Kasus Tanah Masyarakat Holtekam Eks Hanurata: Sertifikat vs Klaim Bintang Mas

Masy Eks Hanurata LBH Papua Gempur2
Momen pertemuan LBH Papua, LSM Gempur Papua bersama masyarakat Holtekam eks Hanurata pada tanggal 4 Februari 2024 / Foto : Ist

Koreri.com, Jayapura – Polemik soal tanah kembali mengemuka di Kota Jayapura, Provinsi Papua.

Kali ini, tanah milik masyarakat Holtekam eks Hanurata yang bersertifikat Prona diklaim sepihak oleh CV Bintang Mas.

Terkini, mediasi antara kedua belah pihak dengan melibatkan ATR BPN Kota Jayapura, Kanwil ATR BPN Papua dan pemilik CV Bintang Mas telah berlangsung sebanyak 4 kali. Namun hingga kini belum membuahkan hasil dan solusi.

Berbagai fakta lapangan pun bermunculan seiring dengan bergulirnya polemik ini.

Sejarah Masyarakat Eks Hanurata di Wilayah Adat Holtekam

Dalam sejarahnya, masyarakat Holtekam eks Hanurata sudah bermukim di kawasan tersebut sejak tahun 1966 yang mana pemilik tanah ulayat kala itu adalah Arnod Ramela.

Ia memberikan izin tinggal dan bekerja sejak 1966 – 1970. Saat itu Hanurata yang tak lain adalah perusahaan kayu mulai bekerja sama dengan perusahaan asing dan kehutanan sekitar tahun 1970an hingga 1990.

Setelah putus hubungan kerja, masyarakat yang juga pekerja perusahaan tetap tinggal menetap di kamp Hanurata.
Pada 1991, masyarakat pekerja ini kemudian pindah ke wilayah Holtekam yang kemudian mendapat pelepasan adat hingga kemudian diterbitkan sertifikat tanah.

Kepala Suku setempat Adrian Pattipeme kemudian memberikan tanah kepada masyarakat eks Hanurata atas permintaan izin orang tua. Salah satunya Pak Lamek yang bertemu langsung dengan kepala suku.

Kemudian, terbitlah surat perjanjian hak pakai. Sebelumnya juga ada gereja tua pertama yang juga akhirnya pindah ke lokasi baru saat ini.

Surat pernyataan pelepasan hak pakai atas tanah adat tanah “Payungte” itu dibuat di Skouw Yambe pada tangal 1 Juni 1993 oleh Kepala Suku Adrian Pattipeme, Isak Pattipeme selaku Tua Adat, Simson Pattipeme selaku tokoh sejarah dan yang menandatangani surat pelepasan di tahun itu adalah Kepala Kampung Skouw Yambe Adolfius Rollo bersama Ketua LKMD Hanock Rollo.

Lalu disahkan oleh Kepala Suku Ondoafi Besar Skouw yambe, Herman K. Rollo (orang tua Abisai Rollo). Sementara saksinya adalah Rewi Ramela selaku kepala suku dan Ambrosius Pae yang juga kepala suku. (Hubungan batas adat timur selatan dalam wilayah adat).

Berdasarkan surat ini maka masyarakat eks Hanurata menetap namun bukan sebagai pemilik lahan tetapi hak pakai. Sebagaimana di dalam surat pelepasan hak pakai menjadi dasar masyarakat eks Hanurata menetap sementara saat itu.

Beberapa tahun kemudian, masyarakat eks Hanurata Holtekam berbaur dalam aktivitas kehidupan sehari-hari bahkan terlibat dalam acara adat setempat.
Kala itu, bertepatan Kepala Suku Adrian Pattipeme meninggal dunia.

Selanjutnya, untuk menghargai tanah adat, beberapa keluarga dan orang tua masyarakat eks Hanurata Holtekam beberapa kali melakukan rapat.
Di rapat tersebut membahas mengenai pembayaran tanah Holtekam hingga kemudian didapati perjanjian pertama terjadi di 2004 dan 2005.

Sementara di saat yang sama pula, pihak perusahaan Bintang Mas melakukan penggusuran pertama.

Masy Eks Hanurata LBH Papua Gempur
Pihak LBH Papua dan LSM Gempur Papua sementara mendengarkan aspirasi masyarakat Holtekam eks Hanurata dalam pertemuan yang berlangsung tanggal 4 Februari 2024 / Foto : Ist

Menanggapi itu, warga eks Hanurata kemudian bertemu dan melakukan mediasi dengan beberapa petinggi bersama anggota DPRD Kota Jayapura, pihak PT Skyland Kurnia, juga hadir beberapa ondoafi dan terjadilah kesepakatan pembagian wilayah.

Karena warga eks Hanurata sudah bertempat sejak lama maka ada kesepakatan batas antara PT Skyland Kurnia dan masyarakat eks Hanurata juga dihadiri Abisai Rollo.

Abisai saat itu menyetujui setelah melihat surat pelepasan adat yang di tandatangani oleh orang tuanya.

Hasil dari pertemuan tersebut ada pembagian batas wilayah antara PT Skyland Kurnia dan masyarakat eks Hanurata.

Kesepakatan itu juga di hadiri oleh semua ondo besar Skouw Yambe dan anggota Komisi A DPRD Kota Jayapura.

Kemudian sketsa batas di buat untuk menjadi kesepakatan bersama antara ondoafi, masyarakat eks Hanurata dan PT. Skyland Kurnia (Bintang Mas).

Selanjutnya, masyarakat Holtekam eks Hanurata mulai melakukan angsuran pembayaran tanah kepada Ondoafi dimana setiap KK diberi kapling 25×30 meter per keluarga.

Satu kapling dihargai sebesar Rp6 juta dan proses pembayaran mulai berjalan yang di awali oleh 6 orang dari perwakilan keluarga.

Proses itu berjalan selama 10 tahun pembayaran dan pendataan pada 2015 terhitung sejak tahun 2005 (Kesepakatan bersama ondo dam DPRD Kota Jayapura).

Warga saat itu membayar Rp300 juta.

Kemudian dari pihak desa membantu warga RW 3 dan mengantar uang sisa 630 juta untuk 105 kk tercakup dalam luasan 15 hektar pada 2016 beserta kuitansi dan pelepasan tanah dibayar lunas di atas para-para adat di depan ondoafi besar pemilik hak ulayat.

Sejak saat itu 105 keluarga memiliki surat pelepasan adat dan juga pelepasan 15 hektar.

BPN kemudian menindaklanjuti itu dengan melakukan pengukuran dan terbitlah peta sebesar luasan 15 hektar disertai patok batasan dengan Bintang Mas berdasarkan kesepakatan adat dan juga BPN Kota Jayapura.

Berdasarkan kesepakatan tersebut, pada 2019 ada sosialisasi PTSL bagi masyarakat di peta lokasi pemberkasan. Dan menurut masyarakat, syarat atas pelepasan adat diurus oleh desa untuk melakukan proses penerbitan sertifikat satu kampung dari jalur satu hingga jalur 9.

Maka, pada 2019 terbitlah sertifikat Prona milik masyarakat Holtekam eks Hanurata yang luasannya mencapai 15 hektar. (Dilansir dari vlog knalpot bocor javanewspapua, narasumber : Renhard Satya beserta warga Holtekam eks Hanurata pada link https://youtu.be/OZtLW81YAzQ?si=vSjD5VeggGzJAqF4

Masy Eks Hanurata Audiens 3 dengan ATR BPN Papua
Pertemuan audiens ke 3 di ATR BPN Kota Jayapura pada tanggal 22 Februari 2024 / Foto : Ist

Bintang Mas Tidak Menghargai Kesepakatan Adat dan Produk Hukum Sertifikst Prona

Pada 2005 lalu, telah dilakukan penggusuran pertama oleh Bintang Mas.

Namun pada 2023 ini, penggusuran tanah kembali dilakukan oleh Gandi Gan (pemilik) PT. Bintang Mas beberapa kali penggusuran. Gandi Gan menghianati perjanjian tersebut.

Sementara masyarakat Holtekam eks Hanurata yang memahami aturan batas-batas tersebut kemudian mengupayakan mediasi beberapa kali dengan ATR BPN Kota Jayapura namun tidak didapatkan solusi atas klaim sepihak Bintang Mas.

Advokasi dan Pendampingan Hukum Masyarakat Holtekam Hanurata

Permasalahan sengketa tanah masyarakat Holtekam eks Hanurata sempat dilakukan audiens pertama di tahun 2023 bertempat di BPN Kota Jayapura.

Namun dalam audiens itu, Gandi Gan selaku pemilik Bintang Mas mengklaim bahwa semua sertifikat yang diterbit BPN Kota Jayapura adalah sertifikat palsu.

Audiens itu bahkan berjalan alot hingga masyarakat Holtekam mengadu ke LSM Gempur Papua dan LBH Papua yang kemudian melakukan pendampingan langsung dalam agenda advokasi dan solusi mengenai permasalahan klaim sepihak Bintang Mas.

Pendampingan hukum yang diajukan oleh masyarakat eks Holtekam untuk mempertahankan hak tanah bersertifikat sah didampingi langsung Direktur LBH Papua Emanuel Gobai, S.H, MH dan Ketua LSM gempur Papua Panji Agung Mangkunegoro setelah dilakukan pertemuan di lokasi pemukiman warga tanggal 6 Februari 2024.

Berlanjut audiens ke 3 di kantor ATR BPN Kota Jayapura pada 22 Februari 2023 yang dihadiri pengacara Bintang Mas, Gandi Gan (Pemilik) Bintang Mas, perwakilan masyarakat holtekam eks Hanurata, Ondoafi Wihelmus Rollo, LBH Papua dan LSM Gempur Papua belum juga membuahkan hasil dan klarifikasi dari kedua belah pihak.

Pasalnya, salah satu nama keluarga ada yang tidak hadir dalam pertemuan tersebut sebagaimana Bintang Mas mengklaim telah membeli tanah dari masyarakat.

Karena kurangnya pihak terkait yang hadir, maka atas dasar kesepakatan bersama masalah sengketa ini diselesaikan di Kanwil ATR BPN Papua pada 5 Maret 2024.

Masyarakat Holtekam Eks Hanurata Datangi Kanwil ATR BPN Papua

Ratusan warga masyarakat Holtekam eks Hanurata pemilik hak tanah bersertifikat dan pelepasan adat pada tanggal 5 Maret 2024 kemudian mendatangi Kanwil ATR BPN Papua.

Namun hanya menemui beberapa staf kantor, karena Kakanwil ATR BPN Papua sedang mengukuti agenda rapat di luar daerah.

Dalam penyampaian via telepon yang langsung berbicara kepada masyarakat Holtekam eks Hanurata, Kakanwil ATR BPN Papua menyampaikan bahwa akan mengundang semua pihak terkait untuk menyelesaikan permasalahan sengketa tanah bersertifikat antara Bintang Mas dan masyarakat Holtekam eks Hanurata.

Masyarakat Holtekam eks Hanurata yang dikoordinir Pendeta Reinhard Satya dalam penyampaian orasinya di depan kantor ATR BPN Papua berharap agar semua permasalahan ini bisa diselesaikan dan semua keluarga memiliki hak atas tanah bersertifikat prona yang sah di keluarkan oleh BPN Kota Jayapura.

Tanah Masyarakat Eks Hanurata
Lokasi tanah bersertifikat yang dihuni masyarakat Holtekam eks Hanurata dan kini diklaim Bintang Mas / Foto : Ist

Bintang Mas tidak boleh mengganggu kehidupan masyarakat Holtekam eks Hanurata yang sudah tinggal dan menetap sejak 1970-an, sejak hadirnya perusahaan Hanurata.

“Kami punya hak atas tanah berdasarkan sertifikat prona yang diterbitkan BPN Kota Jayapura karena juga memiliki pelepasan adat. Bintang Mas harus bisa menunjukan dokumen apa yang di milikinya, dan Kakanwil ATR BPN Papua harus bisa menjelaskan kebenaran ini kepada Bintang Mas agar tidak lagi mengganggu masyrakat Holtekam,” tegas Pdt. Reinhard Satya.

Direktur LBH Papua, Emanuel Gobai yang juga hadir untuk mendampingi masyarakat Holtekam menyampaikan orasinya di depan Staf Kanwil ATR BPN Papua.

Ia menjelaskan bahwa di dalam risalah kesepakatan mediasi terakhir di BPN Kota Jayapura akan mediasi di Kanwil ATR BPN Papua.

Gobai mengaskan jika didalami masalah ini adalah antara BPN Kota Jayapura dan Bintang Mas kemudian dikait-kaitkan dengan masyarakat Holtekam eks Hanurata yang sudah memiliki pelepasan adat dan sertifikat tanah yang di keluarkan sendiri oleh BPN.

“Atas dasar apa BPN memberikan ruang kepada Bintang Mas untuk bermasalah dengan masyarakat adat yang jelas memiliki surat pelepasan dan sertifikat prona. Dan kesepakatan sejak 22 Februari di BPN Kota bahwasannya harus ada pertemuan di Kanwil BPN Papua pada tanggal 5 Maret 2024. Klien kami memiliki hak yang kuat atas kepemilikan tanah bersertifikat,” tegasnya.

Selain itu, LBH Papua juga sudah melaporkan Bintang Mas ke Polda Papua di awal bulan Februari atas tindakan yang arogansi dan tidak profesional karena tidak menghargai hak kepemilikan sertifikat.

Kasus penyerobotan yang di lakukan oleh Bintang Mas adalah pelanggaran hukum dan harus di proses hukum.

“Kepada Kapolda Papua, kami sebagai kuasa hukum masyarakat Holtekam eks Hanurata meminta agar Bintang Mas bisa segera diproses hukum karena melakukan penyerobotan, pengrusakan rumah dan tanaman milik warga Holtekam eks Hanurata yang bersertifikat dan memiliki pelepasan adat, ” desaknya.

Ketua LSM Gempur Papua, Panji agung Mangkunegoro, menjelaskan duduk permasalahan inti berkaitan dengan kurang lebih sebanyak 50 sertifikat yang diterbitkan atas nama masyarakat Holtekam eks Hanurata.

Saat penerbitannya, yang menandatangani dokumen sertifikat tersebut adalah Kakanwil ATR BPN Papua yang saat itu menjabat sebagai Kepala ATR BPN Kota Jayapura.

“Maka masalah klaim sepihak oleh Bintang Mas atas tanah bersertifikat milik warga Holtekam eks Hanurata ini sangat pantas jika di selesaikan dengan cara audiens bersama di kanwil ATR BPN Papua,” tandasnya.

Panji mengaku yakin Kakanwil ATR BPN Papua mampu memberikan solusi terhadap masalah ini dan pihak Bintang Mas juga harus jujur memaparkan dokumen apa yang dimiliki mereka.

Permasalahan klaim sepihak Bintang mas atas tanah bersertifikat prona yang dikeluarkan oleh ATR BPN Kota Jayapura akan dimediasikan di Kanwil ATR BPN Provinsi Papua pada tanggal 14 Maret 2024 dan akan dihadiri oleh semua pihak pihak terkait.

PAM