Koreri.com, Ambon – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Ambon menggelar kegiatan Penguatan Kelembagaan bersama Mitra Kerja bertempat di Lantai V Hotel Manise, Senin (15/9/2025).
Adapun tema yang diusung “Evaluasi Pengawasan Pemilihan Umum dan Pemilihan Serentak Tahun 2024.
Giat dibuka secara resmi oleh Wali Kota Bodewin Wattimena, yang ditandai dengan pemukulan tifa.
Hadir di kesempatan itu, Ketua Bawaslu Kota Ambon Alberth J. Talabessy beserta jajaran, Anggota Bawaslu Provinsi Maluku Astuti Usman, Ketua KPU Kota Ambon Kaharudin Mahmud, Forkopimda, pimpinan OPD lingkup Pemkot Ambon, pimpinan partai politik, tenaga ahli Bawaslu RI secara daring, serta berbagai mitra kerja lembaga.
Dalam sambutannya, Wali Kota menegaskan bahwa demokrasi menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi sehingga Pemilu harus dijalankan secara jujur, adil, dan sesuai aturan.
“Bawaslu punya peran penting memastikan hak rakyat terlindungi dan tidak ada pelanggaran yang mencederai demokrasi. Tapi keberhasilan Pemilu bukan hanya tanggung jawab Bawaslu, melainkan kita semua termasuk masyarakat. Kalau masih ada yang menunggu serangan fajar atau sembako, maka demokrasi tidak akan pernah sehat,” tegasnya.
Wali Kota juga menekankan perlunya edukasi politik secara masif dari partai politik, LSM, ormas, dan organisasi kepemudaan agar masyarakat lebih sadar dalam menggunakan hak pilihnya.
Sementara itu, Anggota Bawaslu Maluku Astuti Usman menyoroti pengalaman pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 yang memunculkan banyak persoalan karena dilaksanakan dua kali dalam setahun.
“Mengutip pernyataan pimpinan Bawaslu RI, kalau pesta dua kali dalam setahun pasti kelebakan. Hal ini juga yang menjadi catatan sehingga lahir Putusan MK 134 tentang pemisahan Pemilu nasional dan lokal,” bebernya.
Astuti berharap evaluasi kelembagaan ini memberi masukan berharga bagi Bawaslu dalam pengawasan, penindakan, dan penyelesaian sengketa Pemilu.
Ketua Bawaslu Kota Ambon, Alberth J. Talabessy, menegaskan bahwa dibandingkan Pemilu 2019, jumlah laporan dan temuan pelanggaran pada Pemilu 2024 meningkat hingga tiga kali lipat.
“Ini salah satunya karena ruang pengawasan semakin dibatasi. Misalnya, kami tidak lagi mendapat data pemilih by name by address. Akibatnya, pengawasan hanya sebatas tata cara dan prosedur, tidak bisa menyentuh substansi data,” bebernya.
Meski begitu, Alberth menilai evaluasi ini menjadi momentum untuk menyusun rekomendasi strategis yang akan diteruskan ke Bawaslu RI dan Komisi II DPR RI agar sistem kepemiluan ke depan lebih baik.
Ia juga menyambut baik Putusan MK yang memisahkan pemilu nasional dan lokal karena memberi jeda waktu lebih panjang, sehingga penyelenggara lebih fokus, beban kerja berkurang, dan partai politik dapat menata kader secara lebih efektif.
Koordinator Sekretariat Bawaslu Kota Ambon, Vagie J. Marsaoly, dalam laporan panitia menegaskan bahwa pengawasan pemilu tidak berhenti setelah tahapan selesai, melainkan terus berjalan dalam pemutakhiran data berkelanjutan.
“Demokrasi bukan sekadar prosedural, tetapi juga harus substansial. Karena itu, evaluasi ini penting untuk memperkuat sinergi kelembagaan, membangun strategi pengawasan, serta meningkatkan partisipasi publik dalam menjaga integritas Pemilu,” tegasnya.
Kegiatan ini menghadirkan narasumber dari Komisi II DPR RI, tenaga ahli Bawaslu RI, anggota KPU dan Bawaslu Provinsi Maluku, pegiat pemilu, serta akademisi. Peserta terdiri dari LSM, OKP, mahasiswa, parpol, Binda Maluku, pramuka, media, hingga alumni SKPP.
Kegiatan yang didanai melalui DIPA APBN Bawaslu Maluku ini diharapkan menghasilkan catatan dan rekomendasi penting untuk memperkuat pengawasan pemilu menuju 2029.
JFL