Gubernur Minta Walikota Jayapura Selesaikan Masalah Hak Ulayat

Koreri.com, Jayapura – Pemerintah Provinsi Papua meminta Walikota Jayapura untuk segera menyelesaikan masalah hak ulayat milik masyarakat adat di lokasi pembangunan jembatan pendekat Hamadi Holtekamp.

Gubernur Papua, Lukas Enembe, S.Ip.,MH., mengatakan Walikota Jayapura sebaiknya segera selesaikan masalah tanah adat karena bisa menyebabkan aksi palang pembangunan Jembatan Merah Hamadi-Holtekamp.

“Jadi, saya minta segera turun selesaikan masalah hak ulayat milik masyarakat adat, karena palang jalan jembatan Hamadi – Holtekamp itu sebuah persoalan,” kata Lukas Enembe di Jayapura, Senin (18/2).

Jika Walikota tidak selesaikan masalah hak ulayat adat, maka Pemerintah Provinsi akan turun tangan menyelesaikan semua masalah hak ulayat.

“Kalau Pemerintah Provinsi turun tangani berarti seluruh pajak keluar masuk Jembatan Hamadi-Holtekamp ini kita ambil alih untuk pengelolaannya,” ujarnya.

“Kalau Walikota tidak bisa selesaikan, jangan urus pajak keluar masuk jembatan hamadi holtekamp. Tapi Walikota mau kelola pajak keluar masuk silahkan selesaikan masalah tanah adat ini,” kata Enembe.

Sebelumnya, pemilik tanah ulayat oleh Suku Veep melakukan aksi pemalangan pembangunan ruas jalan pendekat di sisi Hamadi, mulai dari Pantai Hamadi sampai ke Holtekamp, yang menyebabkan penyelesaian pembangunan harus terhenti lagi.

“Kami minta agar hak kami sebagai pemilik ulayat bisa di selesaikan dahulu, kami tidak akan membuka palang jalan ini sampai dengan ada titik temu dengan Pemerintah Kota Jayapura dahulu”, kata Rudolf Veep, Rabu, (30/1) lalu.

Menurutnya selama ini pihaknya sudah melakukan upaya-upaya komunikasi dan koordinasi dengan Pemerintah Kota Jayapura, namun sampai hari ini tidak ada respon dan jawaban dari Pemkot Jayapura.

Menurutnya, luas tanah adat suku Veep di sektar kawasan tersebut seluas 5.040 hektar, dimana yang sudah di sertifikatkan sekitar 1.300 hektar termasuk lokasi pembangunan jalan tersebut yang mereka sebut lokasi adat Jehur, karena menurutnya Pemerintah Kota hingga kini belum pernah memberikan kompensasi.

“Kami minta ganti rugi per meternya Rp. 10.000.000, karena selama ini belum pernah ada kompensasi yang diberikan kepada kami untuk lokasi adat Jehur yang adalah milik kami yang belum pernah diberikan kompensasinya,” ujarnya.

Dikatakan, kawasan tersebut memiliki sengketa antara salah satu suku lainnya di wilayah itu dengan Bintang Mas bahkan sudah sampai ke pengadilan dan dimenangkan Bintang Mas, tapi menurutnya lokasi tersebut berbeda dengan lokasi yang di tuntut oleh suku Veep saat ini.

“Status tanah masih kepemilikan suku Veep, Bintang Mas hanya di bagian puncak gunung, sedangkan kami punya di bagian bawah dengan nama Tanah Jehur,” jelasnya.

Rudolf Veep mengaku bahwa pihaknya bukan ingin menghalangi pembangunan, tapi selaku Kepala Suku Veep ia meminta agar Pemerintah Kota Jayapura menyelesaikan dahulu persoalan hak-hak ulayat mereka sebelum pembangunan dilanjutkan karena sampai hari ini terkesan Pemkot lepas tangan.

VDM