Opini: Keputusan KPU Papua Skors Pleno Kota Jayapura adalah Langkah Bijak atau Kontroversial?

KPU Papua KPU JPR Pembetulan Data
Momen KPU Provinsi Papua menskors pleno dan memerintahkan KPU Kota Jayapura melalukan pembetulan data / Foto ; Surya

Koreri.com, Jayapura – Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua untuk menskors pleno rekapitulasi suara Kota Jayapura dan memerintahkan pembetulan data tentu mengundang berbagai respons.

Hal ini muncul sebagai tindak lanjut atas keberatan yang diajukan oleh Bawaslu Kota Jayapura, PPD Jayapura Selatan, dan saksi pasangan calon Gubernur nomor urut 1 terkait indikasi penggelembungan suara di Distrik Jayapura Selatan.

as

Jika dilihat dari sudut pandang kepatuhan pada aturan, keputusan Ketua KPU Papua, Steve Dumbon, dapat dipahami sebagai langkah yang tepat.

PKPU memang memberikan ruang bagi penyelesaian persoalan yang muncul dalam proses rekapitulasi.

Namun, pertanyaan yang muncul kemudian adalah: seberapa efektif dan netral mekanisme pembetulan data yang dilakukan di tingkat ini? Apakah ini benar-benar bisa menyelesaikan persoalan atau justru membuka potensi sengketa yang lebih rumit di kemudian hari?

Di sisi lain, protes dari saksi pasangan calon nomor urut 2 yang menyarankan agar persoalan ini langsung diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi (MK) juga patut dipertimbangkan.

MK selama ini dikenal sebagai lembaga yang memiliki otoritas tertinggi dalam memutus sengketa Pemilu. Dengan demikian, proses di MK bisa dipandang sebagai jalan yang lebih tegas dan final.

Pernyataan Steve Dumbon bahwa “Banyak Jalan Menuju Roma” cukup menarik perhatian.

Kalimat tersebut menunjukkan bahwa ia membuka ruang penyelesaian alternatif selain MK. Akan tetapi, bukan tidak mungkin langkah ini menimbulkan spekulasi adanya potensi kompromi politik atau tarik-menarik kepentingan di balik keputusan tersebut.

Fakta adanya indikasi penggelembungan suara sebesar 9.137 di Distrik Jayapura Selatan, seperti yang tertuang dalam form keberatan, semakin memperkeruh situasi.

Jika benar terjadi, angka tersebut cukup signifikan untuk mempengaruhi hasil pemilu. Hal ini pula yang menjadi alasan keberatan dari berbagai pihak.

Pada akhirnya, keputusan KPU Papua ini harus diikuti dengan transparansi dan pengawasan ketat agar hasil pembetulan data tidak menimbulkan polemik berkepanjangan.

Tanpa langkah yang jelas dan akuntabel, skors pleno ini berpotensi menimbulkan keraguan publik terhadap integritas KPU sebagai penyelenggara pemilu.

Kita tentu berharap penyelesaian ini dapat berjalan dengan baik. Namun, pertanyaan mendasar tetap menggantung:

Apakah skorsing dan pembetulan data ini memang langkah bijak untuk mengatasi masalah atau justru akan memicu persoalan baru yang berujung di meja MK?

Waktu yang akan menjawabnya.

Redaksi