Koreri.com, Jayapura – Meski Surat Keputusan (SK) pelantikan 11 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) jalur Otonomi Khusus (Otsus) periode 2025–2030 telah ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri dan dikabarkan telah dikirim ke Gubernur Papua, proses pelantikan justru masih mandek.
Publik pun bertanya-tanya: apa yang menghambat pelantikan?
Yotam Bilasi, salah satu anggota DPRP terpilih dari jalur Otsus, mengungkapkan kekecewaannya terhadap lambannya proses pelantikan.
Menurutnya, informasi yang diterima menyebutkan bahwa SK pelantikan telah berada di meja Gubernur atau Kesbangpol Provinsi Papua sejak awal pekan ini.
“Kalau benar SK sudah ada di tingkat provinsi, kami minta segera diserahkan ke Sekretaris DPRP untuk ditindaklanjuti. Penetapan jadwal pelantikan harus segera dilakukan oleh Ketua DPRP. Jangan ada permainan politik atau tarik ulur birokrasi lagi,” tegas Yotam.
Lebih lanjut, Yotam menyinggung soal kerugian yang dialami oleh para anggota terpilih karena tertundanya pelantikan selama tujuh bulan. Hak-hak mereka sebagai wakil rakyat belum diterima, sementara tanggung jawab moral terhadap konstituen terus membebani mereka.
“Selama tujuh bulan, kami sudah kehilangan banyak hal. Dari sisi waktu, hak keuangan, hingga kesempatan berkontribusi dalam kerja-kerja legislasi. Ini preseden buruk bagi demokrasi Otsus di Papua,” katanya.
Yotam juga menekankan bahwa tidak ada lagi alasan teknis yang bisa dijadikan dalih untuk menunda-nunda pelantikan.
“Jas untuk pelantikan sudah siap, semua sudah kami persiapkan sejak lama. Tinggal lantik saja,” ujarnya menutup dengan nada kecewa.
Keterlambatan ini memunculkan tanda tanya besar: mengapa Gubernur Papua tidak segera menindaklanjuti SK pelantikan yang sudah disahkan oleh Mendagri? Apakah ada tarik-menarik kepentingan di internal birokrasi? Atau ini bagian dari skenario politik yang lebih luas terkait dinamika Otsus Papua?
Masyarakat dan tokoh-tokoh adat yang mengawal proses Otsus pun kini mendesak Pemerintah Provinsi untuk tidak mempermainkan aspirasi rakyat Papua.
Pelantikan harus segera dilakukan.
Birokrasi tidak boleh menjadi alat pembungkaman partisipasi politik orang asli Papua.
EHO