Koreri.com, Manokwari– Sebagian masyarakat asli Papua di Provinsi Papua Barat masih menolak untuk divaksin, karena beranggapan bahwa bertentangan dengan budaya dan juga agama.
Hal ini dibuktikan dengan cakupan vaksinasi yang masih minim di sejumlah daerah, apalagi di Kabupaten Pegaf yang bahkan belum mencapai 1 persen.
Menurut juru bicara Satgas COVID-19 Provinsi Papua Barat dr Arnold Tiniap,M.Epid bukan kenyataan yang tidak bisa dirubah tetapi dibutuhkan edukasi untuk meyakinkan pemahaman masyarakat yang kurang tepat itu.
Pasalnya, masyarakat menurutnya bisa saja menghubungkan suatu hal karena ketidaktahuan lalu menimbulkan respon yang berlebihan sehingga menarik diri dari suatu hal yang baru.
“Jika kita hubungkan dengan suntik menyuntik, kita kan selama ini disuntik. Sakit malaria minta disuntik, waktu diinfus kita disuntik. Bahkan infus jarumnya lebih besar. Jadi Disuntik dan di Vaksin sama saja, bahkan, Saya sebagai orang asli Papua memandang bahwa masyarakat Papua sebenarnya tidak menolak suntik, tapi salah memahami informasi,” ungkap Arnold Tiniap kepada wartawan di Manokwari,Minggu (1/8/2021)
Dijelaskannya berdasarakan pengalamannya saat masih berada di pelayanan kesehatan, masyarakat yang sakit lebih meminta disuntik ketimbang minum obat karena efek dari suntik lebih cepat dirasakan masyarakat.
“Jadi sebenarnya, penolakan vaksinasi itu terjadi karena dampak dari informasi tidak benar yang mereka terima, ada beberapa tokoh masyarakat yang ikut menolak dan bagi masyarakat awam, para tokoh itu jadi panutan mereka. Padahal tokoh besar seperti Gubernur, Bupati dan Sekda saja bersedia divaksin,” tuturnya.
Kemudian ada juga yang menghubung-hubungkan dengan agama. Padahal, Negara besar seperti Israel dan Arab Saudi yang merupakan kiblat agama di dunia, justru mewajibkan vaksinasi.
“Ini dua negara yang jadi kiblat agama muslim dan kristen. Dua negara Agamis yang beragama dengan rasional menggunakan akal sehat. Jadi kalau masyarakat bilang menolak vaksin pemerintah jangan ikuti. Penolakan terjadi karena ketidak tahuan dan wajib kita luruskan itu,” ungkapnya.
Dia juga menyarankan agar pemerintah dalam suatu waktu tertentu perlu juga melakukan pemaksaan. Dia mencontohkan ketika seorang anak dipaksa minum obat ketika sakit.
“Kita asumsikan seperti itu, orang tua memaksakan anaknya minum obat demi kesembuhan. Terkadang, kita bisa saja melakukan hal itu kepada masyarakat demi kesehatan bersama,” sarannya.
KENN