Koreri.com, Biak – Kisruh yang melibatkan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Biak dengan salah satu nasabahnya atas nama Meike Telussa dikabarkan akan terus berlanjut.
Hal itu lantaran dalam pertemuan mediasi yang diinisiasi Unit Binmas Polres Biak Numfor, Kamis (17/4/2025) lalu itu tidak tercapai adanya kata sepakat antara kedua belah pihak.
Fakta pertemuan itu, pihak BRI melalui perwakilannya tetap bersikukuh jika Nasabah Meike Telussa telah melakukan Top Up sebesar Rp200 juta pada 20 Mei 2021.
Tak hanya Top Up, BRI bahkan mengklaim Meike Telussa juga melakukan restruk kredit beberapa kali.
Di lain pihak, Nasabah Meike yang didampingi tim kuasa hukum LBH KYADAWUN Biak tetap pada sikap awal tidak pernah melakukan top up Rp200 juta sebagaimana yang diklaim pihak BRI. Apalagi restruk secara berulang-ulang.
Fakta lainnya, meski bersikukuh terhadap klaim atas Top Up yang dilakukan nasabah Meike Telussa namun hingga selesai mediasi tersebut BRI tidak juga menunjukan dokumen-dokumen sebagai bukti Top Up Rp200 juta yang dilakukan sang nasabah.
Pihak perwakilan BRI hanya menyampaikan peryataan atau narasi klarifikasi dalam pertemuan itu.
Padahal dokumen-dukumen tersebut sebelumnya dituntut nasabah Meike Telussa ke pihak BRI untuk ditunjukkan sebagai bukti bahwa dirinya pernah melakukan Top Up pada Mei 2021 lalu maupun Upaya lainnya.
Tak sampai disitu, pihak BRI juga mengancam akan mengambil langkah hukum terhadap Nasabah Meike Telussa atas dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan terhadap Lembaga perbankan itu.
Tak gentar, Meike Telussa melalui Tim Kuasa Hukum LBH KYADAWUN Biak juga akan mengambil langkah hukum selanjutnya.
Dalam proses mediasi tersebut, Nasabah Meike Telussa sebagai pelapor mulanya mengakui benar adanya kredit sebesar Rp150 juta pada 27 September 2019 dengan tenor 60 bulan dari September 2019-September 2024 atau 5 (lima) tahun. Adapun angsurannya sebesar Rp3.925.000,- setiap bulannya.
Namun Meike menegaskan bahwa ia hanya meminjam atau mengajukan kredit sebanyak satu kali saja yaitu pada 2019 dan tidak pernah melakukan Top Up. Apalagi Restruk seperti yang diklaim BRI.
Selanjutnya, Meike Telussa melalui Kuasa Hukumnya meminta kepada pihak BRI untuk menjelaskan secara terbuka terkait proses Top Up sebesar Rp200 juta pada tanggal 20 Mei 2021 sesuai dengan yang tercetak di rekening koran.
Termasuk, juga proses restruk pada September 2024 atas klarifikasi BRI pada Media Koreri.com, karena nasabah Meike Telussa menegaskan bahwa dirinya tidak pernah melakukan semua hal tersebut di atas.
Ia selanjutnya meminta pihak BRI untuk jujur dan terbuka menjelaskan siapa yang menandatangani dan melakukan semua proses tersebut.
Menanggapi itu, pihak BRI yang diwakili Legal Officer (LO) menyampaikan klarifikasinya.
Ia memastikan bahwa dari tim data yang didapat bahwa tidak ada persoalan untuk laporan yang dihadapi sekarang terkait kredit dari Nasabah Meike Telussa dan suaminya Markus.
Diakui LO, Meike Telussa dan almarhum suaminya Markus adalah nasabah BRI Unit Inpres Kota Biak yang memiliki pinjaman sebesar Rp200 juta sebagaimana data yang sudah diperiksa.
“Berkas semuanya ada pada kami, baik berkas kredit dan semuanya. Jadi tim investigasi sudah rampungkan itu dan sudah menyiapkan hasilnya dan kami sampaikan benar yang bersangkutan punya kredit Rp200 juta,” urainya.
Kemudian berdasarkan dokumen yang ada, nasabah bersangkutan datang sendiri ke kantor untuk melakukan penandatanganan dan semua saksi yang ada disini (mediasi) hadir pada saat itu.
“Kami jelaskan bahwa pada 27 September 2019, bapak almarhum Markus dan ibu Meike Telussa datang sendiri mengajukan permohonan kredit sebesar Rp150 juta dalam jangka waktu 5 tahun (60 bulan) yang diperkirakan lunasnya pada 27 September 2024 untuk jangka waktu kredit yang Rp150 juta,” rinci LO.
Kemudian pada 22 April 2020, Meike Telussa bersama suaminya mengajukan permohonan restruk ke BRI karena alasannya kondisi usaha menurun.
“Jadi permohonan itu sesuai aturan Bank, kami memberikan penyelamatan kredit. Restruk itu jika nasabah yang tidak mampu membayar, kebijakan pihak Bank membantu dengan perpanjang jangka waktu kredit serta memberikan suku bunga yang rendah dan angsuran kredit tapi jangka waktunya akan panjang,” beber LO.
Pada 2020 itu, pihak BRI Unit Kota Biak melakukan restruk terhadap pinjaman ini atas permohonan nasabah Meike Telussa dan suaminya.
“Kami pihak Bank selalu membantu ketika mereka datang bermohon untuk membantu usaha mereka. Dan karena usaha mereka sebagai masyarakat, maka kami pihak Bank pada waktu survei itu memang mereka masuk dalam kategori kredit UMKM. Jadi kami memberikan penyelamatan kredit itu di tahun 2020,” sambungnya.
Pada tahun itu, kredit yang bersangkutan direstruk dan itu sesuai dengan jangka waktu 57 bulan (4 tahun 9 bulan). Dalam hal ini terhitung sudah berjalan sejak 2020 ditambah 4 tahun 9 bulan.
Kemudian berjalan lancar hingga di Mei 2021, Nasabah Meike Telussa dan suaminya mengajukan permohonan species sebesar Rp200 juta. Dan pihak BRI Unit Inpres Kota Biak membantu memproses sebesar Rp200 juta karena terhitung lancar.
“Proses 200 juta ini dikurangi kredit lama. Kredit 200 juta dipotong sisa kredit lama jadi mereka terima dari sekian yang masih 120 sekian juta yang kredit lama sehingga mereka sudah menggunakan kredit yang 200 juta itu. Kredit berjalan dari 2021 sebesar 200 juta, diperkirakan lunas tanggal 19 Mei 2027,” tegasnya.
Selanjutnya, pada 14 September 2024, nasabah Meike Telussa dan suaminya mengajukan restruk karena tidak mampu membayar.
“Jadi untuk 200 juta itu kami melakukan penyelamatan kredit lagi terkait kredit yang 200 juta itu. Jadi di 2024 semua data-data dan dokumen yang ada di Bank, ibu Meike mendapatkan pelayanan penyelamatan kredit dari 200 juta itu. Dengan sisa platform Rp129.971.000 dengan jangka waktu 36 bulan. Jadi diperkirakan lunas itu pada 14 September 2027,” lanjutnya.
Perwakilan BRI menegaskan proses normalisasi ini ada dalam bentuk kebijakan. Dengan adanya restruk tersebut, nasabah dibantu untuk dapat melakukan pembayaran sesuai dengan kemampuan.
“Kami Hadir di tengah-tengah masyarakat tidak untuk memberikan kesusahan, kami membantu masyarakat cuma masyarakat yang susah membayar. Jadi pada prinsipnya kami sebagai Bank Rakyat Indonesia ini siap membantu masyarakat kalau masyarakat tidak mampu membayar kami mohon datang ke kantor,” tegasnya.
LO selanjutnya meminta kepada nasabah Meike Telussa untuk mengklarifikasi beberapa informasi terkait soal dokumen palsu.
“Jadi tim audit kami akan turun melihat hal itu. Jadi dalam hal ini, kami minta ibu Meike dalam waktu secepatnya untuk bisa mengklarifikasi terkait permohonan kami untuk berita-berita yang sudah disampaikan. Tapi tidak apa-apa kalau ibu Meike punya bukti, tidak ada masalah. Karena dari pihak bank juga akan melakukan upaya-upaya hukum sesuai dengan hak kami baik secara Perdata maupun Pidana,” pungkasnya.
Menyikapi proses mediasi tersebut, Direktur LBH KYADAWUN Biak Imanuel A. Rumayom, SH menegaskan bahwa pihak BRI tidak bisa membuktikan sebagaimana apa yang diminta Nasabah Meike Telussa terkait dokumen-dukumen Top Up dan restruk.
“Menurut kami bahwa apa yang di sampaikan oleh perwakilan BRI sesungguhnya tidak bisa membuktikan kepada kami fakta-fakta yang sesungguhnya. Karena tidak dapat menunjukan secara spesifik yang membuktikan bahwa benar klien kami Ibu Meike Telussa yang melakukan penandatanganan semua berkas Top Up dan Juga restruk dimaksud,” ungkapnya kepada Koreri.com, Sabtu (19/4/2025).
Rumayom mencontohkan, pihaknya selaku kuasa hukum Meike Telussa tidak diperkenankan mewakili klien memeriksa berkas-berkas yang dibawa ke Polres Biak Numfor saat berlangsung mediasi.
“Pihak BRI meminta kami untuk tidak melihat semua berkas secara langsung milik klien kami, padahal kami ini kuasa hukum resmi dari Ibu Meike Telussa. Kami rasa ada yang aneh dari hal-hal seperti ini,” bebernya.
Padahal berdasarkan UU Advokat Pasal 1 Poin 1, Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan UU ini.
“Berdasarkan ketentuan pasal ini, kami diberikan hak untuk mendampingi klien kami didalam maupun diluar Pengadilan, kenapa kami tidak dijinkan memeriksa berkas-berkas atau dokumen-dokumen bersama-sama klien kami? Kami punya surat Kuasa yang sah dan selama ini kami dampingi perkara ini,” sorotnya.
Selanjutnya dalam UU Advokat Pasal 1 Poin 2, Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.
“Seharusnya pihak BRI memahami hal ini, apalagi fungsi kami adalah mendampingi klien kami secara maksimal dan itu tugas Lembaga Bantuan Hukum. Kami merasa profesi kami dilecehkan dalam proses ini,” sesalnya.
Kaitannya dengan sikap BRI, Rumayom menegaskan Meike Telussa tetap pada pendiriannya bahwa dirinya tidak pernah mengajukan, menandatangani dokumen-dokuman Top Up sebesar Rp200 juta ataupun restrukturisasi di tahun 2020 ataupun di 2024 lalu.
Meike juga pertanyakan terkait tanggal 21 Februari 2023 dimana sisa anggsurannya tercatat sebesar Rp163.099.935.00 dan selanjutnya setelah membayar di tanggal 10 Maret 2023 tercatat Rp159.855.703.00?
“Klien kami rutin membayar tiap bulan dari bulan April 2023 sampai dengan Maret 2024 dengan anggsuran kurang lebih 5 juta setiap bulannya. Tetapi mengapa sampai saat ini masih tersisa Rp150juta? Hal ini juga tidak ditanggapi pihak BRI,” bebernya.
Rumayom secara khusus menyinggung sejumlah hal yang dinilai janggal dalam proses BRI yang dialami nasabah Meike Telussa.
“Menurut kami ini tidak masuk akal. Karena pertama, adanya proses Top Up yang tidak diketahui klien kami. Kemudian, proses restruk yang tejadi tanpa sepengetahuan klien kami padahal beliau pernah berkali-kali menolak hal tersebut. Berikutnya lagi, proses Top Up di 2021 yang posisi alamatnya berbeda dengan alamat KTP klien kami. Bahkan lebih fatal lagi, klien kami tidak pernah memegang buku rekening baru atau mengetahui nomor rekening baru setelah adanya proses Top Up tersebut,” bebernya.
Rumayom kembali mendesak pihak BRI melakukan pemerikasan secara lebih detail terkait oknum-oknum nakal yang diduga melakukan semua.
“Ini kami rasa tidak adil kalau klien kami Ibu Meike Telussa tidak mengetahui terkait proses Top Up tersebut lalu diharuskan membayar dan bertanggung jawab terhadap semua proses tersebut,” herannya.
Rumayom pun mengakui jika pihak BRI juga secara langsung berterima kasih kepada LBH yang telah mengoreksi dan memberi masukan kepada Lembaga perbankan tersebut untuk lebih baik kedepanya.
“Kami pastikan bahwa apa yang didalilkan oleh klien kami pada saat pertemuan di Binmas Polres Biak berdasarkan bukti-bukti yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Rumayom sekali lagi menegaskan bahwa setelah mendengar klarifikasi pihak BRI, belum menjawab substansi yang diajukan sebelumnya yaitu terkait oknum siapa yang bertanggungjawab dalam mengajukan proses Top Up Rp200 juta yang tidak pernah dilakukan Nasabah Meike Telussa.
“Selanjutnya kemana Rp200 juta ini mengalir juga tidak kami temukan. Apalagi proses restruk yang diduga telah dilakukan oleh oknum BRI sendiri terhadap proses kredit klien kami,” cetusnya.
Belum lagi, dugaan adanya oknum-oknum dari BRI yang menawarkan proses restruk melalui telepon namun telah ditolak mentah-mentah oleh Meike Telussa.
“Sehingga kami balik bertanya siapa yang bertanggung jawab dibalik semua proses ini? Kami minta bersama-sama dengan pihak BRI mengungkap siapa yang ada balik semua proses ini. Maka proses hukum adalah langkah yang ideal mengungkap semua kisruh ini,” imbuhnya.
Rumayom pun memastikan tim kuasa hukum LBH KYADAWUN Biak sementara mempersiapkan sejumlah dokumen guna mengambil langkah selanjutnya.
“Ketika tidak ada titik temu, maka kami juga akan siapkan dokumen-dokumen hukum untuk melangkah ke proses hukum selanjutnya,” tegasnya kembali.
Tak hanya itu, pihaknya juga sementara mempertimbangkan penggunaan sejumlah fasilitas dalam proses ini seperti berencana meminta dilakukan uji forensik untuk memastikan siapa oknum atau pihak BRI yang diduga melakukan tanda tangan atas dokumen-dokumen dimaksud.
“Karena dengan uji forensik ini akan memastikan kevalidan dari dokumen-dokumen dimaksud. Siapa yang tanda tangan pasti ketahuan termasuk juga sidik jari yang ada di kertas itu. Dan kami pikir ini juga bagian dari mengevaluasi BRI untuk lebih baik ke depannya,” pungkasnya.
RED