Opini  

Hutan di Provinsi Papua Terancam Habis dan Ironi Pencitraan Paru-Paru Dunia

Foto Berita Konten Khusus 9

Universitas Hassanudin lewat Center of Peace, Conflict and Democracy (CPCD UNHAS) mengadakan seminar nasional dengan tema “Merajut Dinamika, Mewujudkan Papua yang Damai” , Sabtu (20/08/2022), menghadirkan pembicara seperti Prof. Dr. H. Mahfud MD (Menkopolhukam), Dr. Mohammad Musa’ad (Asda Bid. Perekonomian dan Kesra Pemprov Papua) dan Dr. Ir. Apolos Safanpo (Rektor Uncen).

Saya kemudian tergugah untuk berkomentar ketika mendengar penjelasan Dr. Mohammad Musa’ad terkait gambaran umum potensi yang dimiliki Papua terkait dengan hutan yang merupakan paru-paru dunia.

as

Dijelaskan bahwa “tanah dan hutan adalah bagian dari identitas budaya masyarakat asli Papua dan masyarakat asli Papua sangat bergantung pada hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya”.

Tapi, realitasnya sama sekali tidak seperti yang disampaikan dalam penjelasan tersebut karena ada beberapa hal yang perlu ditinjau dengan seksama.

Merujuk pada hasil investigasi Vice World News menunjukkan bahwa hutan hujan Papua mengalami kerusakan masif akibat adanya ekspansi perusahaan sawit yang struktur kepemilikan lahannya tidak jelas dan berpotensi sebabkan deforestasi jutaan hektar.

Wawancara dengan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mantan pejabat dan aktivis HAM di Papua, serta analisis data satelit independen dan pencatatan izin kebun sawit, mengungkap adanya dugaan korupsi penerbitan izin pembukaan lahan sawit di provinsi paling timur Indonesia itu.

Vice World News memperkirakan sepanjang kurun 2001 hingga 2020, Papua mengalami deforestasi sekitar 955.000 hektar.

Dimana, lebih dari 70 persen proses alih lahan terjadi dalam satu dekade terakhir, seiring dengan bertambahnya jumlah perkebunan kelapa sawit.

Pemprov Papua sudah seharusnya membatasi masuknya perusahaan kelapa sawit untuk beroperasi di tanah Papua demi menjaga kelestarian hutan sebagai identitas budaya Papua, jika saja Pemprov ingin argumentasi yang masuk akal dan sederhana soal isu hutan Papua.

Perusahaan-perusahaan kelapa sawit itu beroperasi di Papua secara besar-besaran dan bisa dibayangkan berapa hektar hutan yang dibabat habis?

Sejauh ini wacana pencabutan izin beberapa perusahaan kelapa sawit yang direkomendasikan tidak jelas realisasi dan jalan ceritanyanya?

Berdasarkan fakta di lapangan, sampai dengan hari ini Pemprov Papua belum terdengar mencabut ijin operasi perusahaan-perusahaan bermasalah tersebut.

Jika ingin membangun citra yang baik dan positif, mestinya sebisa mungkin untuk memberikan data pembanding agar yang disampaikan pada seminar itu tidak dianggap sebagai kebohongan publik oleh netizen yang mengakses link seminar tersebut.

Pemprov seolah sedang mempertontonkan inkonsistensi kepada publik dimana pernyataan yang keluar tidak sama dengan apa yang dilakukan di lapangan berdasarkan data dan informasi yang ada alias “latihan lain, main lain”.

Keseriusan pemerintah menjaga, melindungi, merawat serta mencintai hutan yang adalah juga identitas masyarakat Papua menjadi sangat diragukan.

Menyikapi jalannya seminar nasional itu, pernyataan-pernyataan yang disampaikan Pemprov Papua seolah bercanda dan bahkan terkesan mencitrakan diri sebaik mungkin agar terlihat dan dinilai baik dihadapan publik terutama bagi mereka yang berada di luar daerah.

Dilansir dari laporan investigatif Greenpeace di laman BBC pada Juli 2022, ditemukan adanya bukti bahwa perusahaan kelapa sawit di Papua tetap melakukan pembukaan lahan, kendati izin pelepasan kawasan hutannya telah dicabut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Oknum! Ya jelas, sebuah perusahaan swasta dengan berani melawan keputusan sebuah negara/ pemerintah daerah, adalah bukti konspirasi tingkat tinggi (tapi amatir karena rakyat tahu).

Masih ingat drama Pak Polisi Aiptu Labora di Papua Barat? Salah satu sumber kekayaannya yang sekitar Rp 900M itu, didapat dengan mengorbankan Hutan Tanah Papua.

Belum lagi berbicara soal implementasi UU Otsus dan Perdasus untuk menjamin hak kepemilikan tanah oleh orang asli Papua (OAP).

Ada indikasi bahwa mafia tanah sedang berkeliaran dan mendapat dukungan dari oknum-oknum hedon (bernafas pake duit) di instansi terkait agar melegalkan data-data manipulatif untuk merampok tanah rakyat.

Jadi teringat salah satu “Orang Tua Terkasih Kami”, Bapak eks Bupati Sorong, Johny Kamuru yang hebat dan memiliki hati serta memperhatikan kepedihan hati anak adat.

Dialah salah satu “MAMBRI” sejati Papua yang “walk the talk” (jalani apa yang sudah anda ucapkan/ integristas) dan melawan para perusak alam Papua atas dasar kebenaran dan keberpihakan terhadap kepentingan anak adat dan masyarakat luas.

Tanah Papua tolong jangan dijadikan lahan korupsi tersubur di Indonesia karena para stakeholder-nya diduga gampang diiming-imingi dengan “sesuatu”, tetapi mari kita jaga sama-sama alam yang menjadi identitas dan tempat mencari nafkah masyarakat adatnya.

Sudah saatnya kita bergandeng tangan menghentikan drama-drama tragedi yang di akhir ceritanya, Tanah Papua, anak adat dan masyarakat majemuknya yang selalu langganan menjadi korbannya.