as
as
as

YLBH Sisar Matiti: Keputusan MRPBD Cacat Hukum dan Langgar HAM

Yohanes Akwan SH
Direktur Eksekutif YLBH Sisar Matiti Yohanes Akwan, SH / Foto : Ist

Koreri.com, Sorong – Direktur Eksekutif Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Sisar Matiti, Yohanes Akwan, SH mengkritik keras keputusan Majelis Rakyat Papua MRP) Provinsi Papua Barat Daya terkait penetapan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dalam Pilkada serentak 2024.

Menurutnya, keputusan MRP tersebut tidak hanya cacat hukum, tetapi juga melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), bahkan diskriminatif terhadap perempuan Papua.

as

Akwan menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua Tahun 2021, ada tiga kriteria utama yang berhak maju sebagai calon gubernur dan wakil gubernur di Provinsi Papua Barat Daya.

Kriteria tersebut adalah sistem patrilineal, matrilineal, dan pengakuan adat dari suku-suku asli Papua terhadap bakal calon yang bersangkutan.

“Untuk pasangan ARUS, jelas mereka memenuhi kriteria matrilineal dan telah mendapatkan pengakuan sebagai anak adat dari suku-suku asli Papua,” tegas Akwan.

Lebih lanjut, Akwan menegaskan bahwa keputusan MRP bertentangan dengan sejumlah regulasi yang berlaku, termasuk Undang-Undang Otsus Papua, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 29 Tahun 2011, Peraturan Gubernur (Pergub) Papua Barat Daya Nomor 12 Tahun 2024, Peraturan KPU, serta surat dari Menteri Dalam Negeri tertanggal 30 Juli 2024.

“Dengan begitu, Surat Keputusan (SK) dan Berita Acara (BA) yang dikeluarkan oleh MRP jelas cacat hukum dan batal demi hukum,” tegasnya.

Pihaknya juga meminta kepada KPU Papua Barat Daya untuk segera menetapkan ARUS sebagai pasangan calon tetap Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua Barat Daya dalam Pilkada serentak 2024.

Akwan juga menyampaikan keprihatinannya terhadap putusan MRP yang dinilainya sebagai bentuk pelecehan terhadap perempuan Papua dan pelanggaran terhadap HAM.

Ia menambahkan bahwa keputusan tersebut memiliki kecenderungan diskriminasi rasial yang sangat tidak dapat diterima dalam konteks demokrasi dan perlindungan hak-hak asasi manusia.

“KPU harus tetap berpegang pada Undang-Undang dan tidak perlu mengikuti keputusan MRP yang cacat hukum itu,” tutup Akwan dengan tegas.

TIM

as