Koreri.com, Timika – Sekali lagi nama Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah kembali menggema di jagat maya hingga menjadi topik diskusi lepas berbagai kalangan di wilayah itu.
Negeri kaya tambang ini kembali dibuat riuh menyusul aksi demo sekelompok orang yang mengatasnamakan diri Aliansi Masyarakat Papua Anti Korupsi (AMPAK).
Aksi unjuk rasa damai itu bahkan terkesan diskenariokan mendekati tahapan pendaftaran Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati Mimika periode 2024 – 2029 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat.
Pemicunya siapa lagi kalau bukan “Si Rambut Putih” Johannes Rettob.
Rettob sendiri dipastikan akan maju kembali berpasangan dengan Emanuel Kemong diperhelatan Pilkada Mimika 2024 setelah memenuhi syarat rekomendasi B1 KWK partai pendukung.
Ia resmi menjabat sebagai Bupati Mimika usai diputus bebas Mahkamah Agung (MA) dalam perkara pembelian pesawat dan helikopter milik Pemda Mimika.
Sebaliknya, Eltinus Omaleng malah terbelit masalah hukum karena terbukti menerima uang hasil gratifikasi pada perkara pembangunan gedung Gereja Kingmi Mile 32 hingga divonis dua tahun penjara.
Akibat vonis tersebut, Eltinus Omaleng akhirnya dipecat tidak dengan hormat dari jabatannya sebagai Bupati Mimika sebelum diganti Rettob.
Tak hanya kasus gratifikasi, Eltinus Omaleng juga masih akan berhadapan dengan proses hukum atas dugaan korupsi penyalahgunaan APBD Mimika dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada perkara yang sama yang kini ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Maka bukan rahasia lagi jika berbicara tentang Mimika karena dua nama ini akan selalu menjadi topik utama meski berbeda nasib.
Kembali ke aksi demo AMPAK yang dilakukan di kantor Kejaksaan Tinggi Papua, 8 Agustus 2024 dan kemudian berlanjut dengan aksi yang sama di Kejaksaan Agung RI, 13 Agustus 2024.
Intinya, dalam aksinya itu para pendemo mendesak lembaga Adhyaksa itu mengusut tuntas TPPU yang dialamatkan ke Johannes Rettob.
Para pendemo ini dalam aksinya sangat jelas menargetkan Rettob.
Menariknya, ternyata kelompok pendemo ini sebagaimana keterangan sejumlah saksi mata adalah masih orang-orang yang sama yang melakukan aksi sebelumnya saat perkara pembelian pesawat dan helikopter milik Pemda Mimika masih bergulir di Pengadilan Tipikor Jayapura, setahun silam.
Kala itu, para pendemo ini menggelar aksi demo di dalam ruang sidang Pengadilan Tipikor Jayapura dengan memakai kaos hitam bertuliskan “BEM Uncen Bersama Kejati Papua”.
Pendemo yang kabarnya adalah pesanan sponsor alias berbayar ini terus bersuara mendesak Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jayapura menahan Johannes Rettob.
Singkatnya, Johannes Rettob tetap divonis bebas karena tidak terbukti melakukan korupsi uang negara. Meski Jaksa sempat melakukan upaya kasasi ke MA namun putusan akhirnya sama, yaitu vonis bebas.
Pastinya pasca putusan itu, tentu ada oknum atau pihak-pihak yang tak terima kebebasan Johannes Rettob hingga kemudian mulai menyusun skenario baru demi menjegal pria yang tampil khas dengan rambut putihnya.
Menyikapi aksi demo AMPAK, Jaksa Fungsional pada Puspenkum Kejagung RI Ulie Sondang langsung menegaskan bahwa lembaga Adhyaksa tersebut tidak bisa menindaklanjuti dugaan TPPU Johannes Rettob.
Hal itu lantaran vonis bebas Hakim MA pada kasus pidana asal yaitu perkara pengadaan pesawat dan helikopter Pemda Mimika.
Lewat putusan kasasi, MA memvonis bebas dua terdakwa atas nama Johannes Rettob dan Silvy Herawati.
“Perkara ini dibebaskan oleh Mahkamah Agung dan sesuai UU Nomor 20 kalau ada TPPU itu harus ada tindak pidana asal. Namun perkara ini sudah dibebaskan berarti beliau (Johannes Rettob) tidak terbukti korupsi. Kalau kita tindaklanjuti itu percuma, karena tidak ada buktinya,” tegasnya.
Penegasan yang sama disampaikan Ahli Pidana Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia yang juga Guru Besar Ilmu Hukum Program Pascasarjana UKI, Prof Dr Mompang Lycurgus Panggabean SH., M.Hum.
“Indikasi TPPU bisa diusut jika tindak pidana asal terbukti secara hukum,” tegasnya, Rabu (14/8/2024).
Lembaga 2PAM3 melalui ketuanya Antonius Rahabav juga turut bereaksi menanggapi aksi demo AMPAK di Kejati Papua dan Kejagung RI.
“Ini sangat memprihatinkan seakan mereka memaksa perangkat negara untuk memenuhi kepentingan sesaat. Saya amati kelompok ini sangat tidak beretika terhadap pihak yang dituduhkan,” kecamnya dalam rilisnya yang diterima Koreri.com, Rabu (14/8/2024).
Rahabav pun mendorong pihak yang dikorbankan harus bertindak menyikapi tuduhan TPPU dengan mencari aktor intelektual dibalik aksi demo tersebut.
“Boleh-boleh saja aksi demo tapi harus independen tanpa ada kepentingan lain di balik demo itu,” tegasnya mengingatkan.
Rahabav malah mengingatkan Kejati Papua untuk fokus pada Kasus Dana Sentra Pendidikan Mimika yang masih berlarut-larut hingga saat ini.
Dalam kasus ini, Polda Papua resmi menetapkan dua tersangka atas nama Jeny Usmani dan Melani Titaley dengan kerugian 1 Miliar lebih hasil perhitungan BPKP Papua.
“Tapi kenapa sudah memasuki empat tahun, Kejati Papua tak juga menindaklanjuti dengan P-21, ada apa ini?” tegasnya.
Sekali lagi, skenario penjegalan Johannes Rettob itu pun kembali gagal total.
Skenario Kasus Pesanan
Jauh sebelumnya, heboh sejumlah skenario penjegalan telah dilakukan terhadap Johannes Rettob.
Bermula saat kemunculan kasus dugaan korupsi pembelian pesawat dan helikopter ketika dirinya masih menjabat sebagai Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika pada TA 2015 lalu.
Tak heran aroma “pesanan” pun mengemuka mengiringi munculnya kasus ini.
Sebagai informasi, proyek pengadaan, pemasukan, perijinan dan pra operasi Pesawat terbang Grand Caravan dan Helikopter Airbus H-125 pada DPA Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika TA 2015 sebesar Rp85.708.991.200,- dengan total harga Pesawat dan Helikopter sebesar Rp80.537.405.219 yang langsung dibayarkan ke pabrik dengan Metode Swakelola (Perpres 54 Tahun 2010 tentang tata cara pengadaan barang dan jasa Pemerintah).
Biaya Rp5.171.485.981 digunakan untuk biaya Pra Operasi dan Operasional awal (Perijinan, perekrutan pilot, engginer, Ferry Flight, Gaji Kru dll) oleh PT. Asian One Air sebagai Perusahan penerbangan pemegang AOC 135. Untuk semua transaksi ini, dilengkapi dengan bukti-bukti yang sah.
Pesawat terbang grand caravan ada dan tercatat sebagai aset Pemkab Mimika dan terparkir di Bandara Mozes Kilangin Timika. Helikopter Airbus H-125 juga ada dan tercatat sebagai aset Pemkab Mimika dan terparkir di Bandara Mozes Kilangin Timika.
Kedua fasilitas tersebut beroperasi di Timika dan Papua dalam melayani masyarakat mulai 2016 sampai 2022. Dan telah memberikan PAD sebesar Rp45.000.000.000.
Walaupun Rp21.848.875.000 belum terbayarkan yang menjadi utang yang diakui PT. Asian One Air kepada Pemkab Mimika karena beratnya biaya maintanance dan biaya operasional yang tinggi.
Kasus ini mulanya dilaporkan dan diperiksa KPK sejak 2017 hingga 2019 namun proses penyelidikannya tidak dilanjutkan. Kemudian 2020, kasus ini dilaporkan kembali ke Kejaksaan Tinggi Papua namun tidak dilanjutkan karena pernah diperiksa KPK.
Tahun 2021 dilaporkan kembali ke Polda Papua namun tidak dilanjutkan proses penyelidikannya karena dianggap tidak cukup bukti.
Tahun 2022 dilaporkan kembali ke Polda Papua, Kejaksaan Negeri Mimika, Kejaksaan Tinggi Papua dan DPRD Mimika.
DPRD Mimika kemudian membentuk Pansus dan telah selesai dilakukan pemeriksaan serta tidak dilanjutkan karena pesawat terbang dan helikopter ada dan beroperasi.
Begitu pula, Polda Papua melakukan penyelidikan atas kasus dugaan pencurian dan penggelapan helikopter dan telah diberhentikan penyelidikannya karena helikopter ada dan dikuasai penuh Pemkab Mimika sebagai pemilik.
Bahkan, 28 Februari 2023 Polda Papua resmi menghentikan penyelidikan kasus tersebut atas laporan pengaduan Jeny O. Usmany, S.Pd, M.Pd yang diadukan sejak 19 Agustus 2022 karena tidak ditemukan adanya peristiwa pidana.
Penghentian dilakukan oleh Polda Papua sebagaimana Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3) Nomor: SPPP/19/II/RES.1.11/2023 yang dikeluarkan Penyidik Polda Papua tertanggal 28 Februari 2023.
Bedanya, Kejaksaan Negeri Mimika bersama Kejati Papua tetap lanjut penyelidikan dan penyidikan lalu menetapkan Rettob dan Silvi sebagai tersangka hingga disidangkan di Pengadilan Tipikor Jayapura dengan klaim kerugian Negara sebesar Rp69.135.404.600,-.
JPU Kejati Papua dalam kasus ini tak menggandeng BPK RI namun mempercayakan perhitungan kerugian negara ke Akuntan Publik Independen.
Beberapa hal itulah yang kemudian memicu penilaian publik bahwa kasus yang ditimpakan ke Rettob adalah murni pesanan.
Pasalnya, karena ada bukti pembelian pesawat dan helikopter total sebesar Rp80.537.405.219 tersebut yang langsung dibayarkan ke pabrik. Kemudian, barangnya berupa pesawat dan helikopter ada dan telah dimanfaatkan sejak 2016 lalu.
Namun sebaliknya, Jaksa Kejati Papua mengklaim negara dirugikan sebesar Rp69.135.404.600,- hasil perhitungan auditor swasta.
Klaim publik soal kasus pesanan pun setidaknya diklaim terbukti pasca surat dakwaan JPU ditolak Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jayapura dan dinyatakan batal demi hukum dalam sidang putusan sela, 27 April 2023.
Salah satu amar putusan Eksepsi menyatakan bahwa Pengadilan Tipikor Jayapura tidak mempunyai kewenangan absolut untuk mengadili perkara tersebut karena perkara yang didakwakan bukan sebagai Tindak Pidana Korupsi. Karena berkaitan hutang piutang.
Klaim publik pun sejalan pula dengan KPK dan Polda Papua yang menyatakan bahwa tidak ditemukan adanya peristiwa pidana dalam kasus tersebut.
Kemudian diperkuat DPRD Mimika yang membentuk Pansus dan telah selesai dilakukan pemeriksaan serta tidak dilanjutkan karena pesawat terbang dan helikopter semuanya ada dan beroperasi.
Jaksa Kembali Ajukan Perkara yang Sama
Menariknya, Kejati Papua malah kembali memproses hukum Rettob dan Silvi di Pengadilan Tipikor Jayapura, dengan mengajukan dakwaan yang sama meski menghilangkan dugaan KKN. Nilai kerugian Negara yang diusung pun tetap sama Rp69.135.404.600,- hasil perhitungan auditor swasta.
Perkara tersebut telah didaftarkan dengan nomor: 09/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jap tanggal 9 Mei 2023 atas nama terdawa Johannes Rettob. Dan perkara nomor 08/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jap pada 9 Mei 2023 atas nama terdakwa Silvi Herawati.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Papua Aguani dalam pernyataannya soal dakwaan pada perkara kali ini, membenarkan pihaknya memakai pasal korupsi dan menghilangkan pasal KKN.
“Ya, pasal 2, jadi murni korupsi, KKN dihilangkan,” ujar Aguani saat dikonfirmasi seusai sidang perdana akhir Mei 2023 lalu seraya menegaskan, apa yang penuntut umum lakukan sudah melalui mekanisme atau SOP yang ada.
Akhir dari proses hukum ini, Majelis Kasasi Mahkamah Agung RI memutus perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pesawat Cessna Grand Caravan C 208 B EX dan Helikopter Airbus H 125 milik Pemkab Mimika.
Adapun dua terdakwa dalam kasus ini yaitu Johannes Rettob dan Silvi Herawaty.
Berdasarkan informasi perkara yang diperoleh Koreri.com, MA menolak kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Mimika.
“Amar putusan : Tolak Kasasi Penuntut Umum,“ demikian kutipan dalam informasi perkara MA yang diterima Koreri.com, Senin (27/5/2024).
Putusan tersebut dibacakan pada 20 Mei 2024.
Majelis Hakim Kasasi yang memutus perkara diketuai, Dr. Desnayeti, M. SH., MH. dengan Anggota Majelis Dr. Agustinus Purnomo Hadi, S.H., M.H, dan Yohanes Priyana, S.H., M.H. Sementara Panitera Pengganti Edward Agus, SH.,MH
Putusan bebas juga diterima Silvi Herawaty.
Kemendagri “Bersurat Cinta” ke Medsos
Fakta lainnya yang tak kalah heboh, munculnya Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri RI No 100.2.1.3-1245 Tahun 2023 tentang Pemberhentian Sementara Wakil Bupati Mimika Provinsi Papua Tengah yang beredar luas di media sosial (medsos).
Sebagaimana salinan yang diterima redaksi, SK tersebut ditetapkan di Jakarta pada 29 Mei 2023 namun berlaku surut sejak 9 Mei 2023.
Menariknya, pasca SK tersebut beredar luas di jagad maya, Sekda Mimika Petrus Yumte malah menegaskan tidak ada surat pemberitahuan dari Kemendagri terkait penonaktifan jabatan Plt Bupati Mimika Johannes Rettob yang diterima pihaknya.
“Kan dalam pemerintahan ada prosedur dan mekanisme yang harus kita ikuti, tidak mungkin orang kasih surat sembunyi-sembunyi. Jadi sampai sekarang tidak ada surat itu dan pak Johannes Rettob masih menjabat Plt Bupati Mimika,” tegasnya dikonfirmasi Koreri.com, Rabu (7/6/2023) malam.
“Sampai malam ini surat pemberhentian sementara jabatan Plt Bupati Mimika kami tidak tahu, karena kami baru selesai rapat pimpinan OPD bersama Pak Plt Bupati Mimika, Johannes Rettob dan baru pulang langsung saudara telepon,” tegasnya.
Dan sekali lagi Sekda Mimika tegaskan, proses surat pemberhentian seorang kepala daerah tidak seperti mengirim surat cinta.
Senada, Plt. Bupati Mimika Johannes Rettob juga mengatakan tidak tahu soal surat penonaktifan yang disampaikan Kapuspen Kemendagri RI.
“Saya sendiri tidak tahu, tapi info beredar begitu,” akui Rettob saat dikonfirmasi redaksi Koreri.com, Rabu (7/6/2023) malam.
Sementara, ketika ditanya soal surat Keputusan pemberhentian Plt Bupati Mimika, Kapuspen Kemendagri Beni Irawan meminta awak media bertanya ke Pemda Mimika.
“Bisa tanya ke Pemda,” jawabnya melalui pesan singkat WA, Rabu (7/6/2023) malam.
Meski terkesan tak sopan secara etik Pemerintahan dan sewenang-wenang, karena terlihat jelas bagaimana Rettob selaku Wabup definitif tak dihargai namun Kemendagri melalui Pemerintah Papua Tengah tak bergeming hingga pelantikan Pj Bupati Mimika pada 20 Juni 2023.
Hal itu kemudian mengundang sorotan hingga kecaman publik dari berbagai kalangan mulai akademisi, pengamat hukum hingga tokoh masyarakat atas cara-cara tersebut.
Kejati Papua pun tak luput dari kecaman karena bersurat meminta Rettob dihentikan ke Pj. Gubernur Papua Tengah untuk disampaikan kepada Mendagri RI. Tindakan tersebut diklaim berada diluar dari kewenangan/melampaui kewenangannya.
Akhirnya ujung dari skenario ini, Johannes Rettob malah diaktifkan kembali sebagai Wakil Bupati Mimika.
Ia bahkan kemudian dipercayakan menjabat Bupati Mimika pasca Eltinus Omaleng terbukti suap/gratifikasi pada perkara pembangunan gereja Kingmi Mile 32.
Omaleng sempat diputus bebas PN Tipikor Makassar namun diputus bersalah seusai MA mengabulkan kasasi Jaksa KPK.
Kisah Bapa Jkrta yang Fenomenal
Kisah “Bapa Jkrta” yang fenomenal itu pun tak bisa dilupakan begitu saja. Karena diyakini menyiratkan adanya pesanan pihak tertentu sejak kasus ini digulirkan.
Bermula tertangkap tangannya seorang pria yang kedapatan merupakan suruhan “Bapa Jkrta” yang ditugaskan memantau seluruh pergerakan “Si Rambut Putih” selama persidangan.
“Minta maaf pak, saya hanya disuruh oleh seorang bapak untuk ambil foto dan video pak Plt Bupati Mimika. Saya tidak tahu namanya. Saya sudah kirim ke orangnya,” ungkapnya kala itu setelah ketangkap tangan.
Setelah Hpnya diperiksa, ternyata seseorang yang menyuruhnya ditulis dengan sebutan “Bpk Jkrta” di alat komunikasi itu.
Belakangan diketahui “Bpk Jkrta” adalah seorang warga Mimika yang selama ini disinyalir menjadi salah satu aktor dibalik laporan kasus pesawat Pemda setempat.
Di media WhatsAap, terpampang wajah dan nama lengkapnya beserta gelar pendidikan yang dimilikinya.
Ia juga diketahui selama ini terus memantau jalannya persidangan Rettob dan Silvy Herawati dimulai dari sidang pra peradilan.
Di dalam pesan whatsAap tersebut, ia menerima kiriman foto dan video keberadaan Rettob dari orang yang disuruhnya.
“Mantaaap. Vidion dan foto lg. Vidio rambut putih,” balasnya sebagaimana pesan singkat tersebut terungkap sesaat setelah ketahuan.
Belakangan diketahui, Bpk Jkrta ternyata seorang mantan ajudan atau orang dekat Bupati Nonaktif Eltinus Omaleng dan saat ini berprofesi sebagai pengacara.
Isu Jaksa Terima Suap Hingga Demo “Berbayar”
Isu soal dugaan suap seiring berkembangnya informasi di sejumlah kalangan bahkan kabarnya berasal dari “Orang Dalam” Korps Adhyaksa itu sendiri bahwa tim penyidik Kejati Papua telah menerima pasokan anggaran dengan nilai tertentu bahkan kabarnya disebut fantastis hingga miliaran rupiah dari pihak yang berseberangan dengan Johannes Rettob.
Meski masih didalami soal itu, namun setidaknya dengan munculnya informasi dari “Orang Dalam” soal uang besar yang digelontorkan “Lawan Johannes Rettob” seolah-olah semakin memperkuat klaim publik bahwa kasus ini murni pesanan.
Aksi sekelompok mahasiswa dibawah komando mantan Ketua BEM Uncen Yops Itlay dengan memakai kaos hitam bertuliskan “BEM Uncen Bersama Kejati Papua” tak luput dari perhatian.
Para mahasiswa yang kabarnya bukan berasal dari Mimika ini terus bersuara mendesak Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jayapura menahan Johannes Rettob.
Terbaru, kelompok diduga binaan berbayar ini kembali aksi demo di kantor Kejati Papua pada 8 Agustus dan berlanjut di Kejagung pada 13 Agustus 2024 lalu.
Siapakah pihak yang mensponsori kelompok ini membuat aksi rutin menekan Majelis Hakim saat berlangsung sidang di Pengadilan Tipikor Jayapura hingga aksi terkini di Kejati Papua dan Kejagung RI? Tentu hanya merekalah yang tahu dan pihak sponsor.
Episode kisah tentang negeri Mimika yang kaya akan SDA-nya dipastikan masih akan terus bergulir. Bahkan semakin “hot” menjelang Pilkada 2024 mendatang.
Negeri pemilik sejumlah sumber dana besar mulai dari APBD, APBN, PAD, belum lagi anggaran khusus yang digelontorkan bagi masyarakat adat sebagai bagian divestasi saham 10 persen PTFI yang tentunya semakin menjadikan tanah ini bergelimangan uang dan sudah pasti jadi incaran para pemburu harta.
Mampukah “Si Rambut Putih” bertahan menghadapi gempuran para pemburu harta itu? Entalah ! Hanya waktu jualah yang akan membuktikan semuanya.
Kini, Johannes Rettob telah bersiap bersama pasangannya Emanuel Kemong untuk maju bertempur di Pilkada Mimika 2024.
Pasangan dengan jargon JOEL ini telah mengantongi rekomendasi sejumlah partai politik sebagai syarat untuk mendaftar di KPU Mimika.
JOEL resmi didukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan 5 kursi, Partai Bulan Bintang (PBB) 2 kursi, Partai Amanat Nasional (PAN) 1 kursi. Sedangkan Partai Keadilan Sejahtera PKS dan Partai Solidaritas Indonesia PSI (non seat).
RED