Ahli Pidana : Penetapan Tersangka Sekda Keerom Tidak Sah, Ada Persaingan Politik Lokal

Sidang Prapid Penetapan Tersangka Sekda Keerom 1
Saksi Ahli Pidana, Dr. Chairul Huda, S.H., M.H saat memberikan pendapat di sidang praperadilan yang diajukan pemohon Sekda Keerom nonaktif Indra Trisiswanda atas penetapan tersangka kasus dana bansos Keerom Rp18,2 Miliar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jayapura, Kota Jayapura, Papua, Rabu (22/5/2024) / Foto: EHO

Koreri.com, Jayapura – Sidang lanjutan praperadilan dengan agenda mendengar keterangan saksi dan pendapat ahli pidana kembali digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jayapura, Kota Jayapura, Selasa (22/5/2024).

Sidang praperadilan yang dipimpin Hakim Tunggal Wempy William James Duka, SH, MH dimulai pukul 10.00 WIT yang diawali keterangan saksi Corry Erlyn Reawaruw (istri pemohon Indra Trisiswanda) dan dilanjutkan dengan mendengar pendapat ahli pidana dan ahli acara pidana, Dr. Chairul Huda, SH., MH Dosen Hukum pada Universitas Muhamadiyah Jakarta yang dihadirkan pihak kuasa hukum pemohon.

Saksi ahli pidana, Dr. Chairul Huda, SH., MH dalam pendapatnya menyebutkan penetapan Sekda Keerom IT sebagai tersangka tidak sah karena terlalu banyak cacat prosedur yang dilakukan penyidik Polda Papua.

“SPDP tidak disampaikan, alat bukti kerugian negara bukan hasil dari audit BPK. Bahkan sprindik berkali-kali itu menyimpulkan bahwa selama ini proses yang dilakukan tidak ditemukan bukti tapi tiba-tiba dibelakang ada bukti,” urainya.

Disinggung soal termohon (penyidik) beralibi untuk alat bukti sudah masuk pokok perkara?

“Jadi, nanti semua alat bukti diperiksa, hakim praperadilan memeriksa dia (termohon) punya alat bukti atau tidak untuk menetapkan tersangka. Karena orang dijadikan tersangka itu “mati” tidak boleh nyalon Gubernur, Bupati. Kalau terpilih juga tidak boleh dilantik,” beber Dr. Chairul.

Sidang Prapid Penetapan Tersangka Sekda Keerom2 1
Saksi Ahli Pidana Dr. Chairul Huda memberikan keterangan pers usai Sidang Praperadilan di PN Jayapura, Kota Jayapura, Papua, Rabu (22/5/2024) / Foto : EHO

Penetapan seseorang jadi tersangka itu sebuah tindakan yang sangat krusial. Oleh karena itu, harus didasarkan pada prosedur dan alasan yang kuat.

“Menurut hemat saya karena begitu banyak masalah yang terkait dengan penetapan tersangka itu. Apalagi ditemukan fakta bahwa hasil penyelidikan justru dirampungkan setelah ada penetapan tersangka. Itu menunjukkan proses tidak sah,” tegasnya.

Dr. Chairul Huda juga menambahkan, pemeriksaan ahli pidana maupun ahli keuangan negara setelah penetapan tersangka itu menunjukkan tidak sahnya penetapan status tersebut.

“Jadi menurut saya hakim praperadilan bisa melihat bahwa ini terburu-buru penetapan tersangka itu premature, serta tidak didasarkan pada pertimbangan dan alat bukti yang cukup. Sehingga menurut saya harus dinyatakan itu sebagai tidak sah,” tambahnya.

Kendati demikian, menurut ahli itu kembali kepada hakim praperadilan.

“Saya hanya berpendapat dari segi normatif,” tandasnya.

Dr. Chairul Huda mengakui selama ini dirinya telah berkali-kali menjadi saksi ahli dan banyak sekali kasus seperti ini (kasus bansos Sekda Keerom nonaktif Indra Trisiswanda) dinyatakan tidak sah di praperadilan.

Sidang Prapid Penetapan Tersangka Sekda Keerom3 1
Tim Kuasa Hukum Pemohon pose bersama saksi ahli pidana, Dr. Chairul Huda di depan PN Jayapura, Kota Jayapura, Papua, Rabu (22/05/2024) / Foto: EHO

“Terakhir saya memberikan pendapat seperti ini di Pengadilan Negeri Makassar. Dimana kasusnya penetapan tersangka didasarkan hasil audit BPKB itu langsung dinyatakan tidak sah karena BPKB tidak berwewenang menetapkan adanya kerugian negara sama seperti kasus bansos yang menjerat Sekda Keerom nonaktif Indra Trisiswanda.,” bebernya.

“Jadi, hasil BPKB itu hanya dari penyelidikan ke penyidikan saja, tidak bisa digunakan untuk menetapkan tersangka. Karena menetapkan tersangka harus melalui hasil audit yang sudah dicler BPK karena baik oleh UUD, UU BPK, putusan MK ataupun surat edaran MA menyatakan bahwa yang mempunyai konstitusional menetapkan tersangka adalah BPK. Kalaupun dilakukan perhitungan oleh BPKP tapi harus diclear oleh BPK. Sementara dalam kasus bansos Keerom ini tidak ada deaclare BPK dan penyidik Tipikor Polda Papua terburu-buru tetapkan tersangka,” tegas PH.

Biasanya penyidik terburu-buru begitu karena apa?

“Pengalaman saya dalam kasus seperti begini biasanya ada persaingan politik lokal. Jadi ada pihak-pihak tertentu yang menginginkan orang itu jadi tersangka untuk mengamputasi peluang dia dalam kontestasi politik lokal. Yang paling terjadi seperti begitu. Dan ini yang kita sayangkan mudah-mudahan tidak terjadi dalam perkara korupsi bansos Keerom tahun 2018,” imbuhnya.

Dr. Chairul Huda pun tak lupa memberikan sarannya kepada penyidik Polda Papua.

“Menurut saya kalau ditetapkan sebagai tersangka, lihat lagi dudukan perkara secara profesional karena peta politik di Indonesia saat ini sudah berubah dan Presiden terpilih sudah ada.. Maka kita lihat kedepan janganlah kemudian menggunakan cara-cara seperti ini kemudian bersaing secara tidak sehat,” pungkasnya.

EHO