Serapan APBD Induk 2025 Baru Capai 28 Persen, FOPERA: PBD Krisis Tata Kelola

Yanto Idji Fopera PBD4
Ketua Umum FOPERA Papua Barat Daya Yanto Ijie, S.T / Foto : Ist

Koreri.com, Sorong – Forum Pengawal Perjuangan Rakyat (FOPERA) mengklaim per-September 2025, realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Papua Barat Daya (PBD) baru mencapai 28 persen.

Padahal, transfer dana dari Pemerintah pusat telah terealisasi 45 persen.

as

Ketua Umum FOPERA Yanto Ijie menjelaskan, meski ruang fiskal tersedia tapi eksekusi belanja daerah berjalan lambat. Kemudian dana Otonomi Khusus (Otsus) hanya terserap pada triwulan pertama, sementara pembahasan APBD Perubahan 2025 belum dimulai.

“Dengan sisa waktu kurang dari tiga bulan, terdapat risiko lebih dari Rp1 triliun anggaran tidak terserap. Kondisi ini bukan sekadar keterlambatan administratif, tetapi ancaman langsung bagi stabilitas ekonomi daerah karena uang yang seharusnya beredar di masyarakat tertahan di kas daerah,” bebernya melalui keterangan tertulisnya yang diterima Redaksi Koreri.com, Minggu (28/9/2025).

Menurut Yanto, lambatnya serapan ini mencerminkan adanya krisis pada tata kelola dimana mekanisme birokrasi pencairan anggaran masih berbelit, koordinasi antar-OPD berjalan tidak efektif dan kapasitas SDM pengelola anggaran terbatas. Akibatnya, belanja publik yang seharusnya menopang pembangunan justru stagnan serta terlambatnya pembahasan APBD Perubahan Tahun 2025.

Ia kemudian mempertanyakan ini salahnya siapa? Apakah kesalahan kebijakan Gubernur tentang mekanisme sistem pencairan anggaran yang berbelit dengan alur koordinasi birokrasi yang panjang dan rumit? Atau kesalahan Kepala OPD dan staf pengelola keuangan yang sulit beradaptasi terhadap sistem perencanaan, pengelolaan dan pengawasan anggaran?

Kemudian, apakah kesalahan ketidakmampuan dan keterbatasan SDM pimpinan OPD dan staf pengelola ? Atau kelalaian Pj. Sekda selaku kepala administrator dan Ketua TAPD yang tidak mengoordinir pimpinan OPD mempercepat penyerapan anggaran serta telambatnya Penyampaikan KUA PPAS APBD Perubahan ke Legislatif?

“Pertanyaan-pertanyaan tersebut menegaskan bahwa rendahnya serapan anggaran bukan hanya soal teknis, melainkan persoalan tata kelola dan kepemimpinan,” sahutnya.

Yanto lantas mengusulkan lima langkah korektif yang perlu segera diambil. Pertama, Pemda harus membangun sistem monitoring berbasis digital yang dapat menampilkan progres realisasi tiap OPD secara real-time.

“Dengan sistem ini, publik dapat melihat capaian serapan anggaran secara transparan sementara pimpinan daerah bisa langsung mengidentifikasi OPD yang bermasalah,” usulnya.

Kedua, diperlukan mekanisme reward–punishment yang jelas yakni OPD dengan kinerja baik harus diberikan insentif, sementara OPD yang gagal mencapai target serapan wajib dikenai sanksi tegas, termasuk evaluasi kepemimpinan.

“Tanpa disiplin fiskal dengan konsekuensi nyata, birokrasi akan tetap berada di zona nyaman.” tegasnya memperingatkan.

Ketiga, peningkatan kapasitas SDM pengelola keuangan harus menjadi prioritas. Bimbingan teknis yang berkelanjutan, penggunaan tenaga ahli, serta kerja sama dengan lembaga profesional perlu dilakukan agar pengelolaan anggaran tidak sekadar administratif, tetapi substantif dan produktif.

Keempat, forum koordinasi lintas OPD yang dipimpin langsung oleh Sekretaris Daerah harus dijalankan secara rutin. Forum ini dapat mempercepat penyelesaian hambatan teknis dan memperpendek rantai birokrasi.

“Peran Sekda sebagai koordinator utama akan menentukan keberhasilan percepatan serapan anggaran dan Penyusunan KUA PPAS APBD Perubahan,” tekannya.

Kelima, Gubernur disarankan merubah alur koordinasi birokrasi yang rumit dan berbelit terkait pencaiaran anggaran daerah yang mengahambat lambatnya penyerapan APBD Papua Barat Daya.

RED