Koreri.com, Jayapura – Akhirnya “SUARA KEBENARAN” itu datang juga dari Kota Biak setelah aksi curang atau rekayasa berjamaah sejak gelaran pemungutan suara ulang (PSU) Pilgub Papua pada 6 Agustus 2025 lalu hingga menuju pleno akhir di KPU provinsi.
Pleno penetapan yang sebelumnya dijadwalkan pada 16 Agustus 2025 kemarin pun urung dilegalkan menyusul berbagai aksi curang melalui rekayasa suara membabi buta dan gila-gilaan yang terjadi sepanjang tahapan sejak PSU itu digelar terus disuarakan publik.
Mulai dari penggelembungan suara, merubah suara menggunakan tipex, mengalihkan suara oleh manuver oknum tim sukses, oknum partai pendukung hingga oknum penyelenggara baik secara pribadi maupun berjamaah.
Dan yang lebih mengenaskan, dugaan keterlibatan oknum Menteri, Pj Gubernur Papua utusan pusat hingga dugaan intimidasi aparat Kepolisian di berbagai wilayah PSU yang dilakukan secara terang-terangan dengan berbagai macam cara demi memenangkan pasangan calon Mathius Fakhiri – Aryoko Rumaropen (MARI-YO).
Sejumlah rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pun terkesan tak berarti apa-apa karena tak mampu membuat keadaan berubah.
Nyaris tak ada daya meski publik terus bersuara keras disertai berbagai bukti akan maraknya kecurangan yang terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM), seakan-akan semua jalan kebenaran mengungkap kecurangan itu telah tertutup karena sistem yang sudah diskenariokan sedemikan rupa.
Namun akhirnya “SUARA KEBENARAN” itu datang tepat di saat posisinya ibarat sudah berada di ujung tanduk. Dan itu datang dari mulut Bin Syowi Korwa, yang dicetuskan dalam pleno rekapitulasi suara resmi di KPU setempat, Jumat (15/8/2025).
Demi menyuarakan nuraninya yang terus terganggu atas aksi rekayasa yang berlangsung, perempuan Biak ini pun memberanikan diri bersuara lantang tepat di momen pleno resmi KPU setempat yang disiarkan secara live dan disaksikan publik.
Bin Syowi Korwa, bukanlah siapa-siapa, karena dia hanyalah seorang operator yang ditugaskan untuk mempertanggungjawabkan pekerjaannya dalam penginputan data suara pemilih di aplikasi SIREKAP.
Perlu diketahui, Operator SIREKAP memiliki tugas utama untuk memasukkan data hasil pemungutan suara ke dalam aplikasi SIREKAP, yang merupakan sistem informasi rekapitulasi elektronik untuk pemilu.
Operator juga bertanggung jawab untuk memverifikasi dan mengirimkan data tersebut ke tingkat selanjutnya, seperti PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) dan KPU (Komisi Pemilihan Umum) kabupaten/kota.
Bin Syowi Korwa tahu dan menyadari sungguh bahwa data yang diinput adalah hasil rekayasa sehingga ia pun berani menyuarakan itu.
Meski, resiko yang ia harus terima akibat keberaniaanya menyuarakan kebenaran itu berujung pemecatan dan pengusiran yang dilakukan Ketua KPU Biak Joe Lawalata.
“SUARA KEBENARAN” itu pun mengguncang dan mendapat respon luar biasa dari publik Papua. Meski SUARA KEBENARAN itu langsung dibungkam Ketua KPU Biak Joe Lawalata sebagaimana terinci jelas dalam dialog seru yang dapat disaksikan di kanal Youtube.
Karena bukannya mengakomodir adanya kecurangan itu untuk ditindak lanjuti, malah sang bos lembaga penyelenggara itu dengan gagah perkasanya menghentikan SUARA KEBENARAN itu, dengan menggunakan Pasal 44 untuk memecat dan mengusir ibu Korwa dari ruang pleno sampai meminta aparat keamanan turun tangan.
Ketua KPU: Pertanyaan saya begini, Ade ini sudah melecehkan pimpinan?
Operator Korwa : Siap, saya siap kena teguran pimpinan saya minta maaf.
Ketua KPU: Saya pakai pasal 44 huruf d pemecatan karena sudah tidak memenuhi syarat.
Operator Korwa : Siap!
Ketua KPU: Silahkan keluar, keamanan kasih keluar !
Bin Syowi Korwa pun menerima keputusan pemecatan dan pengusiran dari ruang rapat pleno itu dengan lapang dada.
Namun SUARA KEBENARAN itu telah berkumandang tinggi !!!
Aksi fenomenalnya itu pun semakin mempertegas bahwa telah terjadi rekayasa dan kecurangan yang brutal di berbagai daerah untuk memenangkan pasangan MARI-YO di PSU Pilgub Papua.
Bukti Kecurangan di Sejumlah Daerah
1. Suara Milik BTM-CK di Mamberamo Raya di Tipex
Salah satu kandal kecurangan di ajang Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Papua 2025 terjadi di Kabupaten Mamberamo Raya. Aksi mencoreng proses demokrasi ini terungkap menyusul suara pasangan calon Gubernur nomor urut 1, Benhur Tomi Mano – Constant Karma (BTM-CK) dihapus secara sengaja.
Bukti kecurangan itu mencuat ke publik lewat foto yang beredar luas di media sosial dan grup WhatsApp pada Sabtu (16/8/2025).
Dalam bukti dokumen foto yang diterima Koreri.com, tercatat jelas suara BTM-CK sebanyak 310 suara pada C Hasil, namun angka tersebut dihapus menggunakan tipe-x dan diubah menjadi 10 suara saja.
Sementara itu, pasangan calon nomor urut 2, Matius Fakhiri–Aryoko Rumaropen (MARI-YO), tetap tercatat memperoleh 147 suara.
Praktik culas ini terjadi di Tempat Pemungutan Suara (TPS) Kampung Eri, Distrik Mamberamo Tengah Timur. Penggunaan Tipe-x untuk menghapus suara sah paslon bukanlah kasus pertama di PSU Papua 2025.
Pola serupa sebelumnya juga ditemukan di beberapa daerah lain, semakin mempertegas bahwa praktik curang berupa manipulasi data ini dilakukan secara sistematis.
Bocornya bukti visual kecurangan ini menambah daftar panjang aib PSU Papua yang seharusnya menjadi pesta demokrasi jujur dan adil.
Ketua Dewan Adat Mamberamo Raya Albert Bilasi, mengaku sangat kecewa sekali.
“Karena akibat kericuhan yang terjadi ini membuat mereka satu kampung, adik kaka, om bapa semua turun konflik. Maka dari itu saya anggap bahwa penyelenggara PSU di Kabupaten Mamberamo Raya ini gagal karena kalua sampai terjadi pembunuhan di sini, siapa yang bertanggung jawab,” kecamnya.
“Maka itu saya minta harus ada proses hukum atas kecurangan ini,” desaknya.
Albert meminta dengan tegas dugaan keterlibatan oknum Politisi Golkar diproses hukum dan suara BTM-CK di 7 kampung harus dikembalikan supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan .
“Karena suara paslon BTM-CK tidak bisa dibeli dengan uang jadi harus dikembalikan,” pungkasnya.
2. Penggelembungan Suara MARI-YO di Kaureh Jayapura
Bukti curang lainnya kembali terungkap ke publik, soal adanya aktivitas penggelembungan suara secara membabi buta demi memenangkan pasangan MARI-YO di pemungutan suara ulang (PSU).
Praktik culas mencoreng jalannya PSU di Papua kembali beredar luas di media sosial.
Aktivitas penggelembungan suara untuk paslon nomor urut 2 jelas terlihat di TPS 14 Kampung Lapua, Distrik Kaureh, Kabupaten Jayapura.
Dalam C Hasil, perolehan MARI-YO awalnya tercatat 72 suara, namun di rapat pleno PPD angka itu melonjak drastis menjadi 361 suara. Pada dokumen itu juga tampak adanya coretan pada angka “0”, “7”, dan “2” yang menguatkan aksi manipulasi data tersebut.
Keanehan lain muncul pada kolom Jumlah Tiap Baris. Angka yang tercatat justru identik dengan kolom perolehan suara sah per baris, padahal dalam C Hasil sebelumnya kolom tersebut kosong.
Sementara itu, suara pasangan calon nomor urut 1, Benhur Tomi Mano–Constant Karma (BTM-CK), tetap tercatat 73 suara, sama persis dengan data awal sebelum perubahan.
Ketua Relawan Akar Rumput, Erief Tabuni, menegaskan bahwa bukan hanya di TPS 14 terjadi perubahan, melainkan juga di TPS 13 dan 17.
“Total ada tiga TPS yang angkanya diubah di tingkat PPD. Semuanya bermasalah,” ungkap Erief, Sabtu (16/8/2025).
Dua bukti ini hanyalah sebagai gambaran dari berbagai fakta kecurangan yang terjadi di berbagai wilayah penyelenggaraan PSU yang buktinya telah dikantongi Tim Hukum BTM-CK untuk ditindaklanjuti sesuai regulasi yang ada.
Modus Penggelembungan Suara
Salah satu sumber terpercaya Koreri.com, Minggu (17/8/2025) mengungkapkan pola atau modus yang dilakukan tim paslon MARI-YO dalam penggelembungan suara paslon.
“Jadi mereka itu sengaja menggelembungkan suara paslon mereka di wilayah-wilayah yang dimenangkan BTM – CK atau minimal suara itu mereka naikkan mendekati suara paslon BTM – CK sehingga ketika digabungkan dengan suara Kota Jayapura dan Keerom, pasti menang besar karena dibantu dengan penggelembungan suara dari wilayah-wilayah lainnya,” bebernya.
Modus ini, kata sumber, sudah diketahuinya sejak awal. Sehingga ketika suara BTM-CK di Biak, Yapen hingga Mamberamo Raya bermasalah, dirinya sudah tak kaget soal itu.
“Dari awal skenarionya itu sudah seperti itu,” tegasnya.
Sumber menegaskan pula jika modus itu dimaksudkan untuk mengelabui Hakim MK jika BTM – CK menggugat apabila kalah.
“Mereka akan menegaskan bahwa di wilayah-wilayah yang dituduh curang itu pemenangnya adalah BTM-CK sehingga bisa saja memepengaruhi Hakim MK. Jadi sudah sedemikan luar biasanya skenario yang disiapkan,” sahutnya.
Koreri.com hingga berita ini dipublish belum berhasil mendapat klarifikasi dari pihak-pihak terkait soal modus dimaksud.
Indikasi Keterlibatan Aparat Keamanan
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di DPR Papua secara terbuka melontarkan protes keras terhadap dugaan keterlibatan aparat kepolisian dalam proses pemilu yang dinilai mencederai demokrasi.
Wakil Ketua Fraksi PDIP DPR Papua, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Komisi I DPR Papua Hermes Hein Ohee menuntut Kapolda Papua segera menertibkan aparat kepolisian yang dituding melakukan intervensi terhadap hasil PSU.
“Melihat situasi ini, saya dengan tegas meminta agar Kapolda Papua segera menertibkan aksi-aksi aparat kepolisian yang secara masif mau merusak demokrasi di Tanah Papua,” tegasnya kepada wartawan di Jayapura, Jumat (8/8/2025).
Ia menyoroti adanya tindakan aparat yang dianggap tidak netral, bahkan diduga berpihak pada salah satu pasangan calon kepala daerah.
Menurutnya, hal tersebut bukan hanya melanggar prinsip netralitas Polri dalam Pemilu, tetapi juga berpotensi memicu konflik horizontal di masyarakat.
“Intervensi aparat kepolisian seperti ini akan berdampak panjang dan bisa berujung pada konflik antar pendukung kedua paslon. Masyarakat sudah menyalurkan aspirasinya, siapapun yang terpilih itulah pilihan rakyat. Lalu, atas dasar apa polisi ikut campur?” tambahnya.
Lebih lanjut, PDIP Papua mengklaim memiliki cukup bukti terkait dugaan keterlibatan oknum polisi dalam mempengaruhi proses maupun hasil PSU. Bukti-bukti tersebut, menurutnya, akan segera diserahkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk ditindaklanjuti secara hukum.
“Kami punya cukup bukti tentang keterlibatan polisi dan akan kami laporkan kepada Bawaslu agar diproses sesuai aturan. Jangan sampai demokrasi kita dikorbankan oleh segelintir oknum yang menyalahgunakan kewenangan,” ujarnya dengan nada serius.
Pernyataan keras ini mencuat di tengah mencuatnya istilah “PARCOK” di tengah masyarakat, sebuah sindiran tajam terhadap praktik-praktik kecurangan dan intervensi kekuasaan dalam proses demokrasi lokal.
PDIP Papua juga mendesak Kapolri dan jajaran Mabes Polri untuk segera turun tangan dan mengawasi proses hukum terhadap aparat yang terbukti melanggar. Netralitas Polri dalam pemilu bukan hanya amanat UU, tetapi juga kunci untuk menjaga stabilitas sosial-politik di daerah rawan konflik seperti Papua.
“Kalau aparat tidak bisa netral, maka rakyat yang akan jadi korban. Kita tidak mau konflik horizontal kembali terjadi karena demokrasi kita diobok-obok oleh oknum aparat,” katanya.
Masyarakat Papua, menurut PDIP, telah menunjukkan kedewasaan politik dengan menggunakan hak suara secara damai. Namun, kecurigaan terhadap kinerja penyelenggara pemilu dan intervensi pihak keamanan dikhawatirkan bisa memicu ketegangan baru.
Pengakuan sejumlah personel Kepolisian juga secara tersirat membenarkan indikasi keterlibatan aparat keamanan dalam PSU ini.
“Kita hanya bawahan saja yang hanya siap menjalankan arahan pimpinan,” beber sejumlah personel yang meminta namanya tidak dipublish saat dikonfirmasi Koreri.com, belum lama ini.
Masyarakat Papua Desak Presiden – TNI Turun Tangan
Masyarakat Papua akhirnya bereaksi keras setelah tidak lagi bisa menahan kekecewaan mendalam atas pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) pada 6 Agustus lalu yang sarat intervensi hingga indikasi kecurangan secara masif.
Aksi kampanye terselubung, intervensi hingga intimidasi yang disinyalir dilakukan secara berjamaah mulai dari Pj Gubernur Papua Agus Fatoni, Menteri Bahlil Lahadalia hingga aparat keamanan setelah telah melukai hati rakyat setempat.
Gelombang kritik hingga kecaman keras terhadap Penjabat (PJ) Gubernur Papua, Ahmad Fathoni pun semakin meruncing.
Sejumlah tokoh adat, agama, dan pemuda secara tegas meminta Presiden Prabowo Subianto untuk segera menarik Fathoni dari jabatannya.
Mereka menilai, keterlibatan aktif PJ Gubernur dalam politik praktis menjelang Pilkada telah mencederai semangat demokrasi dan keadilan di Papua.
Ketua Dewan Adat Suku Sentani, Orgenes Kawai, menegaskan bahwa demokrasi adalah milik rakyat, bukan milik elit di pusat. Ia menolak keras intervensi terselubung PJ Gubernur dalam dinamika Pilkada dan menyoroti keberpihakan aparat keamanan terhadap pasangan calon tertentu.
“PJ Gubernur bukan penyelenggara Pilkada. Jangan terlibat politik praktis atas nama titipan pusat. Jangan biarkan kekayaan alam Papua digarap habis demi kepentingan elit. Kami minta kejujuran, terutama dari aparat keamanan yang mestinya netral,” tegas Orgenes.
“Bahlil Lahadalia, Anda itu Menteri. Keluar dari Papua! Jangan rusak demokrasi kami,” tambahnya dengan nada keras.
Ia juga meminta pengamanan Pilgub Papua dialihkan ke TNI, karena menurutnya, Polri sudah tidak lagi netral.
Senada dengan Orgenes, Ketua Dewan Adat Tabi, Yakonias Wabrar, menyampaikan permintaan tegasnya agar Presiden Prabowo menunjukkan keberpihakannya pada keadilan.
“Kami percaya Presiden orang baik. Tapi jangan biarkan PJ Gubernur ini terus merusak kepercayaan rakyat. Kami bukan orang bodoh, kami pemilik negeri ini,” cetus Yakonias tajam.
Perwakilan Sinode GKI di Tanah Papua Pdt. Dora Balubun, juga ikut bersuara lantang. Menurutnya, gereja terpanggil menyuarakan kebenaran dan keadilan yang kini dirusak oleh intervensi kekuasaan.
“Kami datang sebagai suara kenabian. Demokrasi dipermainkan. Pemerintah pusat harus menunjukkan keadilan, bukan malah jadi contoh ketidakadilan,” ujarnya.
“Bahlil Lahadalia, hentikan tindakan yang mencederai demokrasi di Papua,” tambahnya.
Tokoh Nahdlatul Ulama Papua, Amir Madubun, juga mempertanyakan peran PJ Gubernur yang semestinya menjadi wasit netral.
“Orang Papua tidak bodoh. Semua bisa lihat, PJ Gubernur ikut main dan kampanye. Kami ingin Pilkada jujur dan damai, tanpa intervensi pusat,” ujarnya di hadapan massa.
Aktivis muda Papua, Panji Agung Mangkunegoro, bahkan menyebut adanya bukti keterlibatan aparat Kepolisian dalam memenangkan pasangan calon tertentu, yakni Matius Fakhiri yang merupakan eks Kapolda Papua.
“Keterlibatan ini terang-terangan, padahal UU jelas menyatakan netralitas ASN, TNI, dan Polri. Jangan anggap kami bodoh!” tegas Panji.
Seruan dari berbagai elemen ini menjadi sinyal keras kepada pemerintah pusat bahwa masyarakat Papua mulai gerah dan menginginkan proses demokrasi yang bersih, adil, dan bermartabat. Mereka menuntut agar suara rakyat Papua dihormati dan tidak dikhianati oleh kepentingan politik sesaat.
Langkah Hukum Berbagai Pihak
Pasca “SUARA KEBENARAN” menggema dari Kota Biak, berbagai kalangan telah siap mengambil langkah hukum sebagai respon atas dirusaknya pesta demokrasi lima tahunan demi suksesi kepemimpinan di provinsi itu.
Organisasi seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Dewan Adat hingga orang-perorang telah mempersiapkan upaya hukum terhadap semua pihak yang terlibat kecurangan TSM mulai dari oknum masyarakat hingga penyelenggara Pemilu.
Informasi yang diterima Koreri.com, Minggu (17/8/2025) LBH KYADAWUN Biak menjadi salah satu yang terdepan untuk mempolisikan Ketua KPU Biak Joe Lawalata.
“Kami sementara siapkan materinya, dalam waktu dekat kami akan ajukan,” tegas Direktur LBH KYADAWUN Biak Imanuel A. Rumayom, SH.
Ancaman pidana terhadap sejumlah pihak berdasarkan UU Pemilu kini bakal digulirkan sebagai batu uji yang akan membuktikan PSU Papua penuh dengan kecurangan atau sebaliknya jujur dan demokratis.
RED