Koreri.com, Keerom – Dugaan upaya intervensi kepala daerah demi memenangkan pasangan calon tertentu dalam pemungutan suara ulang (PSU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Papua kembali mengemuka.
Kali ini, Bupati Keerom Pieter Gusbager diduga secara terang-terangan mengintervensi terhadap hasil PSU di wilayah itu.
Kecaman keras pun dilontarkan Juru bicara pasangan calon Gubernur Papua BTM – CK, Marshel Morin terhadap Gusbager.
Morin menuding sang Bupati secara terang-terangan melakukan intervensi terhadap hasil pemilihan di TPS dan mengintimidasi penyelenggara untuk kepentingan tertentu dalam proses rekapitulasi suara PSU Pilgub yang berlangsung pada 6 Agustus 2025 lalu
“Kami mengecam keras tindakan Bupati Keerom yang terang-terangan melakukan intervensi terhadap hasil pemilihan di TPS dan mengintimidasi penyelenggara,” kecamnya.
“Tindakan ini merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip demokrasi yang jujur dan adil,” sambung Marshel Morin dalam keterangannya kepada media.
Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak hanya mencoreng integritas proses Pilkada, tetapi juga mengkhianati amanat rakyat. Ia secara tegas meminta semua pihak untuk menghentikan cara-cara kotor dalam memanipulasi data suara rakyat.
“Ingat, suara rakyat adalah suara Tuhan. Stop dengan cara yang kotor memanipulasi data suara rakyat,” tegasnya.
Landasan Hukum dan Peraturan Pemilu
Tindakan yang diduga dilakukan oleh Bupati Keerom, jika terbukti, dapat dikategorikan sebagai pelanggaran pidana pemilu. Beberapa peraturan yang relevan dengan kasus ini antara lain:
* Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.
* Pasal 188: Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak sahnya hasil pemungutan suara atau tidak sahnya hasil perhitungan suara atau tidak sahnya hasil rekapitulasi suara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
* Pasal 191: Setiap orang yang dengan sengaja mengganggu, menghalangi, atau mengancam penyelenggara pemilihan, saksi, dan pemilih dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
* Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.
* PKPU ini mengatur secara rinci tata cara dan prosedur rekapitulasi suara dari tingkat TPS hingga tingkat provinsi, yang harus dilaksanakan secara berjenjang, terbuka, dan akuntabel. Setiap pelanggaran terhadap prosedur tersebut dapat berimplikasi hukum.
Pernyataan Marshel Morin ini diharapkan dapat menjadi perhatian bagi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Gakkumdu (Sentra Penegakan Hukum Terpadu) untuk segera melakukan investigasi atas dugaan pelanggaran tersebut.
Integritas penyelenggaraan PSU Pilkada di Keerom menjadi taruhan, dan pengawasan ketat dari semua pihak sangat dibutuhkan untuk memastikan hasil yang benar-benar mencerminkan kehendak rakyat.
TIM