10 tahun terakhir maraknya penjualan minuman keras (Miras) berizin dan tak berizin telah menjadi momok bagi masyarakat Papua.
Jumlah korban kecelakaan lalu lintas saja selama 2018 tercatat mencapai 1.485 kasus yang menyebabkan 277 orang meninggal (Sumber : Antaranews.com/miras-jadi-penyebab-utama-kecelakaan-lalu-lintas-di-papua).
Selain Itu, masalah-masalah sosial yang di timbulkan karena miras pun marak beredar di kota-kota lainnya di Papua memicu penjambretan hingga konflik antar kelompok warga maupun aksi kriminal lainnya.
Entah sampai kapan situasi ini bisa membuka mata semua pejabat dan yang berkewenangan soal penindakan atau penegakan hukum serta efek jera terhadap para pengusaha miras ini ??
Menariknya, fenomena yang terjadi saat ini dimana yang ditangkap dan di adili hanyalah mereka yang sebatas mengonsumsi miras lalu mabuk dan membuat onar atau masalah di lingkungan masyarakat serta penjual-penjual miras oplosan yang ilegal.
Menjadi pertanyaan kita, apakah yang mabuk dan yang membuat onar hanyalah akibat dari mereka mengonsumsi miras ilegal ?
Mirisnya lagi, hanya pengusaha-pengusaha kecil ilegal yang dijerat hanya karena tak punya surat izin usaha atau oplosan, padahal judulnya sama semua “Karena Miras”, dan yang menjual adalah pengusaha miras !!!
Efek jera yang diberikan hanya kepada yang mengonsumsi miras dan yang membuat minuman oplosan.. !! Lalu bagaimana dengan pengusaha-pengusaha miras yang memiliki omzet besar, memiliki izin usaha yang legal..namun dampaknya di masyarakat sama seperti yang ilegal ??
Tentang penegakan hukum seharusnya tidak melihat dari sisi izin usaha legal atau tidak legalnya namun dampak yang terjadi di masyarakatlah yang harus menjadi acuan utama.
Jelas-jelas masyarakat yang dirugikan..bukan pengusaha minuman beralkohol !!
Fenomena ini menjadi pembahasan yang tidak ada habisnya. Kelompok-kelompok masyarakat, aliansi-aliansi pemuda bahkan sudah banyak pula yang bersuara dari kelompok peduli yang menolak miras seperti Mageya Ap, Lengka Lengka, Manasse Bernard Taime dan lain-lainnya. Mereka terus bersuara melawan peredaran miras di Papua.
Dan penekanannya, “Miras adalah perusak generasi masa depan Papua!”.
Namun faktanya, suara itu belum ampuh mengingat dibutuhkan dukungan dari aparat penegak hukum dan semua pihak yang punya perhatian untuk orang Papua.
Sebenarnya yang terjadi adalah sebab akibat dari penjualan yang tidak melihat legal dan tidak legalnya, tidak melihat dari izin usaha, tidak melihat dari Perda atau Pergub, tetapi seharusnya semua bisa sadar akan dampak kedepannya, bukan soal izin usaha namun kemanusiaan.
Seharusnya pengusaha miras bisa dijerat dan diberi sanksi mengacu pada Pasal 204 Ayat 2 KUHP yang menyebutkan seseorang yang menjual sesuatu yang sifatnya berbahaya dan menyebabkan kematian akan dihukum penjara hingga 20 tahun.
Ditambah lagi dengan Undang-undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 dengan sanksi maksimal 15 tahun penjara.
Karena selama ini, belum pernah ada produsen miras yang diperkarakan dimeja hijau, sehingga belum ada efek jera bagi mereka. Tetapi sebaliknya, efek jera bagi masyarakat selalu ada mulai dari korban miras, laka lantas dan lain-lain.
Apakah fenomena ini akan terus berjalan ? Bahkan mungkin menjadi pertanyaan yang tidak bisa terjawabkan…!!
Sekiranya Kapolda Baru Bapak Irjen. Pol. Drs. Paulus Waterpauw, bisa melihat dan meninjau kembali fenomena produsen miras yang menjadi momok bersama. Karena selama ini yang di tindak tegas hanyalah produsen miras oplosan atau yang tak berizin.
Akankah ada reformasi penegakan hukum bagi para produsen miras ? Apakah Ada keadilan bagi para korban miras ? Semua tergantung kesadaran kita bersama, mengonsumsi dengan tidak berlebihan dan saling mengigatkan dan bersuara untuk tidak mengkonsumsi miras.
Tetaplah Bersuara Bagi Masa Depan Papua !!!
Salam