuaya (anggota)

5. Amos L. Watori (Anggota)

6. Izak Rahareng (Anggota)

7. Korneles Rawlunubun (Anggota)

8. Korneles Jitmau (Anggota)

9. Lidya Moyambo (Anggota)

10 Yosafat Kambu, (Anggota)

11. Muhammad Roqi (anggota)

12. John Lewerisa (anggota)

13. Wilhelmus Resubun (anggota)

14. Petrus Tanawani (Alm)

15. Yohanes Gifelem (anggota)

16. Sriani Kareth (Anggota

17. Abdul Mutalib (Anggota)

18. Ottis Nafan (alm)

19. Yonas Malibela (Anggota)

20. Abdul Rahman (Anggota)

21. Bilson Sirait (Anggota)

21. Nurdiin Nawawi (Anggota)

23. David Komigi (alm)

24. Saul Yarolo (Alm) (anggota)

25. Suparlan (anggota)

26. Hariyaka (Anggota)

27. Hendrik Kili Kili (Anggota)

28. Yohanes Pongsiri (anggota)

29. Petrus Nauw (Anggota)

30. Samuel Kambuaya (anggota)

Sisa anggaran Rp 3.500.000.000 dikelola oleh panitia pelantikan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Sorong periode 2012-2017, diketahu juga bahwa dana Rp 1.800.000.000 yang sudah ditetapkan dalam rincian dokumen dokumen pelaksana anggaran belanja langsung program dan per kegiatan satuan kerja perangkat daerah (DPA-SKPD) tahun anggaran 2012 dengan nomor : 1.20.04.14.04.5.2 bersumber dari dana bagi hasil tidak dicairkan oleh Bendahara DPRD Kota Sorong Ariance Sara Kondjol sehingga mengakibatkan timbul penyelewengan anggaran pelantikan  Wali Kota srong tahun 2012.

Dijelaskan Abner bahwa dana Rp 1.800.000.000 tidak dicairkan oleh Bendahara panitia Sara Kondjol malah dia minta dana sebesar Rp 1.500.000.000 untuk dibagikan kepada pimpinan dan anggota DPRD Kota Sorong. timbul masalahnya dari pemberitaan media oleh Ketua panitia Markus Iek bahwa dana Rp 5.000.000.000 dihadirkan 10 ribu orang di lapangan perkantoran Wali Kota Sorong saat pelantikan berlangsung hanya dihadiri 11 Juni 2012 padahal hanya 2000an yang hadir.

Ketika penyidik Tipikor Ditreskrimsus Polda Papua mulai melakukan penyelidikan dengan melakukan pemeriksaan terhadap Ketua panitia pelantikan Wali Kota Sorong Markus Iek, Hanok Talla sebagai bendahara 1 dan Ariance Sara Kondjol Bendahara 2, penyidik memanggil 30 anggota DPRD Kota Sorong untuk diminta keterangan sebagai saksi.

Setelah dilakukan gelar perkara maka penyidik menetapkan tiga orang sebagai tersangka yaitu Drs Markus Iek,M.Si, Hanok Talla dan Ariance Sara Kondjol berdasarkan surat pemanggilan sebagai tersangka nomor : R/507/VII/ 2013/DITRESKRIMSUS Polda Papua ditujukan kepada Wali Kota Sorong tanggal 29 Juli 2013 ditandatangani Direktur Krimsus Polda Papua Kombes Pol Setyo Budiant.

Sayangnya dari ketiga orang yang sudah ditetapkan status hukumnya dalam kasus ini, hanya 1 orang yang masuk dalam hotel prodeo alias penjara yaitu Markus Iek. “Hanok Talla dan Ariance Sara Kondjol tidak masuk penjara dan diwakilkan oleh saya yang dari tadinya berstatus saksi ditingkatkan jadi tersangka untuk masuk penjara mewakili kedua pimpinan yaitu almarhum Wilson Renold Yumame dan Petrus Fatlolon,” jelas Abner dalam keterangan persnya.

Selain Abner, penyidik Tipikor juga menetapkan Anggota DPRD Kota Sorong Petrus Nauw jadi tersangka mewakili 27 rekan lainnya yang didalamnya ada Petronela Kambuaya, istri dari mantan Wali Kota Sorong dua periode Drs Ec Lamberthus Jitmau yang juga turut menikmati uang tersebut.

Sedangkan Hanok Talla dan Ariance Sara Kondjol mengajukan surat perlindungan hukum dan keadilan kepada Kabareskrim Polri tanggal 18 Agustus 2013 tetapi tidak ada jawaban dan masalah status tersangka mereka berdua tidak ada kepastian hukum.

“Saya masuk penjara sejak tanggal tanggal 28 Januari 2016 sampai 24 Mei 2016 di Lapas Kelas II B Manokwari dan pada tanggal 25 Mei 2016 saya dipindahkan kecabang rumah tahanan negara Teminabuan, Sorong Selatan dan selesai menjalani hukum pada tanggal 3 Maret 2017, informasi ini saya sampaikan untuk dapat diketahui seluruh masyarakat Kota Sorong dan menjadi salah satu persyaratan Wali Kota Sorong pada pilkada serentak tahun 2024,” pungkasnya.

RED

Exit mobile version