Koreri.com, Jayapura – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Jayapura kembali jadi sorotan publik.
Hal itu lantaran tudingan terhadap manuver politik lembaga penyelenggara tersebut yang diduga berusaha mengamankan kepentingan pihak tertentu dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Gubernur Papua yang dijadwalkan pada 6 Agustus 2025.
Persepsi hingga tudingan miring itu kembali mengemuka menyusul dilakukannya evaluasi terhadap anggota Badan Ad Hoc atau yang lebih dikenal dengan nama anggota Panitia Pemilihan Distrik (PPD) oleh KPU Kota Jayapura.
Evaluasi tersebut berujung pada pergantian sejumlah besar anggota PPD se-Kota Jayapura.
KPU Kota Jayapura dikabarkan mengeluarkan keputusan yang hanya ditandatangani oleh dua Komisionernya, yakni Ance Walli selaku Ketua dan Martapina Anggai selaku anggota.
Isi keputusan itu berupa penggantian seluruh PPD Distrik Abepura, dua orang anggota PPD Distrik Heram.
Hal itu terungkap dalam dalam jumpa pers yang digelar beberapa anggota PPD yang mengaku tiba-tiba telah digantikan KPU Kota Jayapura.
Mereka antara lain, mantan Ketua PPD Abepura Muhamad Rusli dan anggotanya Ibrahim Kaldera, serta mantan PPD Heram Badarudin Rumaka dan Nawal.
Dalam jumpa pers yang berlangsung di salah satu Café di Kota Jayapura, Kamis (17/4/2025) malam, para narasumber mempertanyakan sejumlah alasan atau urgensi pergantian sejumlah anggota PPD yang relatif berprestasi dalam melaksanakan Pilkada Kota Jayapura dan Pilgub Papua pada 2024 lalu.
Sejumlah fakta penting ini lantas menjadi sorotan pasca pergantian sepihak tersebut.
1. Mekanisme pergantian yang dibungkus dengan mengatasnamakan evaluasi yang tiba-tiba tanpa kordinasi sebelumnya.
2.Para anggota PPD yang diganti adalah yang sukses menggelar Pilkada Wali Kota Jayapura dan Pilgub Papua pada 2024 lalu. Sebab, diketahui dalam Pilkada lalu, hanya PPD Distrik Jayapura Selatan yang paling bermasalah.
3.Jadwal dan tahapan evaluasi hingga pengumuman hasil yang tidak sesuai jadwal yang dikeluarkan sendiri oleh KPU Kota Jayapura.
4.Indikator dan dasar penilaian serta mekanisme evaluasi PPD terindikasi tidak objektif dan tidak memiliki dasar yang kuat.
5.Penunjukan Nama pengganti PPD yang tidak melihat nomor urut daftar tunggu Pergantian Antar Waktu.
6.Sangat aneh karena adalah ada nama baru yang ditunjuk sebagai anggota PPD. Padahal, orang tersebut sama sekali tidak ada dalam daftar tunggu Sepuluh Besar anggota PPD. Mereka atas nama Nahason Bonay sebagai PPD distrik Abepura dan Krios Everus Mara sebagai PPD di Jayapura Selatan,
7.Dalam pengambilan Keputusan hasil evaluasi badan adhoc tidak memenuhi Kuorum, karena hanya Dua komisioner, yakni KPU Kota Jayapura dan Ance wali yang mengambil Keputusan dan Marthapina Anggai.
8.Tidak ada SK dan berita acara KPU Kota Jayapura dalam hasil keputusan badan Adhoc alias PPD
Eks Ketua PPD Abepura, Muhamad Rusli menjelaskan, dari jadwal yang dikeluarkan oleh KPU Kota Jayapura, harusnya pengumuman evaluasi baru pada tanggal 5 – 7 Mei 2025.
Namun secara tiba-tiba, 15 April 2025 lalu sudah ada pengumuman dan ditempel di kantor KPU Kota Jayapura.
Padahal seluruh anggota PPD beberapa distrik yang diganti tersebut adalah mereka yang sukses menyelenggarakan dan mengawal jalannya perolehan suara hingga final dalam Pilkada Koya Jayapura dan Pilgub Papua,” sesalnya.
“Contohnya kami di PPD Abepura diganti semua. Atas dasar apa ini? Sebab kami sukses jalankan Pilkada lalu. Prinsipnya kami siap diganti, tetapi tentu harus ada indikator atau obyektivitas alasan yang jelas. Orang kerja berprestasi biasanya diberikan reward, ini malah sebaliknya,” herannya lagi.
Senada Nawal yang menyebutkan bahwa awalnya pihak KPU Kota Jayapura tidak menyampaikan adanya pergantian.
“Lalu indikator apa kami diganti? Tidak pernah kami dievaluasi, tiba tiba kami diganti. Kami kaget. Beda kalau ada perekrutan baru. Kami di Heram saat Pilkada kemarin justru hanya kami berdua yang ikut diganti. Inilah yang mengawal suara sampai final penghitungan. Ini ada apa?” kecamnya.
Masih membekas di hati publik tanah air bagaimana polemik “Bola Liar” berkaitan dengan kurang lebih 10 ribu suara di Distrik JAyapura Selatan.
Meski akhirnya disahkan, masalah dugaan penggelembungan suara itu sangat viral. Sebab ada hampir 10 ribu suara yang hanya memakai hak suara memilih di Pilgub Papua.
Padahal, bersamaan ada Pilkada Wali Kota Jayapura.
SAV