Koreri.com, Sorong – Korupsi, kejahatan luar biasa yang gemar dipelihara oleh segelintir elit egois yang hanya mementingkan diri sendiri dibanding masyarakat luas.
Dikutip dari The Wall Street Journal, korupsi tidak muncul begitu saja.
Korupsi merupakan produk asli dari lembaga ekonomi dan politik yang memberdayakan elit yang tidak mewakili masyarakat umum serta mengabaikan kepentingan negara yang jauh lebih besar.
Pemberdayaan ini memungkinkan para politisi, birokrat, dan bahkan tentara untuk meraih keuntungan dan menjadi kaya dengan suap.
Mereka dapat melakukannya karena tidak adanya akuntabilitas demokratis dan keseimbangan kekuasaan yang efektif, seperti aturan hukum dan kebebasan pers.
Tanpa perubahan mendasar pada lembaga-lembaga ini, gerakan anti-korupsi tidak mungkin akan mampu meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat umum.
Elit yang rakus dan mendominasi sebagian besar negara miskin termasuk Indonesia hanya akan mencari cara lain untuk memperkaya diri sendiri atau golongannya dengan biaya publik.
Salah satu contoh yang dikemukakan Bank Dunia terkait suap saja bahkan mencapai 1 juta dolar per tahunnya di seluruh dunia.
Singkat saja dan tak perlu basa-basi, ‘revolusi’ birokrasi sudah sangat mendesak untuk dilakukan dan ini sudah waktunya untuk meninggalkan ‘reformasi’ birokrasi yang berjalan pelan semenjak 25 tahun ini!
Tidak terkecuali di Indonesia Timur, korupsi menjadi penghambat terbesar pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah itu karena elit yang hedon dan serakah.
Reformasi birokrasi saja sulit, bagaimana dengan revolusi birokrasi?
Kalau memang berniat menghentikan korupsi yang sudah kronis ini, hal paling mudah dan bisa dilakukan sesegera mungkin adalah pembuktian terbalik kekayaan penyelenggara negara sebagai tindakan pertama revolusi birokrasi.
Tidak perlu rumit! Gampang kan?!
Konten Khusus – Redaksi Koreri