as
as

Tahun Politik 2024: Kompas dan Navigasi seorang Pemimpin

Oleh: Rudi Toba

Foto Berita Konten Khusus 1

Koreri.com – Sebagian dari kita masih mengingat kejadian pada 16 tahun silam (tepatnya di 1 Januari 2007) yang menimpa salah satu maskapai penerbangan nasional kita Adam Air dengan nomor penerbangan KL 574 rute Surabaya-Manado yang jatuh di selat makassar.

Kejadian itu mengorbankan 102 nyawa manusia yang terdiri dari 96 penumpang dan 6 awak pesawat.

as

Diceritakan, Adam Air KL 574 lepas landas dari Bandara Juanda Surabaya pada pukul 12:59 WIB dan harusnya mendarat di Manado pada pukul 16:14 WITA, namun malangnya tak pernah tiba di Manado.

Kejadian tersebut menambah sejarah kelam kecelakaan penerbangan di Indonesia dan berakhir pada keputusan yang membuat Adam Air tidak lagi berudara di bumi Nusantara.

Memerlukan beberapa masa bagi tim investigasi yang ditunjuk mengumpulkan data, melakukan analisa-kajian dan kemudian menyimpulkan penyebab dari kecelakaan ini serta merekomendasikan beberapa tindakan yang perlu diambil demi mencegah terulangnya kembali kejadian yang sama.

Beberapa pelajaran penting dapat diambil tidak hanya pada industri penerbangan itu sendiri, namun juga terhadap hal lain yang berkenaan dengan kehidupan manusia.

Utamanya pada faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan dan hal lain yang tidak diinginkan serta upaya yang dapat dipetik sebagai pelajaran untuk masa depan yang lebih baik.

Penulis mencoba mengambil hikmah dari sisi pengelolaan sistim navigasi yang mana bagi seorang pemimpin adalah hal yang krusial untuk mencapai sebuah kesuksesan memimpin.

Seseorang yang memiliki visibilitas baik terhadap kesuksesan masa depan dan kemudian membantu pengikutnya atau orang lain untuk melihatnya adalah pemimpin efektif yang lahir secara alamiah.

Itulah mengapa nilai kemampuan penggunaan Kompas atau Navigasi wajib dimiliki oleh seorang pemimpin dalam kantong talenta kepemimpinannya.

Harian Kompas pada tanggal 2 Januari 2007 memberitakan pesawat mengalami putus kontak dengan radar Air Traffic Centre (ATC) 1 jam 7 menit setelah terbang dari bandara Juanda-Surabaya.

Pada saat putus kontak, posisi pesawat berada 85 mill laut sebelah barat laut makassar pada ketinggian jelajah 35,000 kaki.

Turut diberitakan jika radar milik Singapura telah menangkap pancaran emergency locator beacon (ELBA) di Rantepao, Tanah Toraja, Sulawesi Selatan dengan titik koordinat 3.135.257 lintang selatan/119.917 bujur timur.

Turut di beritakan jika sinyal darurat justru diperoleh dari ATC Singapura yang turut menangkap pancaran ELBA dimana kemudian mengindikasikan jika pesawat telah menyentuh daratan.

Belum ada kesimpulan akan penyebab jatuhnya pesawat pada saat itu namun diketahui cuaca memang sangat buruk dengan penelusuran kondisi pesawat sebelum terbang melalui dokumentasi hasil pemeriksaan mengindikasikan layak operasi.

Pesawat membawa beban cargo seberat 55,5 ton dengan bahan bakar yang mencukupi untuk 4 jam penerbangan sedangkan lama penerbangan rata-rata 2 jam 45 menit pada rute non-stop Surabaya-Manado.

Pencarian sempat menemui titik terang dengan ditemukannya ekor pesawat oleh nelayan diperairan majene pada tanggal 11 Januari 2007, namun setelah itu nihil. Pada tanggal 21 Januari 2007, perekam data penerbangan (FDR) dan perekam suara kokpit (CVR) ditemukan pada lepas pantai Sulawesi Barat oleh kapal AS Mary Sears yang saat itu dikerahkan untuk membantu pencarian.

Kapal AS Mary Sears dengan menggunakan unit side scan sonar (SSS) melakukan pemetaan area seluas kira-kira 10.3 km persegi dan menemukan sejumlah besar puing pesawat, mendeteksi dan kemudian mengambil FDR dan CVR pesawat.

Kotak hitam yang baru kemudian ditemukan pada kedalaman 2000 meter pada 28 Agustus 2007 ikut memperkuat indikasi penyebab terjadinya kecelakaan ini. Berdasarkan kajian fakta dan temuan yang dilakukan maka pada 25 Maret 2008, penyelidikan memutuskan bahwa cuaca buruk, kesalahan pada pilot dan kerusakan perangkat navigasi adalah penyebab jatuhnya pesawat.

Saat terbang diketinggian 35,000 kaki pilot sibuk memecahkan masalah sistem referensi inersia (INS, Inertial Navigation System) pesawat yang adalah bagian dari sistim navigasi pesawat sehingga mengarah pada disorientasi ruang.

Hal ini kemudian disusul oleh sistim Autopilot menjadi tidak aktif dan pilot gagal melakukan koreksi bahkan setelah alarm kemiringan pesawat diluar batas toleransi berbunyi, pilot tidak meratakan sayap sebelum mencoba mendapatkan kembali kendali.

Penelusuran kotak hitam mendapati pesawat mencapai 490 knot (910 km/jam) pada akhir rekaman yang mana melebihi kecepatan maksimum pesawat untuk menukik (400 knot).

Pesawat itu pecah dalam penerbangan sebelum tumbukan, dimana para penyelidik menyimpulkan bahwa pesawat itu dalam “keadaan kritis dan tidak dapat dipulihkan”.

Sistim navigasi inersia (INS) adalah merupakan sebuah bantuan navigasi yang menggunakan sensor computer, gerak (accelerometers) dan sensor rotasi (giroskop) untuk menghitung posisi, orientasi dan kecepatan bergerak obyek tanpa referensi eksternal.

Berbeda halnya GPS (Global Positioning System) yang memerlukan stasiun atau penentuan letak di permukaan bumi dengan penyelarasan sinyal satelit, IRS (Inertial Reference System) menggunakan efek inertial untuk mengetahui posisi koordinat tanpa ketergantungan penuh pada sinyal satelit sehingga tepat digunakan pada kendaraan yang bergerak secara bebas di masa kini seperti halnya pesawat, kapal selam, rudal dan pesawat ruang angkasa.

Sistim navigasi di masa kini melalui teknologi GPS maupun sensor pada IRS atau INS jauh lebih moderen dibandingkan dengan penggunaan kompas secara manual pada era dan masa sebelumnya.

Hal ini membuat adanya ketergantungan oleh karena kemudahan dan keakurasian sistim navigasi ini dibandingkan menggunakan manual Kompas, meskipun resiko terjadinya kerusakan maupun bias pada pembacaan sensor tetap selalu ada.

Pada kasus Adam Air, penelusuran catatan teknis (technical log) dalam laporan perawatan pesawat pada periode Oktober hingga Desember 2006 ditemukan kerusakan terkait INS (Inertial Navigation System) ini terjadi sebanyak 154 kali.

Hal itu mengindikasikan bahwa terdapat lebih dari 51 atau jika boleh dirata-ratakan lebih dari satu kasus per hari terjadi kerusakan atau gangguan yang terkait dengan sistim navigasi pesawat Adam Air.

Mungkin bagi mereka yang sehari-harinya berkecimpung di bidang industri penerbangan, ini merupakan hal yang biasa sepanjang gangguan dan kerusakan yang ditemui dapat langsung ditangani dan pesawat kemudian dinyatakan layak untuk beroperasi.

Namun mempertimbangkan kritikalitas dan konsekuensi pada akibat maka tentunya ini ikut menjadi hal yang serius.

Komite nasional keselamatan transportasi Amerika Serikat (National Transportation Safety Board-NTSB) yang melakukan kajian terhadap statistic kecelakaan penerbangan yang terjadi pada kurun waktu 1982 hingga 2019 di seluruh dunia menyimpulkan bahwa faktor human error pada pilot sebesar 53%, kegagalan mekanis 21% dan kondisi alam atau cuaca 11%.

Tahun 2023 adalah tahun persiapan bagi bangsa kita untuk menentukan pilihan pada tahun 2024 untuk siapa yang tepat memimpin.

Baik itu bagi kita untuk memilih pemimpin negara, perwakilan legislatif yang akan menjadi penyalur aspirasi masyarakat, hingga pemimpin dalam skala propinsi dan kabupaten.

Banyak figur yang kemudian muncul ke permukaan mengambil kesempatan memajukan diri sebagai kandidat pemimpin, tentunya dengan masing-masing kelebihan yang dimiliki.

Opini yang muncul di masa kini lebih banyak menyoroti persoalan di masa sekarang dan hampir-hampir melupakan sejarah masa lalu dan gambaran masa depan yang penuh dengan kesejahteraan dan kemakmuran.

Ini dapat dimaklumi mengingat periode masa kepemimpinan yang relatif pendek hingga 5 tahun, namun konsep ilmu Kompas dan Navigasi dapat memberikan gambaran figur pemimpin yang tepat melalui kemampuannya menghubungkan masa lalu, masa sekarang dan masa depan.

Menyimak kasus kecelakaan pesawat Adam Air dengan korban 102 orang beserta kesimpulan penyebab yang dikeluarkan oleh tim investigasi, maka pelajaran bagi kita sekalian adalah tidak hanya terbatas pada tindakan preventif agar tidak terulang hal yang sama di kemudian hari pada industri penerbangan kita.

Namun lebih dari itu penting juga bagi kita untuk merefleksikan ini ke dalam situasi bagaimana memilih pemimpin tepat yang dapat membawa kepada tujuan cita-cita bangsa yang makmur, mandiri dan sejahtera.

Kajian statistic NTSB-US pada porsi terbesar faktor human error pada pengaruh tindakan pilot sebesar 53% sesungguhnya tidak perlu terjadi bilamana maskapai meningkatkan standard kompentensi dan seleksi pilot.

Jika diandaikan negara atau daerah kita masing-masing adalah sebuah pesawat maka pemimpin-pemimpin atau anggota parlementer yang akan kita pilih adalah pilot yang akan membawa ke tujuan akhir bangsa.

Tidak ada jaminan perjalanan selalu akan mulus tanpa adanya gangguan pada sistim mekanis ataupun kondisi alam dan cuaca buruk, namun pilot yang dapat berpikir strategis dan taktis tentunya akan membuat pesawat dan seluruh penumpang keluar dari persoalan dan selamat hingga di tujuan akhir.

Berhubungan dengan ilustrasi tersebut diatas, tentunya kita semua juga masih mengingat kecelakaan yang juga terjadi di bulan Januari tahun 2002 pada pesawat GA 421 dengan pemikiran strategis pilot untuk sejenak merubah arah menghindari awan badai dan juga secara taktis memilih mendarat darurat di sungai bengawan solo saat kegagalan mekanis terjadi.

Persoalan dan masalah selalu ada dan dibutuhkan kreatifitas seorang pemimpin masa kini untuk keluar dari persoalan bahkan dapat merubah tantangan menjadi sebuah peluang untuk dapat lebih sukses.

Beberapa pemimpin besar lahir dan hidup dari kondisi yang penuh dengan keterbatasan dan mereka dapat menjadi sukses bersama pengikutnya oleh karena pernah mengalami situasi sulit.

Dengan pemahaman penuh pada kesulitan dan keterbatasan yang pernah dialami secara langsung akan memberikan pandangan secara menyeluruh pentingnya mencapai sebuah kesuksesan.

Hal tersebut akan sedikit berbeda dengan pribadi yang memang sebelumnya terlahir dari kelompok sukses dan mencoba “me-menderitakan diri” sejenak untuk sebuah kebaikan pandangan atau di masa kini lebih dikenal dengan bahasa pencitraan.

Seorang pemimpin memerlukan sebuah visi sebagai sistim navigasi yang baik dalam memastikan tim yang dipimpinnya selalu berjalan ke arah yang tepat.

Sesuai dengan konsep sistim navigasi, visi yang benar dan “berfungsi baik” tidak akan membuat tim tersesat meskipun pada masa-masa tertentu memerlukan penyesuaian, sejenak berpindah arah namun dengan pengecekan Kompas dan Navigasi yang dilakukan sewaktu-waktu dapat kembali ke arah tujuan semula.

Ini yang kemudian menjadi pertanyaan bagi kita semua bagaimana pemimpin yang akan dipilih dapat menggunakan fungsi Kompas atau Navigasi menuju ke arah yang tepat meskipun di hadapkan pada tantangan perjalanan yang tidak selalu mulus dan gangguan fungsi perangkat kerja.

Beberapa panduan berikut yang dapat anda gunakan untuk menilai kompetensi para calon pemimpin anda dari sisi penggunaan Kompas atau alat Navigasi:

1. Selayaknya sebuah Kompas yang sederhana dan konsisten menunjukkan utara, selatan, timur dan barat, seorang pemimpin harus dapat memberikan kejelasan pada visi yang ingin dicapai dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Penyampaian dengan bahasa yang sederhana menggambarkan pemahaman yang baik pada sebuah persoalan yang terjadi. Penyampaian secara jelas pada visi yang akan dicapai memberikan jawaban atas apa yang perlu diketahui pengikutnya dan apa yang dia sebagai pemimpin harapkan untuk dilakukan oleh pengikutnya.

2. Memiliki kemampuan menghubungkan arah atau kemampuan menyatukan arah datang, posisi sekarang dan tujuan akhir. Pemahaman yang baik pada sejarah masa lalu, kondisi sekarang dan masa yang akan datang dapat memberikan suatu hubungan yang erat dan saling berkaitan.

3. Kemampuan menerangkan manfaat arah yang dipilih untuk mencapai tujuan akhir yang divisi-kan. Dalam situasi tertentu arah perjalanan memerlukan perubahan untuk menyesuaikan kondisi atau situasi yang terjadi pada saat itu, kebenaran arah yang dipilih dapat diketahui melalui penjelasan manfaat.

4. Memiliki kemampuan menyusun rencana berupa goal-target dengan arah orientasi yang membawa kepada pencapaian yang selalu akan makin mendekat pada target yang diciptakan.

5. Memiliki kejujuran dan dapat dipercaya dalam membaca dan menyampaikan hasil penunjuk arah. Dalam situasi perjalanan melenceng dari arah awal maka perlu suatu kejujuran untuk menyampaikan hal yang sesungguhnya terjadi dan tindakan yang diambil sebagai langkah perbaikan.

6. Menjadi bagian atau memiliki keterkaitan terhadap sejarah melalui penelusuran arah datang. Latarbelakang pencapaian masa kini dan sebelumnya yang terukur dan dapat dibuktikan sehingga menjadi bagian dari sebuah cerita kesuksesan untuk mendukung visi masa depan bangsa.

7. Memberikan panduan jelas sebagai respon terhadap kendala dan tantangan yang dihadapi. Program akselerasi ataupun perlambatan perlu dilakukan pada kondisi tertentu sebagai bagian darik kebutuhan penyesuaian berdasarkan kondisi alam dan lingkungan namun tetap pada target tujuan yang telah ditetapkan.

8. Memiliki ketelatenan dan keahlian dalam membaca “peta” serta menerjemahkan potensi-potensi manfaat yang dapat diambil melalui pemilihan arah. Jarak tempuh yang lebih pendek kepada target akan memberikan manfaat penghematan namun tentunya memiliki kajian terpisah pada resiko dan konsekuensinya. Resiko dapat menjadi energi baru bagi pengikut bilamana dikonversikan menjadi sebuah tantangan dan memotivasi untuk maju.

9. Memiliki kemampuan me-model-kan arah perjalanan bangsa berdasarkan analisa pembacaan peta dan Kompas. Hal tersebut merupakan wujud dalam membentuk rasa tanggung jawab terhadap hal yang dilakukannya semasa memimpin dan kesinambungan program pada masa tiba serah terima kepada yang menggantikan.

10. Berkemampuan berpikir strategis dan bertindak taktis dalam situasi kritis untuk sebuah pencapaian tujuan akhir. Berpikir strategis dicapai dengan membuat proses sesuai target yang ditentukan dan bertindak taktis ketika timbul permasalahan.

Bagi anda yang mem-favorit-kan salah satu figur sebagai calon pemimpin yang akan dipilih, ada baiknya mencoba menelusuri 10 poin di atas menghubungkannya dengan karakter yang dimilikinya.

Fungsi Kompas dan Navigasi seorang pemimpin memberikan petunjuk terhadap arah yang jelas dan bertanggung jawab. Kita tentunya tidak pernah berharap lebih dari 273 juta penduduk Indonesia yang terbang bersama pesawat RI menjadi korban oleh karena salah memilih pilot.

Pilihan hari ini tidak hanya akan berdampak pada 5 tahun masa periode namun lebih dari itu terhadap kelangsungan jangka panjang bangsa kita.

Mudah-mudahan kita sekalian tidak terpengaruh oleh hiruk-pikuk sesaat dengan pesta demokrasi yang akan dihadapi dan salah memilih tapi memiliki panduan yang jelas dalam memilih pemimpin yang secara tepat membawa kepada masa depan bangsa yang Gemah Ripah Loh Jinawi.

Selamat menyambut pesta demokrasi bangsa (Penulis adalah Dosen, Penulis Buku serta Kandidat Doktor pada bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Tambang).

 

as