Koreri.com, Sarmi – Mencuatnya kabar soal Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (DPMK) Kabupaten Sarmi Edward Timo mengumpulkan para kepala distrik di wilayah itu untuk menandatangani surat pernyataan klarifikasi terus bergulir di ranah publik.
Hal itu menyusul proses pencairan dana desa serta potongannya hingga 40 juta yang dilakukan DPMK setempat H-7 menjelang gelaran Pilkada pada 27 November 2024 lalu.
Para kepala distrik kemudian dipaksa untuk meneken surat pernyataan yang isinya tidak pernah memberikan atau menyerahkan uang sebesar Rp40 juta kepada DPMK Sarmi untuk selanjutnya diserahkan kepada paslon 01.
Kepala Distrik Sarmi Timur Ishak Yawir yang saat itu hadir mengaku, dirinya sempat menandatangani surat pernyataan klarifikasi. Tetapi dengan berbagai pertimbangan ia minta kepada Kepala DPMK agar dibatalkan.
Ia kemudian membeberkan modus Kepala DPMK Sarmi dibalik teken surat penyataan
“Awalnya saya ditelepon Kepala DPMK Sarmi katanya mau ada pertemuan di kantor untuk mengklarifikasi adanya informasi pemotongan dana desa sebesar Rp40 juta. Beliau mengatakan ke kami jangan sampai besok ada pemeriksaan KPK. Jadi sebelum KPK turun ke Sarmi, kita kumpul dulu,” ungkap Ishak menirukan ucapan Kepala DPMK Sarmi Edward Timo yang dirasakannya menakut-nakuti dirinya dan kepala distrik lainnya.
“Ini jelas sekali menakuti kami semua jika tidak mau tanda tangan pernyataan maka dalam dua hari akan diperiksa dan ditangkap KPK,” bebernya, baru-baru ini di Sarmi.
Dalam pertemuan tersebut, kata Ishak, para kepala distrik harus menandatangani surat pernyataan yang mengatakan bahwa benar di Distrik Sarmi Timur tidak ada pemotongan sebesar Rp40 juta untuk kegiatan Pilkada khususnya untuk paslon tertentu.
“Dalam hal ini paslon nomor urut 01. Itu disampaikan langsung oleh Kadis DPMK,” sambungnya.
Ishak melanjutkan, pada 20 Januari 2025 mereka dikumpulkan tanpa ada undangan namun hanya melalui telepon.
“Kami kumpul di kantor distrik lalu di situ kami disuruh bikin surat pernyataan. Jadi surat pernyataan itu rata-rata kami kepala distrik tidak tahu apa maksud dan tujuan dari Kepala DPMK Sarmi. Sangat aneh sekali, setelah kami tanda tangan surat berita acara pernyataan, barulah kita tahu isinya,” lanjutnya.
“Sampai dirumah malamnya baru saya pikir ulang, wah ini jangan sampai saya dihipnotis. Bagaimana saya bisa tanda tangan surat pernyataan ini, saya yang tidak tahu apa-apa bisa terlibat. Kemudian saya telepon pak Kadis, saya bilang tolong surat pernyataan yang tadi saya tanda tangan di kantor dibatalkan, dengan dokumennya dibatalkan tidak boleh dikirim ke mana-mana, tidak boleh diviralkan ke Facebook atau ke mana-mana,” desak Ishak.
Ishak mengaku berulang kali meminta surat itu dibatalkan.
“Kalau sampai nanti ada KPK datang lalu ada panggilan pemeriksaan, berarti ini berdasarkan surat pernyataan yang Pa Kadis sudah edarkan. Jadi saya minta surat itu dimusnahkan, dibakar saja, tidak boleh ada rekayasa yang menjebak kami. Pak Kadis bikin surat yang baru kemudian kasih ke kepala kampung,” tuntutnya saat itu.
Ishak pun kuatir jika dirobek, berarti ada indikasi.
“Nanti kalau saat KPK periksa pasti bertanya, kenapa surat ini disobek? Ini akan panjang dan pasti ditelusuri. Makanya saya bilang jangan sobek surat itu tapi dimusnahkan saja, tinggal bikin surat baru pasti filenya masih ada tinggal bikin ulang. Yang penting kolom untuk kepala distrik tanda tangan jangan dimunculkan,” pintanya.
Ishak kemudian mempersilakan kepala kampung yang mau menandatanganinya.
“Silakan mereka tanda tangan, apakah itu berdasarkan perintah dan kemauan sendiri, bersyukur kalau tidak terbukti. Kalau terbukti melakukan pemotongan sebesar Rp40 juta, harus sama-sama bertanggung jawab,” tegasnya.
“Lima kepala kampung saat bicara didepan saya dan Pak Kepala DPMK Sarmi, mereka bilang tidak ada pemotongan. Kalimat tidak ada pemotongan ini maaf kata, saya sendiri tidak tahu. Jangan sampai mereka lebih dulu bertemu dengan kadis? Kalau memang benar tidak ada pungutan liar mengapa takut mengapa panik hadapi saja,” pungkas Ishak.
TIM