as

Bantah Semua Dalil Termohon, PH Pemohon : SPDP Kasus Korupsi Keerom Tak Jelas

Praperadilan Sekda Keerom vs Kapolda Papua
Sidang Praperadilan Sekda Keerom Indra Trisiswanda melawan Kapolda Papua di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jayapura, Kota Jayapura, Papua, Selasa (21/05/2024) / Foto: EHO

Koreri.com, Jayapura – Sidang lanjutan praperadilan yang diajukan pemohon Sekda Keerom Trisiswanda Indra melawan Kapolda Papua atas kasus dugaan tindak pidana korupsi Bansos tahun 2018 kembali digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jayapura, Selasa (21/5/2024).

Sidang praperadilan yang dipimipin Hakim Tunggal Wempy William James Duka, SH, MH dimulai pukul 09.00 WIT pagi dengan agenda replik pemohon atas jawaban termohon dilanjutkan pukul 14.00 WIT dengan agenda duplik termohon atas replik pemohon.

Ketua Tim Kuasa Hukum Pemohon, Dr. Anton Raharusun, menjelaskan soal replik yang disampaikan kliennya.

“Ya, kita punya replik tadi menanggapi jawaban mereka (tim Tipikor) Dit Reskrimsus Polda terkait laporan informasi, penyitaan, mengenai Surat Pemberitahuan Dimulai Penyidikan (SPDP). Ini menarik! Kemudian juga terkait kejadian penangkapan, penahanan terhadap tersangka Sekda Keerom,” terangnya dalam keterangan kepada media ini, Selasa (21/5/2024).

Yang jelas, kata Raharusun, pihaknya selaku Penasehat Hukum (PH) Sekda Keerom membantah semua dalil tim penyidik Tipikor Polda Papua terutama hal-hal yang mengenai dalam SPDP itu dimana menurut termohon sudah disampaikan kepada istri pemohon.

“Padahal dalam amplop yang diterima istri pemohon itu tidak ada sama sekali SPDP. Walaupun ada bukti foto yang mereka (Tipikor) punya tapi secara fisik tidak ada SPDP dan ini sangat penting. Mereka (termohon) punya foto penyerahan amplop kepada istri pemohon namun secara fisik tidak ada, namun yang ditandatangani pemohon (tersangka) itu berita acara penangkapan dan penahanan bukan berkaitan dengan pemberian SPDP,” bebernya.

Tim PH Sekda Keerom
Tim Kuasa Hukum Sekda Keerom Dr. Anton Raharusun, SH, MH (kiri), Juhari, SH, MH (tengah) dan Iwan Niode, SH, MH / Foto : Istimewa

Kenapa? SPDP sudah diterbitkan tahun 2023 tapi tidak diserahkan kepada tersangka maupun keluarganya.

“SPDP baru diberikan tanggal 14 april tahun 2024 atau sehari sebelum setelah penetapan tersangka. Ya, nanti hal-hal ini juga seperti penangkapan, penahanan kemudian penetapan tersangka, penyitaan maupun SPDP. Ini semua akan dinilai oleh hakim praperadilan dalam perkara ini,” sambung dia.

Raharusun menjelaskan pula bahwa menurut tim penyidik Tipikor Polda bahwa SPDP sudah sesuai. Tapi itu semua menjadi kewenangan hakim tunggal praperadilan yang nanti menilai.

“Yang mana tindakan pendahuluan terkait dengan upaya jemput paksa. Jadi, upaya paksa itu tidak saja terkait dengan penangkapan, penahanan, penetapan tersangka dan upaya paksa lain. Tetapi pemanggilan saja itu sudah merupakan bagian dari upaya paksa. Jadi, menyampaikan satu kebohongan untuk menimbulkan kebohongan lain,” tegasnya.

Sidang selanjutnya, kata Raharusun, yaitu agenda pemeriksaan saksi dan ahli.

“Agenda sidang besok 22 Mei 2024 pemeriksaan saksi kita hadirkan 2 saksi dan 1 ahli pidana,” pungkasnya.

EHO