Koreri.com, Jakarta – Polemik penggunaan dokumen persyaratan administrasi diduga palsu oleh salah satu calon pada Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Papua terus bergulir hingga ke Komisi Yudisial RI, yang telah menyeret Ketua dan satu Hakim pada Pengadilan Negeri Jayapura.
Arsi Divinubun SH, MH, pertanggal 24 oktober 2024 telah melaporkan Derman P Nababan SH,MH dan Zaka Talpatty M, SH, MH atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku Hakim karena telah mengeluarkan Surat Keterangan Tidak Sedang Dicabut Hak Pilihnya Nomor: 845/SK/HK/09/2024/PN-JAP, dan Surat Keterangan Tidak Sedang Dipidana Nomor: 844/SK/HK/09/2024/PN-JAP tertanggal 19 September 2024 kepada saudara Yermias Bisai SH untuk memenuhi Persyaratan sebagai calon wakil gubernur Papua, secara tidak wajar.
Menurut Arsi panggilan akrab pelapor, Ketua Pengadilan Negeri Jayapura telah sangat keliru mengeluarkan dan mengesahkan surat keterangan milik Yermias Bisai SH, 20 puluh hari setelah masa pendaftaran calon Gubernur dan Wakil Gubernur di KPU Papua, yang menurut perundang-undangan dan dipertegas dalam Putusan Mahkamah Konstitusi no 70/PUU-XXII/2024, bahwa kedua suket dimaksud merupakan syarat yang harusnya wajib dimiliki oleh Yermias Bisai SH saat mendaftar sebagai calon wakil Gubernur di KPU Provinsi Papua pada tanggal 29 Agustus 2024.
Arsi kemudian mempertanyakan apa urgensi, motivasi, dan tujuan Ketua Pengadilan Negeri Jayapura mengeluarkan surat keterangan kepada Yermias Bisai SH, 3 (tiga) hari menjelang penetapan Pasangan Calon.
Karena dari segi waktu dan peruntukannya telah kadaluarsa jika memperhatikan ketentuan PKPU 8 tahun 2024 pasal 20 ayat (1) dan (2) huruf b? yang menyatakan; Pendaftaran Pasangan Calon disertai dengan penyampaian kelengkapan dokumen persyaratan. Dan pada ayat (2) dinyatakan; dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi surat keterangan tidak pernah sebagai terpidana dan tidak sedang dicabut hak pilihnya.
“Inikan bentuk kecerobohan Ketua Pengadilan jika tidak memperhatikan ketentuan dari norma diatas. Dan sudah barang tentu tidak bisa diterima dengan akal sehat, kecuali jika terdapat konspirasi dan niat jahat untuk memuluskan kepentingan pihak tertentu,” bebernya.
Hal lebih fatal dan aneh lainnya adalah Ketua Pengadilan Negeri Jayapura bertindak diluar kewenangannya karena yang berwenang mengeluarkan dua surat keterangan yang dimaksud oleh pasal 20 ayat (1) dan (2) diatas adalah Pengadilan Negeri Yapen yang merupakan wilayah hukum tempat tinggal Yermias Bisai.
Apalagi yang bersangkutan adalah Bupati Aktif Kabupaten Waropen hingga 2025, dan sudah pasti ber KTP di wilayah tersebut. Kan aneh jika seorang Bupati aktif harus memindahkan KTP dan domisilinya keluar dari daerah Dimana ia menjadi Bupati ke Kota lain hanya untuk mengurus surat keterangan? ujar Mantan Sekjen DPP KNPI ini.
Dalam laporannya ke Komisi Yudisial RI dan Badan Pengawas Hakim Mahkamah Agung RI, Advokad yang berdomisili di Jakarta ini juga menyeret seorang Hakim PN Jayapura karena diketahui telah memberikan keterangan yang berbeda dan bahkan bertentangan dengan isi Surat Ketua PN Jayapura Nomor: 1777/KPN.W30-U1/HK2/IX/2004 tertanggal 19 September 2024.
Saat itu yang bersangkutan memberi klarifikasi di Bawaslu Provinsi Papua terkait penanganan pelanggaran dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen persyaratan berupa Surat Keterangan Nomor: 539/SK/HK/8/2024/PN.JAP, dan Surat Keterangan Nomor: 540/SK/HK/8/-2024/PN.JAP tertanggal 20 Agustus 2024 yang digunakan oleh Yermias Bisai SH untuk melengkapi Persyaratan administrasi calon Wakil Gubernur Papua.
RLS