Koreri.com, Jayapura – Yayasan Pembangunan Kesejahteraan Masyarakat (YAPKEMA) mendukung upaya Bupati Paniai, Meki Nawipa dalam Upaya Pengembangan Kopi Berbasis Masyarakat (UPKBM).
Rencananya, UPKBM ini akan dilakukan pada lima titik sentral.
Direktur YAPKEMA, Hanok Herison Pigai, mengakui langkah tersebut merupakan capaian penting sebagai salah satu indikator awal keberhasilan program prioritas pemerintah.
“Selama ini upaya YAPKEMA mendorong budidaya kopi dan pendampingan petani kopi di kabupaten lain di Meepago,” kata dia dalam rilis yang diterima Koreri.com, di Jayapura, Kamis (28/2).
Menurut Hanok yang juga Master Trainer Kopi Tingkat Nasional bahwa pengembangan kopi melibatkan Dinas Perkebunan, Pertanian dan Perindag untuk proses budidaya di bagian hulu, mulai dari penanaman sampai pasca panen serta pemasaran kopi siap saji termasuk di cafe kopi.
“Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (DPMK) berperan penting dalam menyiapkan dan memastikan keterlibatan masyarakat kampung dalam pengembangan kopi,” sambungnya.
Skema ini akan menghilangkan ego sektoral demi keberhasilan program pengembangan kopi, dan kolaborasi sekaligus sinergi dalam upaya mendorong pemberdayaan ekonomi masyarakat di sektor kopi.
“YAPKEMA sangat berharap keseriusan ini jangan hanya semangat di tahap awal saja, dan bersifat seremonial. Kerja keras, sinergi pengawalan konsisten dan fokus adalah syarat utama bila ingin berhasil,” katanya.
Meskipun demikian, pekerjaan selanjutnya yang dibutuhkan adalah penyiapan bibit yang berkualitas karena gerakan budidaya kopi yang perlu dibangun bukan sekadar menanam kopi tetapi kopi dari benih yang memenuhi standar kualitas nasional bahkan internasional.
“Hal ini harus kita siapkan sejak sekarang jika ingin turut bermain di pasar internasional,” ujarnya.
Disamping itu, perlu dilakukan penyiapan sumber daya petani, khususnya generasi muda petani kopi, melalui rangkaian pelatihan dan pengembangan kopi dari hilir hingga hulu.
“Ini adalah syarat utama keberhasilan gerakan ini. Tanpa pengetahuan yang baik, semangat untuk menanam kopi jadi kurang terarah dan bisa berujung gagal. Petani muda harus dibekali pengetahuan terbaru budidaya hingga proses pasca panen kopi. Bahkan bila minat tinggi bisa dibekali ilmu peracikan kopi (barista),” kata Hanok Herison Pigai.
Dia menambahkan, hal penting lainnya adalah penanaman sesuai target, yakni luasan lahan dan jumlah pohon kopi yang ditanam, yang mana jumlah total luasan lahan minimal 1 hektare atau 1500-2000 pohon. Bila kurang dari jumlah tersebut, yang dikuatirkan adalah potensi kegagalan tanam.
Selain itu juga, jumlah yang kurang dari itu belum menunjukkan adanya gerakan budidaya kopi yang signifikan di satu kampung.
Apalagi, misalnya, pohon-pohon kopi lama sejak zaman Belanda yang masih ada jumlahnya bisa melebihi 1000 pohon.
“Karena itu, untuk dapat mengawal dan menjamin keberhasilan pengembangan kopi ini, YAPKEMA sangat mendorong strategi budidaya kopi melalui skema UPKBM dan peran serta aktif masyarakat dan petani kopi dalam pengembangan kopi,” ujarnya.
“Bagi kami kopi bukan soal bisnis belaka, melainkan soal rasa memiliki terhadap tanah dan kampung mereka. Dan hal itu sangat memengaruhi kualitas dan rasa kopi. Selain itu juga akan memberi hasil yang dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat,” sambungnya.
Sebelumnya, Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung (BPMK), menganjurkan masyarakat yang berdomisili di wilayah pegunungan membuka kebun kopi dan mengembangkannya secara baik.
“Ini sifatnya kebun bersama, tapi jika ada kebun milik sendiri wajib tanam kopi,” kata Kepala BPMK Papua, Donatus Motte.
Menurut Donatus, permintaan kopi asal Papua sangat tinggi baik dalam negeri maupun luar negeri, sehingga paling tidak setiap kampung harus miliki 2 hektar kebun kopi.
“Dengan adanya kebun kopi binaan bersama, sangat diharapkan mampu memenuhi permintaan dari manca negara maupun dalam negeri,” katanya.
Donatus meminta para kepala daerah memberi dukungan, apalagi saat ini dana desa untuk Papua lebih besar jika dibandingkan tahun lalu.
VDM