Legislatif Minta PT PDM Tinjau Kembali Kerjasama Kelola Gas

IMG 20220317 WA0000
Sekretaris Komisi III DPR Papua Barat Febry Jein Andjar,S.E.,M.M.(Foto : Istimewa)

Koreri.com,Manokwari– Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua Barat (DPR-PB) minta PT Papua Doberai Mandiri (PDM) meninjau kembali rencana pengelolaan 20 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD) atau 20 juta kaki kubik gas per hari dari kilang Tangguh LNG Bintuni.

Permintaan lembaga legislatif ini mencuat dalam rapat kerja terbatas Komisi III DPR-PB dengan manajemen PT PDM di Aston Niu Manokwari, Rabu (16/3/2022).  Diketahui, PT PDM melalui anak perusahaannya PT Papua Global Neo Energy (PGNE) telah mendapat persetujuan untuk mengelola gas tersebut untuk pemenuhan kebutuhan kelistrikan di Papua Barat.

“Kami sepakat dan mendukung agar PT Padoma diberikan keleluasaan untuk mengelola kelebihan (produksi) gas. Bukan saja untuk kebutuhan listrik tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yakni dalam bentuk LPG,” kata Sekretaris Komisi III Febry Jein Andjar,S.E.,M.M kepada wartawan di Manokwari.

Menurut kader golkar ini, kebutuhan LPG di Papua Barat terus meningkat sehingga perlu ada upaya untuk menjawab kebutuhan gas tersebut. Ia menilai, pasokan LPG yang didatangkan dari luar Papua Barat tentu menimbulkan beban biaya yang tinggi bagi masyarakat.

“Harga gas saat ini per 12 Kg itu sudah 300 an ribu, karena itu dipasok dari luar. Kenapa tidak kita produksi di dalam daerah, kita punya stok gas itu banyak mencapai 20 juta kaki kubik per hari. Saya apresiasi permintaan ketua komisi yang mengusulkan agar peruntukkan gas bukan saja untuk listrik,” ujar Febry.

Wacana pengelolaan gas yang sudah dialokasikan tersebut, DPR-PB berencana akan bertemu dengan Kementerian ESDM soal apakah bisa peruntukan gas yang sebelumnya untuk pemenuhan kebutuhan listrik juga bisa dialokasikan untuk kebutuhan LPG.

“Perlu kita melihat lagi regulasi yang ada. Apakah bisa atau tidak gas itu dikelola untuk kebutuhan LPG. Sebab alokasi gas sebanyak 20 juta kubik kaki yang sudah disetujui itu belum bisa juga dikelola sampai saat ini. Tetapi alokasi itu dijual oleh pemerintah pusat dan dikembalikan ke daerah dalam bentuk bagi hasil atau DBH Migas,” ungkap Febry.

Sebagai perusahaan plat merah, DPR-PB mendukung PT PDM memiliki core bisnis yang bisa menghasilkan profit untuk keberlangsungan perusahan maupun kontribusi pendapatan bagi daerah.

LPG ini salah satu solusi pemenuhan bahan bakar untuk rumah tangga. Menurut Frebry, pasokkan minyak tanah sudah mulai dibatasi. Dan kondisi ini tidak menutup kemungkinan akan dihilangkan di waktu mendatang. Sementara, kemampuan daerah dalam memproduksi LPG sudah bisa dipastikan harganya lebih murah.

“Pengelolaan gas untuk LPG ini jauh lebih efektif dan efisien ketimbang diperuntukkan untuk kelistrikan karena tidak memerlukan infratruktur yang begitu besar seperti infrastruktur pelabuhan, kapal tanker khusus dan beberapa faktor lainnya,” jelas Febry.

Febry menambahkan, kemandirian harus dimiliki oleh BUMD seperti halnya PT Padoma. Melalui rencana bisnisnya harus bisa memastikan keberlangsungan perusahaan. Dengan demikian tidak berlebihan jika pemerintah memberikan perhatian kepada perusahaan plat merah dalam bentuk penyertaan modal yang memadai.

“Rencana pengelolaan gas untuk kebutuhan listrik itu sudah cukup lama, sejak 2018. Tetapi belum juga terealisasi sampai sekarang. Sejak didirikan sampai saat ini penyertaan modal yang diterima PT Padoma baru mencapai Rp 60 miliar dari kesepakatan yang sudah ditetapkan melalui perda yakni Rp100 miliar,” pungkasnya.

KENN