Koreri.com, Manokwari– Dalam rangka menyambut hari Bakti Adhyaksa ke-63, Kejaksaan Tinggi Papua Barat gandeng Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Manokwari menggelar seminar hukum dengan tema Optimalisasi Kewenangan Kejaksaan Dalam Penanganan Tindak Pidana Yang Merugikan Perekonomian Negara di Aula Kampus STIH, Kamis (13/7/2023).
Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat Dr. Harli Siregar, S.H., M.Hum menghadiri langsung seminar hukum yang diikuti ratusan mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Manokwari itu.
Tema seminar kali ini sangat relevan dengan situasi saat ini. Dalam era globalisasi dan interkoneksi ekonomi yang semakin erat, permasalahan hukum yang melibatkan perekonomian negara menjadi semakin kompleks dan beragam. Salah satu aktor kunci dalam penanganan tindak pidana yang merugikan perekonomian negara adalah Kejaksaan. Kejaksaan memiliki peran sentral dalam menjaga keadilan, menegakkan hukum, serta melindungi kepentingan negara dan masyarakat.
Dalam rangka mengoptimalkan kewenangan Kejaksaan, perlu adanya pemahaman yang mendalam tentang peran, tugas, dan tanggung jawab Kejaksaan dalam penanganan tindak pidana yang merugikan perekonomian negara. Seminar ini menjadi wadah yang tepat untuk membahas berbagai hal terkait, seperti penuntutan tindak pidana korupsi, pencucian uang, kejahatan ekonomi, dan berbagai tindak pidana lainnya yang merugikan perekonomian negara.
Ketua STIH Dr. Filep Wamafma, S.H,.M.Hum dalam sambutan yang dibacakan Kepala Program Studi Marius S. Sakmaf, S.H.,M.H mengatakan, seminar hukum ini ada untuk terciptanya dialog dan pertukaran pengetahuan antara praktisi hukum, akademisi, dan pemerintah dalam rangka meningkatkan pemahaman tentang upaya optimalisasi kewenangan Kejaksaan dalam penanganan tindak pidana badan.
“Dengan sinergi yang baik antara semua pihak terkait, kita dapat membangun sistem hukum yang kuat, yang mampu melindungi kepentingan negara dan masyarakat, serta memberikan keadilan yang adil dan berkelanjutan,” ujarnya.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Papua Barat Dr. Harli Siregar, S.H., M.Hum, mengatakan sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan biaya yang sangat besar untuk melasanakan moderenisasi dan pembangunan di segala bidang seperti politik ekonomi sosial budaya dan sebagainya yang harus dilakukan secara merata di seluruh wilayah tanah air dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup seluruh rakyat demi mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
Pembangunan yang pada hakikatnya merupakan proses perubahan yang sengaja dan direncanakan berkelanjutan, secara langsung atau tidak langsung juga membawa perubahan kepada perilaku masyarakat baik yang bersifat positif maupun negatif.
Seiring dengan perubahan dan perkembangan masyarakat, pelaksanaan pembangunan juga berkembang dan berjalan cukup cepat. Akan tetapi kenyataan membuktikan bahwa pelaksanaan pembangunan tersebut sidak selalu berjalan lancar karena adanya faktor-faktor penghambat yang mempengaruhi jalannya pembangunan itu.
“Salah satu faktor penghambatnya ialah karena terjadinya kejahatan berupa penyelewengan-penyelewengan anggaran yang di lakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang dipergunakannya untuk kepentingan memperkaya dirinya sendiri, keluarganya atau kerabatnya sehingga dapat mengakibatkan kerugian keuangan negara dan perekonomian negara yang disebut dengan istilah korupsi,” jelas Kajati.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa berawal dari semua itu dengan semangat besar untuk meningkatkan perekonomian negara serta mengoptimalkan kewenangan Kejaksaan dalam Tindak Pidana Korupsi. Kejaksaan sebagai institusi terdepan dalam penegakan Hukum, pencegahan dan pemberantasan korupsi serta mengawal dan mendampingi pelaksanaan pembangunan nasional, senantiasa dituntut untuk melakukan berbagai pembenahan terus menerus dari hulu ke hilir, mulai dari pembenahan individual hingga yang bersifat holistik yang mengarah kepada pengembangan organisasi Kejaksaan.
Bahwa korupsi tergolong sebagai kejahatan bersama (extra ordinary crime) dimana korupsi dilakukan secara sistematis, terorganisir, masif yang berkaitan dengan kekuasaan dan merugikan keuangan negara. Korupsi dibentuk dengan merekayasa peraturan-peraturan yang di kondisikan oleh oknum penyelenggara negara.
Prosedur penanganan kasus korupsi di Kejaksaan biasanya berawal dari adanya laporan pengaduan oleh masyarakat selanjutnya akan diadakan penyelidikan untuk memastikan apakah ada penyimpangan dalam suatu peristiwa yang dilaporkan, jika ditemukan perbuatan yang melawan hukum, laporan tersebut akan naik ke tahap penyidikan guna dilakukan pengumpulan bukti yang berujung pada penetapan tersangka.
Kemudian berkas akan diserahkan ke pengadilan untuk dilakukan persidangan dan tahap akhir yaitu eksekusi hukuman oleh Jaksa Penuntut Umum berdasarkan perintah eksekusi. Prosedur penanganan kasus tipikor di Kejaksaan tidak jauh berbeda dengan Kepolisian dan KPK.
Pemberantasan korupsi di kejaksaan mengalami peningkatan jumlah kasus yang di tangani pada tahun 2022 dari 371 kasus pada tahun 2021 menjadi 405 kasus. Dalam rangka penanganan tindak pidana korupsi, saat ini mulai diperhitungkan dampak pada perekonomian negara yang timbul, berbeda dengan sebelumnya yang hanya berfokus pada kerugian keuangan negara, sepanjang tahun 2022 Kejaksaan berhasil memecah rekor angka kerugian negara dan kerugian perekonomian negara mencapai 142 Triliun rupiah dalam penanganan tindak pidana korupsi.
Memang dalam pelaksanaan tugas ada beberapa hambatan dan kendala dalam penanganan korupsi, seperti adanya perlawanan pihak ketiga kepada kejaksaan dalam upaya penyitaan dan perampasan aset, sulitnya permohonan izin untuk melakukan penggeledahan dari pengadilan, hingga semakin inovatifnya tindakan korupsi saat ini. Selain itu tersangka dan terpidana korupsi pada umumnya tidak mengakui perbuatannya di pengadilan sehingga penanganan kasus terbilang sangat melelahkan dan memerlukan bantuan dari banyak ahli.
Karena itu di perlukan adanya sinergi antara Kepolisian dan Kejaksaan untuk saling bertukar informasi terkait penanganan tipikor, yang terpenting bagi kami selaku penegak hukum dalam menangani tipikor adalah jangan sampai negara ini menangani korupsi dengan mengeluarkan biaya tetapi tidak mendapatkan pengembalian kerugian negara.
Turut hadir dalam kegiatan seminar hukum ini Wakajati Papua Barat Dr. Teuku Rahman, S.H., M.H selaku narasumber, Asisten Pembinaan Rudy H. Manurung, S.H., Asisten Intelijen Erwin P. H. Saragih, S.H., M.H, Asisten Tindak Pidana Khusus Abun H. Syambas, S.H., M.H, Asisten Perdata dan TUN Rachmad S. Lubis, S.H., M.Hum, para Kepala Kejaksaan Negeri dan jajaran se Papua Barat serta Kaprodi Marius S.Sakmaf,S.H.,M.H, Kepala LP2M Dr.Yohana Watofa, S.H.,M.H, Kepala Penjaminan Mutu Donny E.S.Karauwan, S.H.,M.H selaku narasumber, Ketua Jurusan Isak S.K Mansawan, S.H.,M.H, Kepala Bagian Umum dan Keuangan Enny Martha Sasea, S.H.,M.H, Kabag Akademik Atang Suryana,S.H.,M.H, Sekretaris LP2M Nurjana Lahangatubun, S.H.,M.H, Kepala UPT Perpustakaan Alice A.Bonggoibo, S.H.,M.H, Kabag Kemahasiswaan Jonhi Sassan, S.H.,MH dan para Mahasiswa.
RLS