Koreri.com, Biak – Seorang nasabah Bank Rakyat Indonesia (BRI) di Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua menegaskan akan mengambil langkah hukum atas kerugian yang telah dialaminya.
Warga bernama Meike Telussa selaku nasabah di PT. BRI (Persero) Tbk kode: 4893/ Cabang Unit Inpres, Kabupaten Biak Numfor ini mengaku jika dokumen kreditnya diduga telah dipalsukan.
Hal itu lantaran cicilan kreditnya selama 60 bulan atas pinjaman sebesar Rp150 juta di bank tersebut sejak September 2019 silam telah lunas terbayar pada September 2024.
Namun ia dibuat terkejut manakala BRI ternyata masih melakukan pemotongan hingga 2025 ini dengan alasan dirinya masih harus melunasi kredit sebesar Rp200 juta.
Dan yang membuat Meike tak habis pikir, karena ia merasa tak pernah melakukan top-up untuk kredit lanjutan itu.
Ia pun meyakini tanda tangannya telah dipalsukan oknum BRI untuk mengambil keuntungan dari dirinya.
Dalam keterangannya, Meike mengaku baru mengetahui soal TOP-UP kredit yang dilakukan tanpa sepengetahuan dirinya setelah dihubungi pihak BRI setempat.
“Jadi awalnya pada tanggal 27 September 2019 lalu itu saya mengajukan kredit sebesar Rp150.000.000,- dengan jangka waktu 60 bulan atau lima tahun terhitung sejak September 2019 sampai dengan September 2024,” ungkapnya, Kamis (10/4/2025).
Dan untuk kepentingan itu, ia kemudian menyerahkan satu buah Surat Pelepasan Tanah dan satu unit motor sebagai jaminan dalam perjanjian kredit dimaksud.
“Dan itu sudah lunas terbayar sejak September 2024,” sambugnya,
Tapi tiba-tiba di 2025 ini, Meike mengaku kaget karena mendapat informasi terkait tagihan dari pihak BRI melalui telepon dan menyampaikan bahwa sisa kreditnya masih sekitar Rp150 juta sekian.
“Saya langsung kaget. Kok bisa pembayaran saya masih tetap pada nominal awal sedangkan masa kredit 60 bulan telah selesai di bulan September 2024 atau telah berjalan selama 60 bulan terhitung dari September 2019 sampai dengan September 2024,” bebernya heran.
Tak terima atas fakta itu, Meike kemudian mendatangi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) KYADAWUN Biak guna meminta pendampingan atas langkah hukum yang akan diambil guna menuntut keadilan atas kerugian yang dialaminya.
Selanjutnya pada Kamis (10/4/2025), Meike yang didampingi Tim Hukum LBH KYADAWUN Biak mendatangi BRI Unit Inpres untuk meminta rekening koran dan penjelasan terkait sisa kredit yang dinilai janggal karena telah habis masa waktu di bulan September 2024 atau tepat 60 bulan.
Setelah menerima rekening koran dari pihak BRI Unit Pasar Inpres, ternyata baru terungkap jika ada tertera nominal uang sebesar Rp200.000.000,- yang tercetak tanggal 20 Mei 2021.
Dan yang anehnya lagi, kata Meike, uang itu tidak pernah ia ketahui sama sekali apalagi menerimanya karena tidak tertulis dalam buku rekening tabungan miliknya seperti yang tercetak di rekening koran BRI.
Ia langsung mempersoalkan ke pihak BRI, soal proses TOP-UP tersebut yang dilakukan tanpa sepengetahuannya. Apalagi uang tersebut tidak pernah masuk ke rekening tabungan miliknya selaku nasabah.
Meike lantas mempertanyakan siapa yang melakukan proses TOP-UP? Siapa yang menandatangani? Siapa yang melakukan persetujuan ini? Dan siapa yang menikmati uang Rp200.000.000 tersebut?
Namun sekali lagi, pihak BRI tidak dapat menjelaskan secara rinci soal itu.
Karena merasa tidak pernah mengetahui atau telibat dalam proses TOP-UP ini, Meike memastikan mengambil langkah hukum untuk mengetahui siapa dalang di balik semua proses ini.
Direktur LBH KYADAWUN Biak Imanuel A. Rumayom, SH dalam keterangannya kepada Koreri.com, Kamis (10/4/2025) memastikan siap mendampingi nasabah BRI Meike Telussa dalam melakukan proses hukum ke Kepolisian setempat.
“Kami dari LBH KYADAWUN Biak akan mendampingi ini ke proses hukum untuk menyelidiki siapa oknum yang diduga merekayasa proses TOP-UP klien kami! Siapa yang diduga memalsukan tanda tangan klien kami? Dan selanjutnya siapa yang diduga menggelapkan uang Rp200.000.000 yang dicairkan? Kami lihat ini cukup aneh karena proses TOP-UP ini tidak diketahui sama sekali oleh klien kami,” tegasnya.
Rumayom juga secara khusus mempertanyakan kejelasan soal nominal uang Rp200 juta.
“Kami juga pertanyakan itu, kenapa pihak BRI Unit Pasar Inpres tidak pernah menjelaskan terkait nominal uang Rp200 juta ini ke klien kami padahal uang itu cair atas dasar nama klien kami? Kami menilai banyak kejanggalan dalam proses ini,” sorotnya.
Apalagi dari bukti-bukti dokumen yang ada terlihat sangat janggal karena perbedaan antara rekening koran BRI dan rekening tabungan kliennya.
“Klien kami baru kaget setelah melihat rekening koran BRI Unit Inpres Biak dan buku rekening tabungan miliknya,” sambung Rumayom.
Guna mengungkap secara jelas sejumlah fakta kejanggalan, LBH KYADAWUN Biak akan melaporkan ini secara resmi ke Kepolisian atas dugaan pemalsuan dokumen, juga ke Kantor Wilayah BRI dan Otoritas Jasa Keuangan.
“Besok (hari ini, red) kami akan masukan pengaduan di Polres Biak,” pungkasnya.
Sementara itu hingga berita ini dipublish, Koreri.com belum mendapatkan keterangan resmi dari pihak BRI Unit Inpres Biak terkait persoalan ini.
RED