Efisiensi Anggaran: Akankah Pengawasan Pelayanan Publik oleh Ombudsman di Daerah dapat Berjalan?

IMG 20250217 WA0021
Kepala Ombusman RI Perwakilan Papua Dr. Yohanes Babtis Jaka Rusmanta, S.Si.,M.Si / Foto : Humas ORI Papua

Koreri.com, Jayapura – Ombudsman Republik Indonesia sebagai lembaga pengawas pelayanan publik dalam melaksanakan tugas utamanya melakukan pengawasan menjadi sangat terbatas terkait diterbitkannya Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Anggaran yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Fungsi utama Ombudsman RI adalah melakukan pengawasan yang dilakukan melalui penerimaan laporan masyarakat serta pencegahan maladministrasi.

Dalam pelaksanaannya perlu melakukan pemeriksaan pada obyek laporan sebagai tindak lanjut penanganan laporan masyarakat.

Ombudsman RI juga mendorong peningkatan kualitas dan perbaikan sistem pelayanan publik kepada unit penyelenggara layanan. Semua pelaksanaan fungsi ini tidak dapat dilakukan karena terdampak efisiensi anggaran sehingga sangat berdampak pula pada kinerja Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Papua.

Dampak yang paling terasa adalah tidak adanya biaya operasional program sehingga kami tidak dapat menjalankan program-program yang sudah ditetapkan.

Misalnya, untuk menindaklanjuti laporan masyarakat, kami perlu berkoordinasi dengan pelapor maupun pihak terlapor untuk memastikan terjadinya maladministrasi, untuk koordinasi tersebut dibutuhkan biaya minimal telepon atau pulsa internet.

Dan atau kami harus melakukan monitoring kepada instansi terlapor untuk meminta klarifikasi atau keterangan dalam rangka penyelesaian laporan masyarakat termasuk jika instansi terlapor berada di luar Kota Jayapura, yang tentunya membutuhkan biaya perjalanan sesuai tugas pokok kami, namun semuanya termasuk dalam kerangka efisiensi anggaran.

Semua program kerja sampai sekarang belum bisa dimulai, sebagai dampak dari efisiensi anggaran ini. Bahkan untuk mekanisme kerja pun belum maksimal karena kami diinstruksikan untuk memakai skema WFO (bekerja dari kantor) dan atau WFA (bekerja di mana saja) yang sama sekali masih sangat sulit diterapkan.

Dalam konteks Papua, segala penyesuaiandengan jenis pekerjaan/pelayanan karena sebagian besar masyarakat di Papua belum dapat mengakses layanan melalui internet seperti sistem informasi, aplikasi, ataupun media sosial (medsos).

Tercatat sepanjang Tahun 2024, ada 76% penyampaian laporan dan konsultasi melalui datang langsung ke Kantor Ombudsman atau ke gerai yang dibuka Ombudsman dalam rangka Ombudsman on the spot (OTS).

Program seperti survei kepatuhan pelayanan publik yang merupakan program tahunan di mana Ombudsman melakukan penilaian di semua kabupaten / kota di seluruh Provinsi Papua, Papua Pegunungan, Papua Selatan dan Papua Tengah.

Tahun ini program tersebut belum pasti dapat dilaksanakan. Program kerja lainnya yang tidak kalah penting adalah program Ombudsman on the spot (OTS).

Program ini merupakan upaya “jemput bola” dalam rangka meningkatkan akses masyarakat terhadap Ombudsman.

Bentuknya, Ombudsman membuka gerai pengaduan di pusat – pusat pelayanan masyarakat seperti Rumah Sakit, Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil, Kantor BPJS Kesehatan, bahkan ke Kantor Kampung di Kota Jayapura maupun di daerah – daerah.

Kendala utama Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Papua dalam penyelesaian laporan masyarakat tidak seperti daerah – daerah lain di Indonesia yang mana sebagian besar masyarakat dan semua instansi Pemerintah telah menggunakan komunikasi internet atau daring.

Yang kami alami adalah sebagian besar masyarakat dalam mengakses layanan pengaduan ke kantor perwakilan Ombudsman masih secara fisik.

Dalam arti masyarakat langsung datang ke kantor kami. Demikian pula dalam rangka menindaklanjuti laporan – laporan atau pengaduan tersebut, instansi – instansi pemerintah sebagai terlapor pun masih perlu didatangi secara langsung.

Untuk di dalam Kota Jayapura saja, kami mengalami kendala karena biaya bahan bakar kendaraan termasuk yang terkena efisiensi. Apalagi kami harus dapat menjangkau daerah – daerah di luar Jayapura yang semuanya harus menggunakan transportasi udara, yang sudah barang tentu belum dapat dilaksanakan sehubungan dengan efisiensi anggaran tersebut.

Saat ini kami sedang menangani sejumlah laporan masyarakat dari daerah seperti Kota dan Kabupaten Jayapura, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Mimika, Supiori, Merauke, Biak Numfor, Kepulauan Yapen dan lain – lain.

Masyarakat mengakses layanan Ombudsman karena sebagian besar unit penyelenggara pelayanan publik belum memiliki unit/mekanisme pengaduan internal, sehingga jika Ombudsman tidak dapat melaksanakan perannya sebagai penerima keluhan masyarakat, maka kepercayaan warga Negara terhadap pemerintah akan semakin berkurang dan pastinya berdampak pada akuntabilitas penyelenggara pelayanan.

Ada komentar – komentar warganet di media sosial tentang biaya penanganan laporan masyarakat yang terkesan tidak perlu biaya. Misalnya biaya penanganan laporan masyarakat hanya membutuhkan selembar kertas HVS.

Bagi kami, masalahnya tidak sesederhana itu. Penanganan laporan masyarakat tidak hanya sekedar mencatat laporan atau pengaduan tersebut. Dibutuhkan upaya hingga laporan – laporan tersebut mendapatkan jawaban dan penyelesaian dari instansi – instansi yang menjadi terlapor.

Semuanya membutuhkan biaya yang selama ini sudah sangat efisien.

Sepanjang tahun 2024 misalnya, kami menerima pengaduan dari masyarakat sebanyak 70 laporan.

Dan yang berhasil diselesaikan adalah sejumlah 120 laporan, sebagiannya berasal dari tahun sebelumnya dan sebagian lagi masih berproses dalam triwulan pertama tahun 2025 ini.

Maka dengan adanya efisiensi anggaran di awal tahun 2025 ini, semua program kerja Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Papua yang wilayah kerjanya mencakup semua provinsi pemekaran dari Provinsi Papua mengalami dampak signifikan.

Sebagai gambaran, pada tahun 2024 yang lalu, Ombudsman RI mendapat pagu anggaran 255 milyar rupiah sudah termasuk gaji dan belanja pegawai.

Hasil yang diperoleh dari anggaran sebesar itu adalah penyelesaian laporan masyarakat sekitar 9000. Dilakukan juga survei penilaian kepatuhan pelayanan publik di semua pemerintah kabupaten / kota, provinsi atau 255 lokus dan kementerian / lembaga sejumlah 85.

Hasil yang paling penting adalah hasil pekerjaan Ombudsman RI termasuk mencegah kerugian masyarakat.

Di Papua misalnya, Perwakilan Ombudsman RI berhasil mengoreksi (mengeluarkan tindakan korektif) kepada Pemerintah Kabupaten untuk membayar kekurangan tunjangan ratusan pegawai negeri sipil.

Demikian pula kerugian masyarakat yang hingga saat ini sedang diusahakan berupa pembayaran pekerjaan kepada pihak ketiga yang telah menjalankan tugasnya.

Belum lagi kerugian masyarakat di sektor kesehatan karena ditiadakannya program Kartu Papua Sehat (KPS). Saat Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Papua sedang berupaya agar program seperti ini dapat berjalan kembali karena sangat berguna bagi masyarakat terutama masyarakat Orang Asli Papua (OAP).

Tahun ini (2025) Ombudsman RI mendapat pagu anggaran awalnya 255 milyar namun mendapat pemangkasan sebesar 35,84 persen, sehingga kini menjadi Rp.163,99 miliar.

Jumlah ini sangat kecil karena masih ada kebutuhan pembayaran gaji pegawai di dalam angka tersebut.

Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Papua pada dasarnya tidak menolak kebijakan Presiden dalam efisiensi anggaran.

Namun untuk alokasi anggaran tersebut yang perlu dipertimbangkan secara teliti dan bijaksana, berhubung Ombudsman adalah lembaga pengawas yang di dalam pekerjaannya membutuhkan mobilitas yang sebagian besar perlu biaya untuk transportasi, akomodasi dan komunikasi.

Dampak dari efisiensi anggaran sekarang ini tidak membuat insan Ombudsman di Perwakilan Provinsi Papua berdiam diri.
Kami tetap menjalankan tugas sehari – hari, menerima laporan masyarakat dan menindaklanjuti laporan-laporan tersebut walau dengan segala keterbatasan.

Oleh sebab itu, kami juga menghimbau kepada seluruh Pemerintah daerah, kementerian, dan lembaga yang ada untuk senantiasa memberikan pelayanan publik yang memenuhi standar layanan publik meskipun di tengah era efisiensi anggaran dan sumber daya.

Kesimpulannya, Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Papua sebagai lembaga pengawas yang memiliki 34 kantor perwakilan yang selalu menjadi tempat keluh kesah masyarakat untuk memperoleh solusi dari sejumlah layanan publik yang masih buruk, tidak dapat memberikan jaminan kepastian penanganan keluhan masyarakat dengan maksimal sebagai dampak dari pelaksanaan efisiensi anggaran berdasarkan Inpres Nomor 1 Tahun 2025 ini.

Semua program kerja substantif atau yang berkaitan dengan penanganan laporan masyarakat sangat terdampak.

Humas Ombudsman RI
Perwakilan Papua

Exit mobile version