as
as

Ketua Komisi IV DPRD Maluku Angkat Bicara Sikapi Persoalan di Waesamu

IMG 20230523 WA0010

Koreri.com, Ambon – PT. Space Island Maluku (SIM) dilaporkan kembali berulah dengan menggusur Tanah Adat Milik Desa Waesamu, Kecamatan Kairatu Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Selasa (22/5/2023).

Perusahaan tersebut juga diketahui sebelumnya menggusur lahan milik masyarakat Pohon Batu, Desa Kawa, Kecamatan Seram Barat, SBB.

as

Akibat dari ulah PT.SIM tersebut, masyarakat Desa Waesamu melakukan aksi protes dan pemalangan jalan Trans Seram di wilayah perkampungan Desa Waesamu yang mengakibatkan akses Jalan lumpuh total selama kurang 5 (lima) jam.

Sejumlah warga mendesak penggusuran lahan pertanian yang di lakukan oleh perusahaan yang bergerak di bidang pertanian pisang Abaka (Pisang Dolar) untuk segera di hentikan.

PT SIM juga diminta segera angkat kaki dari wilayah petuanan adat Desa Waesamu.

Menyikapi itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Maluku melalui Komisi IV angkat bicara.

“Kami meminta Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat menyelesaikan persoalan batas tanah yang terjadi pada Desa Nuruwe dan desa Waesamu, Kecamatan Kairatu Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat,” demikian disampaikan Ketua Komisi IV DPRD Maluku Samson R. Atapary kepada awak media, Selasa (23/5/2023).

Menurut Atapary, untuk permasalahan yang terjadi pada Desa Waesamu Kecamatan Kairatu Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat bukan soal pemalangan jalan.

“Ini soal konflik yang berkaitan dengan wilayah petuanan antara desa yang lain dengan desa Waisamu lalu ada investasi di bidang pertanian pisang Abaka ini.

Maka memang Pemerintah Seram Bagian Barat harus mencermatinya,” terangnya.

Atapary kemudian menekankan, penetapan batas negeri adat itu penting supaya setiap negeri yang mempunyai wilayah adat itu diperjelas.

“Karena tanpa ada kejelasan wilayah adat terutama di Kabupaten SBB maka konflik ini akan semakin tinggi sehingga berpotensi menghalangi peluang investasi yang masuk. Kalau batas wilayah adatnya diperjelas, maka investasi yang masuk itu juga pasti akan merasa aman dan nyaman tanpa ada persoalan yang terjadi,” sambungnya.

Yang pasti, tegas Atapary, investor yang masuk harus mengetahui mereka berhubungan dengan negeri adat mana dan berapa luas lahan yang dibutuhkan. Kemudian nantinya bisa melakukan negosiasi langsung dengan negeri dimaksud.

“Dan Pemerintah kabupaten itu hanya mengikuti apa yang sudah disepakati. Misalnya ada kebutuhan soal perizinan maka tinggal difasilitasi Pemerintah Kabupaten,” jelasnya.

Atapary menegaskan, adanya persoalan terkait tapal batas sebenarnya menunjukkan kelalaian Pemkab SBB selama ini.

“Konflik ini sudah cukup lama dibiarkan. Saat investasi masuk, Pemerintah hanya kejar pendapatan asli daerah (PAD) karena ada pajak dari situ tetapi tidak menyelesaikan hak-hak kepemilikan marga atau petuanan,” tegasnya.

Salah satu jalan penyelesaiannya yaitu harus negeri adat dipetakan dan setiap negeri harus memetakan wilayah adat dengan duduk bersama guna memutuskan wilayah mana yang keluar dan masuk. Itulah cara atau mekanisme untuk menyelesaikan status sengketa.

“Untuk itu, tahap-tahapannya pasti panjang. Bila dengan mekanisme adat tidak bisa diselesaikan maka otoritas negara lewat Pemerintah mengambil alih apakah sengketa dibagi dua atau ditarik sebagai tanah negara tanpa mengganggu hak individu yang sudah berusaha atau menggarap di atas tanah tersebut,” sambung Atapary.

Oleh karena itu, pria yang bakal maju Caleg DPR RI mendesak Pemkab SBB harus segera menyelesaikan persoalan dimaksud.

“Karena kalau tidak, maka ini adalah potensi konflik yang akan semakin besar ke depannya,” bebernya.

Atapary kemudian mengaitkan menunjuk Penjabat SBB latar belakang dari Badan Intelijen Negara (BIN) oleh Mendagri.

“Tugas utama beliau adalah harus menyelesaikan konflik batas tanah antar negeri dengan negeri yang selama satu tahun ini tidak diurus.

Mudah-mudah Penjabat Bupati ini fokus untuk bagaimana negeri adat segera ditetapkan berdasarkan Permendagri No. 52 Tahun 2014 tentang Penetapan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat. dan instrumen itu yang akan digunakan mengatur wilayah negeri adat. Karena itu, Pemerintah harus lebih tegas dalam mengatasi konflik persoalan batas tanah pada desa adat” pungkasnya.

JFL

as