Koreri.com, Sydney – 1988 tepat 37 tahun silam menjadi momen bersejarah bagi keluarga almarhum Silas Saa, salah satu tokoh asal Maybrat yang bermukim di Kota Biak, Papua.
Kala itu, keluarga Silas Saa menerima berkat istimewa dari Pendeta Ruben Rumbiak.
Peristiwa rohani ini menjadi kenangan berharga yang hingga kini masih melekat kuat dalam ingatan keluarga.
Sejak 1988, sejumlah putra terbaik Maybrat berperan penting dalam tugas pemerintahan di Kabupaten Biak Numfor.
Diantaranya, Martinus Howay yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bappeda Biak Numfor, dan Silas Saa sebagai Kepala Cabang Dinas Kehutanan (KCDK) VI Biak Numfor.
Kisah awalnya bermula saat keluarga Silas Saa pertama kali menginjakkan kaki di Biak pada 18 Mei 1988. Dan sempat menginap di Losmen Solo, yang ketika itu terletak di dekat Bank Exim Biak.
Suatu sore sekitar pukul 16.00 WIT, Bapak Silas bersama istri dan kelima anaknya mengunjungi Pasar Inpres Biak.
Di tempat itulah, tepat berlangsung momen perjumpaan yang tak terduga. Bapak Silas dan keluarga dipertemukan langsung dengan seorang pendeta lanjut usia yang memperhatikan wajah keluarga tersebut.
Pendeta yang pernah melakukan pelayanan Injil di Ayamaru itu kemudian menyapa dalam bahasa Maybrat, hingga terjalinlah komunikasi yang hangat.
Sang Hamba Tuhan itu tak lain adalah Pdt. Ruben Rumbiak.
Tak lama selepas pertemuan itu, hamba bersahaja yang sering disapa Tete Pdt. Ruben Rumbiak ini mengajak keluarga Silas Saa untuk berdoa bersama pada hari Sabtu pukul 06.30 WIT di Losmen Solo Biak.
Ketika tiba waktu yang dijanjikan, sang pendeta datang dan dengan tampilan mengenakan jubah, lalu berdoa serta memberkati keluarga Silas Saa yang saat itu masih tinggal sementara di losmen.
Beberapa waktu kemudian, setelah keluarga pindah ke rumah dinas di kawasan Mandala, Biak, Pdt. Ruben kembali menyambangi dan kembali memberkati keluarga Silas Saa dengan doa dan penumpangan tangan kepada Bapak Silas Saa, Mama Nelce Saa dan kelima buah hatinya.
Tak berhenti sampai di situ, Mama Nelce Saa bersama putra bungsu, George “Oge” Saa, juga menyempatkan waktu berkunjung ke Kababur Ambroben, tempat tinggal Tete Pdt. Ruben Rumbiak. Saat itu, adik George masih berusia lima bulan.
Dalam ruang doa pribadi sang pendeta, Mama Nelce berdoa sambil menggendong bayi George, sementara Pdt. Ruben Rumbiak mengenakan jubah dan menumpangkan tangan langsung ke atas kepala Mama Nelce untuk memberkati mereka.
Ada salah satu momen yang tak akan pernah dilupakan Frengky Albert Saa.
Momen itu terjadi pada 1989 dimana saat itu, di pagi hari sekitar pukul 08.00 WIT, Frengky kecil sedang bermain di dekat Kantor Pos Biak Numfor sambil membawa ketapel untuk menembak burung gereja “Manggupre” (Bahasa Biak, red).
Ia tiba-tiba melihat Tete Pdt. Ruben Rumbiak turun dari taksi yang datang dari arah Kababur Ambroben.
“Tete bilang mau ke Kantor Pos untuk kirim surat,” kenang Frengky.
Tete Pendeta menenteng tas hitam dan meminta Frengky kecil menemaninya. Di dalam kantor pos, ada tiga petugas yang ia masih ingat hingga kini yakni Kakak Max Krey (mantan pemain PSBS Biak), Kakak Eli Rumaropen (mantan pemain Persipura Jayapura), dan Kakak Mirino, tetapi lengkapnya tidak diingat.
Surat yang saat itu diyakini sebagai surat wasiat Pdt. Ruben Rumbiak untuk dikirim, diterima langsung oleh Kakak Max Krey.
“Bagian ini pernah saya ceritakan kepada Usi Lis Rumbiak, putri dari Tete Pdt. Ruben Rumbiak,” kenang Frengky.
Bagi keluarga Saa, pengalaman penuh makna ini diyakini merupakan berkat Teofani “Ya dan Amin” yang tak akan pernah terlupakan. Sebuah momen iman yang menguatkan dan menjadi bagian dari perjalanan hidup keluarga almarhum Silas Saa hingga kini.
Penulis :
Kepala Bidang Riset dan Inovasi Bapperida Provinsi Papua Barat Daya







