Koreri.com, Opini – Calon Gubernur Benhur Tomi Mano telah berhasil memenangkan kontestasi Pemilihan kepala daerah (Pilkada) Papua pada November 2024 lalu.
Meski kemudian di Mahkamah Konstitusi (MK) RI diputuskan harus dilakukan pemungutan suara ulang (PSU).
Sebenarnya bukan hal yang mengejutkan jika pria yang akrab disapa BTM ini berhasil memenangkan Pilgub Papua.
Karena hal itu terlihat jelas dari dukungan masyarakat yang begitu masif kepadanya bersama Yermias Bisay di ajang politik tersebut.
Ternyata salah satu yang menjadi alasan kuat masyarakat lebih memilih BTM dan Yermias Bisay kala itu karena ia dikenal sebagai sosok yang tidak alergi terhadap kritikan.
Diketahui sejak menjabat sebagai Camat hingga terpilih menjadi Wali Kota selama dua periode, BTM dikenal sebagai sosok pemimpin yang membuka ruang bagi kritik dan masukan dari masyarakat.
Bagi beliau, kritik bukanlah ancaman, melainkan sumber pembelajaran dan koreksi yang sangat berharga dalam menjalankan tugas pemerintahan.
Bagi putra asli Tanah Tabi itu, kritikan merupakan bagian penting dalam menjalankan tugasnya sebagai publik figur.
Tidak seperti kebanyakan pejabat yang kadang memilih melaporkan atau mengabaikan kritik, BTM justru mengundang para pengkritiknya untuk berdiskusi secara langsung.
Sikap terbuka ini menunjukkan betapa beliau sangat menghargai fungsi kontrol sosial dari publik. Kritik dianggap sebagai cermin bagi setiap pemimpin agar dapat terus memperbaiki diri dan menghadirkan pemerintahan yang lebih baik.
Ia mencontohkan, semasa BTM Wali Kota Jayapura, Fransiskus Maga seorang aktivis mengkritisi soal banjir melanda Kota Jayapura di media sosial dan mendapat tanggapan yang beragam.
Merespon itu, BTM lantas secara terbuka melalui media massa mengundangnya untuk berdiskusi di kantor Wali Kota Jayapura. Dan pertemuan itupun terjadi.
Ini menunjukan bahwa BTM sosok pemimpin yang selalu terbuka untuk kritikan.
Sama halnya dengan kontestasi Pilkada 2024 lalu dimana ada tokoh pemuda yang aktif mengkritik BTM di media sosial tapi putra Port Numbay itu selalu merangkul.
Contoh lainnya, Benyamin Gurik di kantor KPU Papua waktu penetapan pasangan calon gubernur untuk PSU Pilgub Papua 2025.
Setelah acara itu, BTM panggil panggil Beni Beni dan mereka saling bertegur sapa hingga foto bersama.
Tentu sikap seperti ini menandakan BTM orang yang selalu menerima kritik, tanpa harus memusuhi.
BTM memandang kritik sebagai bagian dari ruang intelektual yang mendorong berpikir kritis. Baginya, mengekspresikan ketidakpuasan secara sehat tidak boleh dibawa ke ranah pidana.
Jika suara-suara kritis dari para intelektual, akademisi, aktivis sosial, dan penggiat media sosial dipaksa dibungkam, maka suara rakyat yang mereka wakili akan hilang.
Dan hal itu tentu akan melemahkan demokrasi serta kesejahteraan masyarakat.
Kepemimpinan BTM mengajarkan kita bahwa pemimpin sejati tidak takut pada kritik, justru menggunakannya sebagai bahan evaluasi dan dialog konstruktif.
Sosoknya yang humanis dan responsif menciptakan iklim demokrasi yang sehat, di mana masyarakat merasa didengar dan dihargai.
Dengan pendekatan seperti ini, BTM membuktikan bahwa pemimpin yang sukses adalah mereka yang mampu memandang kritik bukan sebagai serangan, melainkan sebagai kekuatan untuk membangun pemerintahan yang lebih baik dan inklusif bagi seluruh rakyat.
Penulis :
Warga Kota Jayapura