Koreri.com, Sorong – Polemik soal Surat Keputusan (SK) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golar terkait penetapan pimpinan DPRP Papua Barat Daya (PBD) masih terus bergulir.
Hal itu lantaran adanya surat dari Mahkamah Partai Nomor B.01/MP-GOLKAR/III/2025 tertanggal 6 Maret 2025 pada poin 5 yang meminta kepada pimpinan sementara DPRP PBD untuk menunda pelaksanaan surat DPP Partai Golkar Nomor: B-543/DPP/GOLKAR/II/2025 tanggal 8 Februari 2025 perihal Perubahan Penetapan Pimpinan DPRP PBD.
Juga termasuk Rapat Paripurna Pengumuman dan Penetapan Pimpinan DPRP PBD dari Partai Golkar sampai ada putusan Mahkamah Partai Golkar berkekuatan hukum tetap.
Penundaan ini karena adanya pengaduan yang dilakukan Politisi Golkar PBD Henry Wairara atas pembatalan SK penunjukkan dirinya sebagai pimpinan definitif DPRP PBD oleh Ketua Umum DPP Golkar.
Wairara yang dikonfirmasi awak media, Jumat (7/3/2025) membenarkan itu.
“Masalah polemik Ketua DPRP Papua Barat Daya ini kan sudah ada di ranah Mahkamah Partai. Dan sudah ada surat dari Mahkamah Partai untuk kita berproses. Jadi kita menunggu saja,” ungkapnya.
Wairara memperkirakan dalam 2 minggu kedepan sudah ada keputusan dari Mahkamah Partai.
“Kita menunggu Mahkamah Partai berproses, dan itu instruksi dari Mahkamah Partai. Jadi kita tunggu saja,” sambungnya.
Wairara juga menegaskan sikapnya yang dinilai sama dengan menggugat keputusan Ketua Umum DPP Partai Golkar.
“Silahkan dia (DPP) mau bilang apa tapi semua masalah sudah dilimpahkan ke Mahkamah Partai,” tegasnya.
Wairara juga menegaskan pula bahwa apa yang dilakukannya itu karena statusnya sebagai kader yang juga berhak.
“Karena saya juga mendapatkan SK itu, tapi tidak tahu alasannya apa tiba-tiba saya digantikan. Saya juga tentu mencari keadilan untuk itu,” tegasnya.
Soal penundaan penetapan pimpinan DPRP PBD definitif, Wairara menegaskan bahwa itu atas perintah Mahkamah Partai.
“Jadi kita menunggu keputusan Mahkamah Partai karena sesuai denga AD/ART kita bahwa keputusannya ada di Mahkamah Partai,” pungkasnya.
Menanggapi surat penundaan pengusulan pimpinan DPRP PBD dari Mahkamah Partai, Sekretaris DPD I Partai Golkar PBD Febry Jein Andjar mengatakan, pihaknya telah memberitahukan kepada Dewan Pimpinan Pusat sebagai laporan.
Menurut Ketua Fraksi Golkar DPRP PBD itu bahwa DPP sebagai pimpinan tertinggi di partai berlambang pohon beringin tersebut wajib mendapat laporan segala sesuatu yang terjadi di daerah.
Apalagi langkah hukum itu dilakukan anggota fraksi Henry Wairara yang menggugat keputusan Ketua Umum Bahlil Lahadalia.
Febry pun mengaku kaget karena pihaknya sebagai pengurus partai tingkat provinsi belum dimintai keterangan atau klarifikasi terkait gugatan kader partai ke Mahkamah Partai Golkar.
“Saya pikir di Mahkamah Partai ada tata cara beracara seperti apa, kan ada klarifikasi semua pihak yang terlibat didalamnya. Nanti DPP yang mengambil keputusan, semua instruksi yang kami laksanakan semua dari pusat,” tegas Febry dalam keterangan persnya kepada awak media.
Mantan Anggota DPR Papua Barat dua periode itu menjelaskan, bahwa surat Mahkamah Partai Golkar nomor : B.01/MP-GOLKAR/III/2025 tanggal 6 Maret 2025 ini sudah diterima DPD I Partai Golkar PBD tanggal 7 Maret 2025 dan langsung dikirim kepada Ketua Umum DPP untuk mendapat petunjuk serta arahan yang akan dilakukan selanjutnya.
Andjar menuturkan, keputusan DPP tentang penunjukan Ketua DPRP PBD definitif periode 2024-2029 dari partai Golkar sudah final. Namun karena ada langkah hukum yang dilakukan Henry Wairara sehingga masih berproses di Mahkamah Partai.
“Proses penunjukan Ketua DPR Provinsi Papua Barat Daya definitif dari Partai Golkar itu sudah final, karena keputusan Ketua Umum DPP adalah wajib hukumnya untuk dipatuhi oleh kader-kader dibawahnya,” tegasnya.
Dikatakannya, bahwa pengusulan pimpinan DPR di Partai Golkar ada aturannya yaitu memiliki suara terbanyak pada pemilihan legislatif, pernah menjabat sebagai anggota DPRD tingkat Provinsi, masuk dalam pengurus partai di tingkat Provinsi, kemudian namanya diusulkan dari DPD I Golkar.
“Selanjutnya loyal terhadap partai dan tidak sedang berperkara hukum. Syarat pendidikannya minimal Strata satu dan tidak pernah pindah partai politik atau kader murni partai Golkar,” pungkasnya.
ZAN